25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Profesor Penakluk Rayap

Prof Dr Ir Darma Bakti Nasution MS, Dekan Fakultas Pertanian USU

Tak satu jalan menuju Roma. Pepatah ini agaknya cocok untuk melukiskan semangat perjuangan
Darma Bakti Nasution dalam meraih cita-citanya.

Dengan persaingan yang sehat dan kerja keras yang kuat, pria kelahiran Tanjung Balai 22 Januari 1956 ini mampu menyandang gelar profesor di bidang ilmu serangga (Entomologi) pada usia  48 tahun.

Bagi Darma Bakti Nasution, menjadi guru besar di bidang pertanian adalah cita-citanya. Belajar, meneliti dan meneliti hingga akhirnya ayah dua anak ini dijuluki ‘profesor penakluk rayap’. Tak hanya itu, sejak Juli 2010 hingga Juli 2015, dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (FP-USU) ini diberi tambahan tugas sebagai Dekan Fakultas Pertanian.
Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait dengan Darma Bakti Nasution, di ruang Dekan FP USU, Kamis (7/7).

Apa yang Anda rasakan ketika menjadi dekan, dibanding menjadi dosen?
Menjadi Dekan FP adalah tugas tambahan sebagai dosen. Meskipun prinsip kerjanya berbeda.  Dekan dituntut untuk mampu memanajemen fakultas dengan baik sehingga menghasilkan lulusan berkwalitas. Sementara dosen, fokus mengajarkan keilmuwan yang kita miliki kepada mahasiswa. Meski sudah jadi dekan, sesekali saya melihat-lihat laboratorium. Tapi sekarang tugasnya bukan meneliti melainkan membenahi sarana laboratorium. Saya diangkat jadi Dekan FP, Juli 2010 hingga Juli 2015.

Dimana Anda belajar manajemen sebelum menjadi Dekan FP?
Sebelum saya Dekan FP, saya dua periode diamanahkan jadi Rektor Universitas Negeri Asahan (UNA) dari tahun 2003 hingga Januari 2011. Di kampus milik Pemkab Asahan inilah saya awalnya belajar mengelola perguruan tinggi. Dulu ada MoU antara USU dan Pemkab Asahan, dan saya ditugaskan jadi Rektor UNA. Saya juga tidak tahu kenapa saya ditunjuk pada waktu, namun belakangan saya baru tahu. Selain kampung halaman saya di Asahan, ditunjuknya saya menjadi Rektor UNA lewat pemilihan senat, karena di Asahan butuh pengembangan tanaman pertanian. Jadi tugas saya selain mengelola administrasi kampus, juga mengembangkan tanaman pertanian Asahan.  Saat jadi Rektor UNA, saya pun tidak full  berada di Asahan, saya juga selalu pulang ke Medan.

Sejak kapan Anda menjadi dosen FP USU?
Saya diterima menjadi PNS USU tahun 1998, waktu itu ada penerimaan dosen dan pegawai besar-besaran di USU. Begitu diterima, saya tidak bisa langsung mengajar, tetapi menjadi asisten dosen dan bertugas di laboratorium. Dengan diterimanya saya sebagai PNS bukan berarti cita-cita saya sudah terwujud. Saya terus berjuang untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikan program magister (S-2) dan program doktor (S-3) dengan biaya pemerintah. Ini memang obsesi saya sejak tamat SMA, sebab begitu tamat sarjana pertanian dari FP USU, biaya pendidikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dari orangtua tidak ada lagi. Maklum saya anak pertama dari sembilan bersaudara, sementara ekonomi keluarga pas-pasan.

Apa cita-cita Anda?
Waktu SMA, saya bermaksud begitu tamat SMA melanjutkan pendidikan ke IKIP Medan (sekarang Unimed). Saya ingin kuliah dan mengambil Jurusan Bahasa Inggris. Soalnya waktu SMA kemampuan Bahasa Inggris saya bagus. Bahkan antara saya dengan guru berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Di tengah perjalanan banyak teman-teman di Medan menyarankan agar saya jangan mengambil Jurusan Bahasa Inggris.

Alasannya, Bahasa Inggris hanya sebagai penunjang ilmu saja bukan pekerjaan yang menjanjikan. Kecuali memiliki cita-cita sebagai pemandu wisata. Lalu saya berubah pikiran dengan ikut testing di USU. Saat testing di USU saya mengambil pilihan pertama Fakultas Kedokteran, pilihan kedua Fakultas Pertanian dan pilihan ketiga Fakultas Teknik.

Kenapa Anda memilih ketiga fakultas ini?
Betul. Saya memilih Fakultas Kedokteran karena saat SMA saya suka dengan pelajaran Biologi. Hal ini sama dengan Fakultas Pertanian, karena kedua fakultas ini sama-sama berkaitan yang mengurusi tentang biologi, cuma objeknya saja yang berbeda. Fakultas Kedokteran objeknya biologi manusia, sementara Fakultas Pertanian merupakan biologi tumbuhan.

Sementara Fakultas Teknik hanya iseng-iseng, karena pada waktu itu saya mengambil program IPC yang membolehkan tiga pilihan sekaligus. Begitu pengumuman saya lulusan di pilihan kedua yakni Fakultas Pertanian. Saya mengambil Jurusan Proteksi Hama Tumbuhan. Cita-cita setelah lulus sarjana (S-1) saya harus melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan gelar Ahli Peneliti Pertama (APP). Gelar ini pada waktu itu menjadi gelar tertinggi dalam bidang penelitian.

Bagaimana Anda mendapatkan gelar peneliti?
Begitu tamat S-1 saya melamar sebagai tenaga honorer di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Solok Padang Sumatera Barat. Karena untuk melanjutkan pendidikan ke S-2 dan S-3 tidak punya dana dari orangtua. Pada waktu itu setiap tahun BPTP selalu menyekolahkan pegawainya ke luar negeri.

Ini yang membuat saya tertarik bekerja di BPTP. Seiring berjalannya waktu saya diangkat menjadi Kepala Kebun Percobaan Pasar Miring Pagar Merbau Deli Serdang. Status saya waktu itu masih tenaga honor dan bekerja sebagai penelitia tanaman pertanian khususnya padi. Beberapa tahun berjalan saya tidak disekolahkan juga hingga akhirnya keluar kebijakan yang boleh disekolahkan ke luar negeri oleh BPTP adalah pegawai yang sudah PNS. Selain itu Kebun Percobaan Pasar Miring juga berubah status dari yang sebelumnya dibawah naungan BPTP Solok ke BPTP Suka Mandi Jawa Barat.

Ini juga menjadikan jarak semakin jauh. Waktu itu saya sangat kecewa, apalagi ada teman saya yang diberangkatkan ke luar negeri, sementara sepengetahuan saya kemampuan Bahasa Inggris nya jauh di bawah saya. Kemudian saya memutuskan untuk berhenti dan mengikuti testing PNS di USU.

Lantas apa yang Anda lakukan saat itu?
Setelah berdiskusi dengan mantan dosen di USU, akhirnya saya melamar masuk PNS dan Alhamdulillah diterima. Lagi-lagi keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tidak saya sia-siakan begitu saja. Tidak lama menjadi asisten dosen di USU, akhirnya saya mengajukan diri memperoleh beasiswa dari Dirjen Dikti untuk kuliah di luar negeri.

Tetapi belakangan, saya memutuskan melanjutkan S-2 di dalam negeri yakni di Universitas Gajah Mada (UGM). Selama kuliah di Provinsi DKI Jogjakarta itu, saya menyandang status tugas belajar dari USU karena saya harus aktif kuliah setiap hari.

Begitu tamat, saya kembali ke USU dan mengajar untuk selanjutnya menyiapkan diri mendapatkan beasiswa S-3 universitas yang sama. Lagi-lagi saya direkomendasikan USU hingga akhirnya dalam waktu tujuh tahun saya bisa menyelesaikan program S-3 dan mendapatkan gelar doctor dari UGM. Hanya saja saat S-3, saya tidak menetap di Jogjakarta karena jam belajarnya longgar.

Apa yang Anda rasakan begitu jadi propesor?
Kepuasan batin. Senang menjadi tempat bertanya banyak orang, suka dipanggil jadi pembicara di acara seminar. Begitu tamat pendidikan doktor saya terus melakukan penelitian dan disaat itu pullah tidak lama kemudian saya mendapatkan gelar profesor dari USU. Pada saat mengambil gelar profesor saya meneliti hama rayap pada tanaman kelapa sawit yang tumbuh di lahan gambut. Bagi petani, rayap menjadi bio terorisme yang sangat membahayakan. Soalnya rayap dapat mematikan tanaman kelapa sawit di lahan gambut. Namun, di lahan kering rayap tidak mengganggu tanaman kelapa sawit. Syukurnya gelar profesor yang saya dapatkan sejalan dengan kepangkatan PNS. Saya dapat gelar profesor tahun 2004 yang kala itu dilantik Rektor USU Prof Chairuddin P Lubis DTMH, Sp A (K).

Apa yang Anda dapatkan dari hasil penelitian itu, bagaimana memotivasi dosen FP?
Dengan hasil penelitian ini saya sering diundang perusahaan pestisida, terutama dalam menciptakan racun untuk rayap. Bahkan ada juga rekomendasi yang dibutuhkan dari saya sebelum perusahaan pestisida mengeluarkan produknya. Sementara itu pesan saya kepada seluruh dosen agar terus menimba ilmu. Sebagai dosen kita harus proaktif untuk mencari peluang-peluang baru. Keberhasilan fakultas ditentukan keberagaman disiplin ilmu yang dimiliki dosennya. Inilah yang terus saya motivasi. (*)

Prof Dr Ir Darma Bakti Nasution MS, Dekan Fakultas Pertanian USU

Tak satu jalan menuju Roma. Pepatah ini agaknya cocok untuk melukiskan semangat perjuangan
Darma Bakti Nasution dalam meraih cita-citanya.

Dengan persaingan yang sehat dan kerja keras yang kuat, pria kelahiran Tanjung Balai 22 Januari 1956 ini mampu menyandang gelar profesor di bidang ilmu serangga (Entomologi) pada usia  48 tahun.

Bagi Darma Bakti Nasution, menjadi guru besar di bidang pertanian adalah cita-citanya. Belajar, meneliti dan meneliti hingga akhirnya ayah dua anak ini dijuluki ‘profesor penakluk rayap’. Tak hanya itu, sejak Juli 2010 hingga Juli 2015, dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (FP-USU) ini diberi tambahan tugas sebagai Dekan Fakultas Pertanian.
Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait dengan Darma Bakti Nasution, di ruang Dekan FP USU, Kamis (7/7).

Apa yang Anda rasakan ketika menjadi dekan, dibanding menjadi dosen?
Menjadi Dekan FP adalah tugas tambahan sebagai dosen. Meskipun prinsip kerjanya berbeda.  Dekan dituntut untuk mampu memanajemen fakultas dengan baik sehingga menghasilkan lulusan berkwalitas. Sementara dosen, fokus mengajarkan keilmuwan yang kita miliki kepada mahasiswa. Meski sudah jadi dekan, sesekali saya melihat-lihat laboratorium. Tapi sekarang tugasnya bukan meneliti melainkan membenahi sarana laboratorium. Saya diangkat jadi Dekan FP, Juli 2010 hingga Juli 2015.

Dimana Anda belajar manajemen sebelum menjadi Dekan FP?
Sebelum saya Dekan FP, saya dua periode diamanahkan jadi Rektor Universitas Negeri Asahan (UNA) dari tahun 2003 hingga Januari 2011. Di kampus milik Pemkab Asahan inilah saya awalnya belajar mengelola perguruan tinggi. Dulu ada MoU antara USU dan Pemkab Asahan, dan saya ditugaskan jadi Rektor UNA. Saya juga tidak tahu kenapa saya ditunjuk pada waktu, namun belakangan saya baru tahu. Selain kampung halaman saya di Asahan, ditunjuknya saya menjadi Rektor UNA lewat pemilihan senat, karena di Asahan butuh pengembangan tanaman pertanian. Jadi tugas saya selain mengelola administrasi kampus, juga mengembangkan tanaman pertanian Asahan.  Saat jadi Rektor UNA, saya pun tidak full  berada di Asahan, saya juga selalu pulang ke Medan.

Sejak kapan Anda menjadi dosen FP USU?
Saya diterima menjadi PNS USU tahun 1998, waktu itu ada penerimaan dosen dan pegawai besar-besaran di USU. Begitu diterima, saya tidak bisa langsung mengajar, tetapi menjadi asisten dosen dan bertugas di laboratorium. Dengan diterimanya saya sebagai PNS bukan berarti cita-cita saya sudah terwujud. Saya terus berjuang untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikan program magister (S-2) dan program doktor (S-3) dengan biaya pemerintah. Ini memang obsesi saya sejak tamat SMA, sebab begitu tamat sarjana pertanian dari FP USU, biaya pendidikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dari orangtua tidak ada lagi. Maklum saya anak pertama dari sembilan bersaudara, sementara ekonomi keluarga pas-pasan.

Apa cita-cita Anda?
Waktu SMA, saya bermaksud begitu tamat SMA melanjutkan pendidikan ke IKIP Medan (sekarang Unimed). Saya ingin kuliah dan mengambil Jurusan Bahasa Inggris. Soalnya waktu SMA kemampuan Bahasa Inggris saya bagus. Bahkan antara saya dengan guru berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Di tengah perjalanan banyak teman-teman di Medan menyarankan agar saya jangan mengambil Jurusan Bahasa Inggris.

Alasannya, Bahasa Inggris hanya sebagai penunjang ilmu saja bukan pekerjaan yang menjanjikan. Kecuali memiliki cita-cita sebagai pemandu wisata. Lalu saya berubah pikiran dengan ikut testing di USU. Saat testing di USU saya mengambil pilihan pertama Fakultas Kedokteran, pilihan kedua Fakultas Pertanian dan pilihan ketiga Fakultas Teknik.

Kenapa Anda memilih ketiga fakultas ini?
Betul. Saya memilih Fakultas Kedokteran karena saat SMA saya suka dengan pelajaran Biologi. Hal ini sama dengan Fakultas Pertanian, karena kedua fakultas ini sama-sama berkaitan yang mengurusi tentang biologi, cuma objeknya saja yang berbeda. Fakultas Kedokteran objeknya biologi manusia, sementara Fakultas Pertanian merupakan biologi tumbuhan.

Sementara Fakultas Teknik hanya iseng-iseng, karena pada waktu itu saya mengambil program IPC yang membolehkan tiga pilihan sekaligus. Begitu pengumuman saya lulusan di pilihan kedua yakni Fakultas Pertanian. Saya mengambil Jurusan Proteksi Hama Tumbuhan. Cita-cita setelah lulus sarjana (S-1) saya harus melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan gelar Ahli Peneliti Pertama (APP). Gelar ini pada waktu itu menjadi gelar tertinggi dalam bidang penelitian.

Bagaimana Anda mendapatkan gelar peneliti?
Begitu tamat S-1 saya melamar sebagai tenaga honorer di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Solok Padang Sumatera Barat. Karena untuk melanjutkan pendidikan ke S-2 dan S-3 tidak punya dana dari orangtua. Pada waktu itu setiap tahun BPTP selalu menyekolahkan pegawainya ke luar negeri.

Ini yang membuat saya tertarik bekerja di BPTP. Seiring berjalannya waktu saya diangkat menjadi Kepala Kebun Percobaan Pasar Miring Pagar Merbau Deli Serdang. Status saya waktu itu masih tenaga honor dan bekerja sebagai penelitia tanaman pertanian khususnya padi. Beberapa tahun berjalan saya tidak disekolahkan juga hingga akhirnya keluar kebijakan yang boleh disekolahkan ke luar negeri oleh BPTP adalah pegawai yang sudah PNS. Selain itu Kebun Percobaan Pasar Miring juga berubah status dari yang sebelumnya dibawah naungan BPTP Solok ke BPTP Suka Mandi Jawa Barat.

Ini juga menjadikan jarak semakin jauh. Waktu itu saya sangat kecewa, apalagi ada teman saya yang diberangkatkan ke luar negeri, sementara sepengetahuan saya kemampuan Bahasa Inggris nya jauh di bawah saya. Kemudian saya memutuskan untuk berhenti dan mengikuti testing PNS di USU.

Lantas apa yang Anda lakukan saat itu?
Setelah berdiskusi dengan mantan dosen di USU, akhirnya saya melamar masuk PNS dan Alhamdulillah diterima. Lagi-lagi keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tidak saya sia-siakan begitu saja. Tidak lama menjadi asisten dosen di USU, akhirnya saya mengajukan diri memperoleh beasiswa dari Dirjen Dikti untuk kuliah di luar negeri.

Tetapi belakangan, saya memutuskan melanjutkan S-2 di dalam negeri yakni di Universitas Gajah Mada (UGM). Selama kuliah di Provinsi DKI Jogjakarta itu, saya menyandang status tugas belajar dari USU karena saya harus aktif kuliah setiap hari.

Begitu tamat, saya kembali ke USU dan mengajar untuk selanjutnya menyiapkan diri mendapatkan beasiswa S-3 universitas yang sama. Lagi-lagi saya direkomendasikan USU hingga akhirnya dalam waktu tujuh tahun saya bisa menyelesaikan program S-3 dan mendapatkan gelar doctor dari UGM. Hanya saja saat S-3, saya tidak menetap di Jogjakarta karena jam belajarnya longgar.

Apa yang Anda rasakan begitu jadi propesor?
Kepuasan batin. Senang menjadi tempat bertanya banyak orang, suka dipanggil jadi pembicara di acara seminar. Begitu tamat pendidikan doktor saya terus melakukan penelitian dan disaat itu pullah tidak lama kemudian saya mendapatkan gelar profesor dari USU. Pada saat mengambil gelar profesor saya meneliti hama rayap pada tanaman kelapa sawit yang tumbuh di lahan gambut. Bagi petani, rayap menjadi bio terorisme yang sangat membahayakan. Soalnya rayap dapat mematikan tanaman kelapa sawit di lahan gambut. Namun, di lahan kering rayap tidak mengganggu tanaman kelapa sawit. Syukurnya gelar profesor yang saya dapatkan sejalan dengan kepangkatan PNS. Saya dapat gelar profesor tahun 2004 yang kala itu dilantik Rektor USU Prof Chairuddin P Lubis DTMH, Sp A (K).

Apa yang Anda dapatkan dari hasil penelitian itu, bagaimana memotivasi dosen FP?
Dengan hasil penelitian ini saya sering diundang perusahaan pestisida, terutama dalam menciptakan racun untuk rayap. Bahkan ada juga rekomendasi yang dibutuhkan dari saya sebelum perusahaan pestisida mengeluarkan produknya. Sementara itu pesan saya kepada seluruh dosen agar terus menimba ilmu. Sebagai dosen kita harus proaktif untuk mencari peluang-peluang baru. Keberhasilan fakultas ditentukan keberagaman disiplin ilmu yang dimiliki dosennya. Inilah yang terus saya motivasi. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/