30 C
Medan
Monday, October 28, 2024
spot_img

Bertutur melalui Lensa

Ir Fendy PC Yeoh, Pengusaha Penghobi Fotografer yang Diakui Internasional

Bermula dari kecintaan atas seni foto semasa duduk di bangku SMA di Malaysia, Fendy PC Yeoh kini menjadi salah satu fotografer amatir Medan yang berkiprah di tingkat internasional. Sejak 2008, pria 63 tahun ini setidaknya sudah memiliki 235 foto yang diakui internasional.

Fendy PC Yeoh dengan semangat memperlihatkan karyanya berjudul Mom and Daughter. Fendy membidik kerutan di wajah dua wanita tua itu pada 2010 lalu. Mereka adalah ibu berusia 97 tahun dan anaknya yang sudah 65 tahun dan tinggal di sebuah gubuk Pantai Labu, Serdang Bedagai.

“Ini karya pertama saya yang dapat penghargaan internasional. Karya saya yang paling berkesan,” ujar Fendy lalu tersenyum.

Menurut ayah tiga anak ini, foto tersebut makin bernilai karena cerita di balik kerutan kedua wanita itu. Enam bulan setelah foto Mom and daughter meraih perunggu di Amerika Serikat, Fendy mendatangi ibu dan anak itu. Dengan perasaan senang, dia membawa buah tangan untuk diberikan kepada kedua ‘modelnya’ tersebut serta keluarga mereka. Ternyata ibunya sedang sakit keras. Keterbatasan dana membuat nenek tersebut hanya terbaring di dipan di rumahnya.
“Pulang dari sana, satu malam itu saya tidak bisa tidur,” ungkap Fendy Yeoh.

Ternyata kondisi nenek tersebut menggugah nuraninya. Beberapa hari berselang, ia kembali ke Pantai Labu dan membawa uang untuk biaya ke dokter dan diserahkan ke keluarga nenek tersebut. “Hati kecil saya puas setelah membantu mereka,” sebutnya.

Sayang, Fendy tidak bersedia salah satu bila foto masterpiecenya itu dikorankan. “Enggak enak sama keluarga mereka. Lagian nenek itu sudah tiada,” sebutnta.

Demikianlah Fendy menceritakan objek foto-foto lainnya. Hasil jepretan yang beberapa diantaranya sudah mengalami polesan di photoshop. “Saya memang penghobi foto salon,” katanya.

Hasil jepretan yang umumnya diambil dari perkampungan di Sumatera Utara dan Pulau Jawa dan daerah lain di Indonesia. Umumnya, Fendy memilih objek manusia atau mahluk hidup lain seperti ayam, orangutan. Untuk menguatkan cerita di foto, tak jarang ia menambahkan objek. Dari semua karya-karya itu, Fendy Yeoh merasa tidak perlu menuliskan latar belakang waku dan tempat, termasuk nama model dan objek. “Saya fotografer amatir, Cuma hobi dan tidak menjual foto,” ujarnya memberi alasan.

Hunting foto biasanya dilakukan di akhir pekan. Dengan kamera Nikon D 90nya, ia melepas kepenatan bekerja sambil melihat objek foto. “Berburu objek foto kalau saya tidak sedang main golf di Tuntungan,” kata pemilik usaha ofset tertua di Medan ini.

Kalau bepergian, Fendy lebih sering sendiri atau bergabung bersama rekan-rekannya pecinta fotografi. Sesekali ia ke Singapura, bertemu komunitas foto di sana. “Sekali sebulan, PSS (The Photographic Society of Singapore) melakukan kegiatan foto bersama. Objek, property dan lokasinya, pengurus yang sediakan,” sebutnya lagi.

Dari dua perkumpulan fotografer di Singapura itu pula Fendy Yeoh mendapat pengakuan hingga berhak menjadi juri lomba foto internasional. “Perkumpulan itu diakui oleh pemerintah Singapura dan perkumpulan internasional lain,” ungkapnya lagi. Saat ini, Fendy Yeoh sedang membidik pengakuan dari asosiasi fotografer Amerika Serikat. Jalan ke arah itu tampaknya sudah didapat. “Tinggal sedikit syarat lagi,” sebutnya. (tms)

Sosialisasi dengan Warga Desa

Ketertarikan Fendy Yeoh terhadap objek natural, membuatnya sering keluar-masuk perkampungan. Dia kerap menjadikan orang desa sebagai model. Dan untuk itu, Fendy harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. “Bisa makan waktu berjam-jam,” sebutnya.

Dari pengalamannya, orang-orang cenderung tidak mau diambil gambarnya kalau disebut foto itu untuk keperluan media massa. Setelah berbincang-bincang dan memperkenalkan diri sebagai penghobi foto, Fendy meminta modelnya melakukan kegiatan tertentu. “Bisa sampe 50 kali jepret,” katanya.

Di sebuah kampung di dekat Pantai Cermin, Fendy pernah membeli es krim dari merek ternama untuk diberikan kepada dua anak. “Kebetulan ada eskrim lewat,” sebutnya. Saat seorang anak menyeruput es dan dilihat oleh rekannya, Fendy mengambadikan momen tersebut. “Anak-anak posenya alami, tidak dibuat-buat. Tinggal kepekaan kita memilih momen yang bagus,” ujarnya. (tms)

Pandangan Fendy PC Yeoh tentang Fendy PC Yeoh

Pecinta seni foto semasa duduk di bangku SMA. Kamera adalah teman sejati yang selalu menenteng di bahu ketika bepergian. Walau masih duduk di bangku SMA kelas 3, telah menerima penghargaan di beberapa lomba foto pelajar internasional.

Setelah lulus kuliah di bidang teknik sipil, gantung kamera selama belasan tahun karena kesibukan pekerjaan. Angkat kamera kembali pada 2008 setelah bergabung dengan teman-teman sehobi di kota Medan. Saya sangat terhau oleh fotografer muda kota Medan yang penuh semangat dan antusias.

Selain aktif di Medan Digital Photographic Club MDPS), juga anggota Toba Photographer Club (TPC), Photographic Society of America (PSA), The Photographic Society of Singapore (PSS), dan Singapore Colour Photographic Society (SCPS).
Sejak 2010, meraih 235 kali accepted (diterima) oleh salon photo internasional dengan medali emas, perak, perunggu, penghargaan honorable mention dan lain-lain.(*)

 

Lahir Medan, 1949
Istri Nani Harifin (50 tahun)
Anak 1. Iin Meydi Winata (kuliah di Australia)
2. Ian Junardi (kuliah di Australia)
3. Irvin Dedy (SMA di Medan)
Pendidikan Teknik Sipil di University of Moneytoba
Pekerjaan Pemilik PT Pagi Tobacco Company

Ir Fendy PC Yeoh, Pengusaha Penghobi Fotografer yang Diakui Internasional

Bermula dari kecintaan atas seni foto semasa duduk di bangku SMA di Malaysia, Fendy PC Yeoh kini menjadi salah satu fotografer amatir Medan yang berkiprah di tingkat internasional. Sejak 2008, pria 63 tahun ini setidaknya sudah memiliki 235 foto yang diakui internasional.

Fendy PC Yeoh dengan semangat memperlihatkan karyanya berjudul Mom and Daughter. Fendy membidik kerutan di wajah dua wanita tua itu pada 2010 lalu. Mereka adalah ibu berusia 97 tahun dan anaknya yang sudah 65 tahun dan tinggal di sebuah gubuk Pantai Labu, Serdang Bedagai.

“Ini karya pertama saya yang dapat penghargaan internasional. Karya saya yang paling berkesan,” ujar Fendy lalu tersenyum.

Menurut ayah tiga anak ini, foto tersebut makin bernilai karena cerita di balik kerutan kedua wanita itu. Enam bulan setelah foto Mom and daughter meraih perunggu di Amerika Serikat, Fendy mendatangi ibu dan anak itu. Dengan perasaan senang, dia membawa buah tangan untuk diberikan kepada kedua ‘modelnya’ tersebut serta keluarga mereka. Ternyata ibunya sedang sakit keras. Keterbatasan dana membuat nenek tersebut hanya terbaring di dipan di rumahnya.
“Pulang dari sana, satu malam itu saya tidak bisa tidur,” ungkap Fendy Yeoh.

Ternyata kondisi nenek tersebut menggugah nuraninya. Beberapa hari berselang, ia kembali ke Pantai Labu dan membawa uang untuk biaya ke dokter dan diserahkan ke keluarga nenek tersebut. “Hati kecil saya puas setelah membantu mereka,” sebutnya.

Sayang, Fendy tidak bersedia salah satu bila foto masterpiecenya itu dikorankan. “Enggak enak sama keluarga mereka. Lagian nenek itu sudah tiada,” sebutnta.

Demikianlah Fendy menceritakan objek foto-foto lainnya. Hasil jepretan yang beberapa diantaranya sudah mengalami polesan di photoshop. “Saya memang penghobi foto salon,” katanya.

Hasil jepretan yang umumnya diambil dari perkampungan di Sumatera Utara dan Pulau Jawa dan daerah lain di Indonesia. Umumnya, Fendy memilih objek manusia atau mahluk hidup lain seperti ayam, orangutan. Untuk menguatkan cerita di foto, tak jarang ia menambahkan objek. Dari semua karya-karya itu, Fendy Yeoh merasa tidak perlu menuliskan latar belakang waku dan tempat, termasuk nama model dan objek. “Saya fotografer amatir, Cuma hobi dan tidak menjual foto,” ujarnya memberi alasan.

Hunting foto biasanya dilakukan di akhir pekan. Dengan kamera Nikon D 90nya, ia melepas kepenatan bekerja sambil melihat objek foto. “Berburu objek foto kalau saya tidak sedang main golf di Tuntungan,” kata pemilik usaha ofset tertua di Medan ini.

Kalau bepergian, Fendy lebih sering sendiri atau bergabung bersama rekan-rekannya pecinta fotografi. Sesekali ia ke Singapura, bertemu komunitas foto di sana. “Sekali sebulan, PSS (The Photographic Society of Singapore) melakukan kegiatan foto bersama. Objek, property dan lokasinya, pengurus yang sediakan,” sebutnya lagi.

Dari dua perkumpulan fotografer di Singapura itu pula Fendy Yeoh mendapat pengakuan hingga berhak menjadi juri lomba foto internasional. “Perkumpulan itu diakui oleh pemerintah Singapura dan perkumpulan internasional lain,” ungkapnya lagi. Saat ini, Fendy Yeoh sedang membidik pengakuan dari asosiasi fotografer Amerika Serikat. Jalan ke arah itu tampaknya sudah didapat. “Tinggal sedikit syarat lagi,” sebutnya. (tms)

Sosialisasi dengan Warga Desa

Ketertarikan Fendy Yeoh terhadap objek natural, membuatnya sering keluar-masuk perkampungan. Dia kerap menjadikan orang desa sebagai model. Dan untuk itu, Fendy harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. “Bisa makan waktu berjam-jam,” sebutnya.

Dari pengalamannya, orang-orang cenderung tidak mau diambil gambarnya kalau disebut foto itu untuk keperluan media massa. Setelah berbincang-bincang dan memperkenalkan diri sebagai penghobi foto, Fendy meminta modelnya melakukan kegiatan tertentu. “Bisa sampe 50 kali jepret,” katanya.

Di sebuah kampung di dekat Pantai Cermin, Fendy pernah membeli es krim dari merek ternama untuk diberikan kepada dua anak. “Kebetulan ada eskrim lewat,” sebutnya. Saat seorang anak menyeruput es dan dilihat oleh rekannya, Fendy mengambadikan momen tersebut. “Anak-anak posenya alami, tidak dibuat-buat. Tinggal kepekaan kita memilih momen yang bagus,” ujarnya. (tms)

Pandangan Fendy PC Yeoh tentang Fendy PC Yeoh

Pecinta seni foto semasa duduk di bangku SMA. Kamera adalah teman sejati yang selalu menenteng di bahu ketika bepergian. Walau masih duduk di bangku SMA kelas 3, telah menerima penghargaan di beberapa lomba foto pelajar internasional.

Setelah lulus kuliah di bidang teknik sipil, gantung kamera selama belasan tahun karena kesibukan pekerjaan. Angkat kamera kembali pada 2008 setelah bergabung dengan teman-teman sehobi di kota Medan. Saya sangat terhau oleh fotografer muda kota Medan yang penuh semangat dan antusias.

Selain aktif di Medan Digital Photographic Club MDPS), juga anggota Toba Photographer Club (TPC), Photographic Society of America (PSA), The Photographic Society of Singapore (PSS), dan Singapore Colour Photographic Society (SCPS).
Sejak 2010, meraih 235 kali accepted (diterima) oleh salon photo internasional dengan medali emas, perak, perunggu, penghargaan honorable mention dan lain-lain.(*)

 

Lahir Medan, 1949
Istri Nani Harifin (50 tahun)
Anak 1. Iin Meydi Winata (kuliah di Australia)
2. Ian Junardi (kuliah di Australia)
3. Irvin Dedy (SMA di Medan)
Pendidikan Teknik Sipil di University of Moneytoba
Pekerjaan Pemilik PT Pagi Tobacco Company

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/