22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Dipercaya untuk Tidak Mendekati Bisnis

New Hope-Dahlan Iskan

Inilah buku baru yang begitu diluncurkan minggu lalu langsung menjadi bahan bisik-bisik di kalangan konglomerat Indonesia. Sebagian isinya memang “sexy”. Bagus untuk jadi bahan gosip: curhat habis-habisan seorang menantu tentang mertuanya. Menariknya, sang mertua adalah konglomerat yang begitu besar: Dr. Mochar Riyadi. Dan sang menantu adalah juga konglomerat yang merasa tertekan: Dr. Tahir.

Maka kalau membaca buku ini sebaiknya jangan hanya di bagian yang sexy itu saja. Bisa salah paham. Bisa mendapat kesan yang mengganggu pikiran: begitu burukkah hubungan mertua dan menantu ini? Begitu negatifkah seorang menantu menilai mertuanya?
Buku ini berjudul “Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir, Living Sacrifice”, diterbitkan Gramedia. Ini memang buku biografi Dr. Tahair, pengusaha kelahiran Surabaya itu. Penulisnya seorang wartawati dan novelis yang sangat produktif: Alberthein Endah. Alberthein inilah yang juga banyak menulis buku biografi tokoh Indonesia, termasuk Ibu Ani Yudhoyono.

Mungkin, pada intinya, Dr. Tahir hanya ingin sekedar klarifikasi: bahwa kejayaannya saat ini bukanlah karena uang dari mertua. Tahir rupanya sangat risih dengan omongan seperti ini: enak ya jadi menantu konglomerat, pasti diberi banyak modal dari mertua. Tahir, menurut buku itu, perlu klarifikasi demi kehormatan dan martabat dirinya, keluarganya dan terutama anak-anaknya.

Tahir merasa tidak sepeserpun diberi modal oleh mertua.

“Dari segi materi nol,” katanya.

Bahkan sang mertualah yang masih punya hutang padanya. Sebesar 2,5 juta dolar. Dalam buku ini tersurat betapa Tahir merasa begitu tertekan di tengah keluarga mertuanya. Tidak ada kehangatan berada dalam keluarga konglomerat itu. Yang ada adalah jarak. Tahir pun merumuskan kalimat yang menarik yang menggambarkan keluarga Mochtar Riyadi: seorang konglomerat yang telah mempercayai saya menjadi menantunya, sekaligus tidak mengijinkan saya merapat pada bisnisnya.

Padahal Tahir merasa telah menempatkan diri sebagai menantu yang baik. Bahkan Tahir merasa telah mempertaruhkan nyawanya untuk menjadi benteng keluarga Mochtar Riyadi. Yakni ketika Tahir harus menghadapi mafia internasional yang mengancam keselamatan keluarga mertua. Tahir secara khusus menguraikan episode ini di dalam bukunya itu.

Berpuluh-puluh halaman dari buku ini dipergunakan Tahir untuk menguraikan perasaannya: tertekan, tersisih, terabaikan dan bahkan merasa sengaja disisihkan. Banyak contoh dia kemukakan di buku ini. Terlalu panjang dan terlalu terbuka kalau saya uraikan di sini. Saya, sebagai pengusaha yang akrab dengan lingkungan Tahir maupun Mochtar Riyadi memang pernah mendengar gosip hubungan yang kurang mesra di antara keduanya, tapi saya tidak mengira kalau hubungan itu sedramatik ini. Lebih tidak mengira lagi hal itu diungkapkan secara terbuka, blak-blakan, dalam sebuah buku tebal yang dijual secara bebas ini. Merinding membaca bagian-bagian tertentu di buku itu.

New Hope-Dahlan Iskan

Inilah buku baru yang begitu diluncurkan minggu lalu langsung menjadi bahan bisik-bisik di kalangan konglomerat Indonesia. Sebagian isinya memang “sexy”. Bagus untuk jadi bahan gosip: curhat habis-habisan seorang menantu tentang mertuanya. Menariknya, sang mertua adalah konglomerat yang begitu besar: Dr. Mochar Riyadi. Dan sang menantu adalah juga konglomerat yang merasa tertekan: Dr. Tahir.

Maka kalau membaca buku ini sebaiknya jangan hanya di bagian yang sexy itu saja. Bisa salah paham. Bisa mendapat kesan yang mengganggu pikiran: begitu burukkah hubungan mertua dan menantu ini? Begitu negatifkah seorang menantu menilai mertuanya?
Buku ini berjudul “Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir, Living Sacrifice”, diterbitkan Gramedia. Ini memang buku biografi Dr. Tahair, pengusaha kelahiran Surabaya itu. Penulisnya seorang wartawati dan novelis yang sangat produktif: Alberthein Endah. Alberthein inilah yang juga banyak menulis buku biografi tokoh Indonesia, termasuk Ibu Ani Yudhoyono.

Mungkin, pada intinya, Dr. Tahir hanya ingin sekedar klarifikasi: bahwa kejayaannya saat ini bukanlah karena uang dari mertua. Tahir rupanya sangat risih dengan omongan seperti ini: enak ya jadi menantu konglomerat, pasti diberi banyak modal dari mertua. Tahir, menurut buku itu, perlu klarifikasi demi kehormatan dan martabat dirinya, keluarganya dan terutama anak-anaknya.

Tahir merasa tidak sepeserpun diberi modal oleh mertua.

“Dari segi materi nol,” katanya.

Bahkan sang mertualah yang masih punya hutang padanya. Sebesar 2,5 juta dolar. Dalam buku ini tersurat betapa Tahir merasa begitu tertekan di tengah keluarga mertuanya. Tidak ada kehangatan berada dalam keluarga konglomerat itu. Yang ada adalah jarak. Tahir pun merumuskan kalimat yang menarik yang menggambarkan keluarga Mochtar Riyadi: seorang konglomerat yang telah mempercayai saya menjadi menantunya, sekaligus tidak mengijinkan saya merapat pada bisnisnya.

Padahal Tahir merasa telah menempatkan diri sebagai menantu yang baik. Bahkan Tahir merasa telah mempertaruhkan nyawanya untuk menjadi benteng keluarga Mochtar Riyadi. Yakni ketika Tahir harus menghadapi mafia internasional yang mengancam keselamatan keluarga mertua. Tahir secara khusus menguraikan episode ini di dalam bukunya itu.

Berpuluh-puluh halaman dari buku ini dipergunakan Tahir untuk menguraikan perasaannya: tertekan, tersisih, terabaikan dan bahkan merasa sengaja disisihkan. Banyak contoh dia kemukakan di buku ini. Terlalu panjang dan terlalu terbuka kalau saya uraikan di sini. Saya, sebagai pengusaha yang akrab dengan lingkungan Tahir maupun Mochtar Riyadi memang pernah mendengar gosip hubungan yang kurang mesra di antara keduanya, tapi saya tidak mengira kalau hubungan itu sedramatik ini. Lebih tidak mengira lagi hal itu diungkapkan secara terbuka, blak-blakan, dalam sebuah buku tebal yang dijual secara bebas ini. Merinding membaca bagian-bagian tertentu di buku itu.

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/