30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Nuklir Takut Radiasi, Panas Bumi Takut Spa

New Hope-Dahlan Iskan

Hati-hati. Banyak babi melintas di sini. Itulah papan peringatan baru di kawasan timur propinsi Fukushima. Utamanya di dekat  Minamisoma. Kota kecil yang paling menderita akibat tsunami besar lima tahun lalu. Ditambah bencana susulan dua hari kemudian: bocornya radiasi nuklir. Dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di situ.

Saya berkunjung ke lokasi ini minggu lalu. Dalam perjalanan menuju Amerika Serikat. Dari Tokyo saya naik kereta shinkansen dulu. 1,5 jam. Ke kota Fukushima. Lalu naik mobil. Dua jam. Ke arah pantai timurnya.

Babi kini memang berkembang liar di kawasan yang banyak hutannya itu. Juga kera. Berlompatan di pinggir jalan.

Manusia memang meninggalkan kawasan ini. Puluhan ribu orang meninggal  karena tsunami. Lebih banyak lagi mengungsi takut radiasi.

Terutama mereka yang berada di dalam radius 20 km dari PLTN. Sejak itu babi yang semula menjadi ternak mencari hidup sendiri-sendiri. Masuk hutan. Jadi babi hutan. Tidak ada lagi yang memelihara. Juga tidak ada lagi yang memotongnya.

Meski kawasan ini sudah tidak berpenghuni saya melihat banyak kendaraan berlalu-lalang di sini. Termasuk di jalan yang hanya sekitar 2 km dari PLTN. Itulah kendaraan petugas pembersih radiasi nuklir. Jumlahnya 4.000 orang. Cukup terlihat ramai.

Mengelilingi kawasan ini saya melihat banyak alat berat di ladang-ladang yang tidak ada tanamannya lagi. Tanah permukaan ladang itu dikupas. Dimasukkan karung. Ditumpuk. Diselimuti plastik. Satu tumpukan tingginya sekitar tiga meter. Lebar 8 meter. Panjang 24 meter. Ada yang lebih kecil dari itu. Atau lebih besar. Tergantung luas tanah yang dikupas.

Kawasan ini berbentuk bukit-bukit besar. Juga bukit-bukit kecil. Dengan hutan yang terawat. Di sela-sela bukit itulah terhampar ngarai-ngarai. Untuk perladangan. Dan perkampungan. Kawasan ini memang salah satu penghasil holtikultura utama di Jepang. Lautnya juga menghasilkan ikan salmon. Ada sungai besar di sini. Di musim tertentu salmon sedunia pulang. Ke muara sungai ini.

Apa nama sungai itu?

Ny. Zhizue Abe, penduduk asli di situ, tidak segera menjawab. Lama sekali dia mengingat-ingat.

“Namanya…ya…sungai salmon,” katanya tertawa. “Penduduk di sini menyebutnya begitu,” tambahnya. “Sejak nenek moyang kami.”

New Hope-Dahlan Iskan

Hati-hati. Banyak babi melintas di sini. Itulah papan peringatan baru di kawasan timur propinsi Fukushima. Utamanya di dekat  Minamisoma. Kota kecil yang paling menderita akibat tsunami besar lima tahun lalu. Ditambah bencana susulan dua hari kemudian: bocornya radiasi nuklir. Dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di situ.

Saya berkunjung ke lokasi ini minggu lalu. Dalam perjalanan menuju Amerika Serikat. Dari Tokyo saya naik kereta shinkansen dulu. 1,5 jam. Ke kota Fukushima. Lalu naik mobil. Dua jam. Ke arah pantai timurnya.

Babi kini memang berkembang liar di kawasan yang banyak hutannya itu. Juga kera. Berlompatan di pinggir jalan.

Manusia memang meninggalkan kawasan ini. Puluhan ribu orang meninggal  karena tsunami. Lebih banyak lagi mengungsi takut radiasi.

Terutama mereka yang berada di dalam radius 20 km dari PLTN. Sejak itu babi yang semula menjadi ternak mencari hidup sendiri-sendiri. Masuk hutan. Jadi babi hutan. Tidak ada lagi yang memelihara. Juga tidak ada lagi yang memotongnya.

Meski kawasan ini sudah tidak berpenghuni saya melihat banyak kendaraan berlalu-lalang di sini. Termasuk di jalan yang hanya sekitar 2 km dari PLTN. Itulah kendaraan petugas pembersih radiasi nuklir. Jumlahnya 4.000 orang. Cukup terlihat ramai.

Mengelilingi kawasan ini saya melihat banyak alat berat di ladang-ladang yang tidak ada tanamannya lagi. Tanah permukaan ladang itu dikupas. Dimasukkan karung. Ditumpuk. Diselimuti plastik. Satu tumpukan tingginya sekitar tiga meter. Lebar 8 meter. Panjang 24 meter. Ada yang lebih kecil dari itu. Atau lebih besar. Tergantung luas tanah yang dikupas.

Kawasan ini berbentuk bukit-bukit besar. Juga bukit-bukit kecil. Dengan hutan yang terawat. Di sela-sela bukit itulah terhampar ngarai-ngarai. Untuk perladangan. Dan perkampungan. Kawasan ini memang salah satu penghasil holtikultura utama di Jepang. Lautnya juga menghasilkan ikan salmon. Ada sungai besar di sini. Di musim tertentu salmon sedunia pulang. Ke muara sungai ini.

Apa nama sungai itu?

Ny. Zhizue Abe, penduduk asli di situ, tidak segera menjawab. Lama sekali dia mengingat-ingat.

“Namanya…ya…sungai salmon,” katanya tertawa. “Penduduk di sini menyebutnya begitu,” tambahnya. “Sejak nenek moyang kami.”

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/