29 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Agar Tidak Terkaget-kaget Donald Trump

New Hope-Dahlan Iskan

Sepertinya, kita sudah perlu tahu tentang yang satu ini: Bagaimana cara memahami jalan pikiran Donald Trump. Yang begitu aneh. Dan mengejutkan. Sampai-sampai ada tokoh partainya sendiri yang menganggapnya Hitler.

Sepertinya, kita sudah perlu belajar memahami yang satu ini: Mengapa ada orang yang menyenangi Donald Trump. Yang kian lama ternyata kian populer. Bahkan sudah memenangi persaingan calon presiden. Dari partai konservatif. Partai Republik. Di banyak negara bagian. Memang luar biasa banyak yang membencinya. Sampai ada kaukus anti-Trump. Termasuk di partainya sendiri.

Tapi, sepertinya, akhirnya, dialah yang terpilih. Jadi calon presiden dari Partai Republik. Lalu, siapa tahu, terpilih pula menjadi presiden Amerika Serikat.

Lebih baik kita tahu penyebab kepopulerannya. Daripada terkaget-kaget terus.

Kebetulan, saya baru mengikuti analisis yang sangat menarik. Dari seorang profesor ahli cara otak bekerja. Analisis itu dipublikasikan oleh Prof George Lakoff minggu lalu. Di Huffington Post. Lakoff bukan sembarang profesor. Dia distinguished professor. Dia ahli dalam ilmu ”bagaimana cara otak berpikir”. Lakoff sudah menulis empat buku di bidang itu. Yang terakhir berjudul Jangan Berpikir seperti Seekor Gajah.

Lakoff melihat, Donald Trump harus dinilai dari cara berpikir keluarga konservatif. Bukan keluarga progresif. Partai Republik adalah partai konservatif. Demokrat yang progresif.

Seseorang tergolong konservatif (atau progresif) bisa dilihat dari beberapa ciri. Yang konservatif, umumnya, berpikir bahwa disiplin keluarga adalah segala-galanya. Ayah adalah sosok yang strict. Ayah adalah wakil Tuhan di keluarga itu: memimpin doa, mendisiplinkan keluarga, menghukum anak, mengusahakan kesejahteraan, menjamin keamanan, menjaga kehormatan, dan seterusnya. Karena itu, umumnya, mereka penganut moral agama yang fanatik. Meski belum tentu menjalankan ritual keagamaan dengan baik.

Kalau perlu, ayah mendisiplinkan anak dengan kekerasan fisik. Prinsipnya: disiplin adalah benar. Disiplin adalah terhormat. Disiplin adalah sukses. Disiplin adalah menang. Disiplin adalah sumber kaya.

Mereka berpikirnya tembak langsung. Sebab-akibat. Tidak komprehensif. Mereka anggap berpikir komprehensif itu muter-muter.

Maka, tembak langsung saja. Salah harus dihukum. Membangkang diserang. Mengatasi membanjirnya imigran pun gampang: Bangun tembok. Mengatasi membanjirnya barang impor mudah: Larang! Mencari pengakuan: Siksa! Menjaga keamanan keluarga: Milikilah senjata di rumah! Karena itu, Obama gagal terus dalam usahanya membatasi kepemilikan senjata.

Rakyat senang dengan isu nilai-nilai keluarga seperti itu. Rakyat juga senang dengan jawaban tembak langsung. Seolah persoalan di depan mata langsung mendapati jalan keluar.

Keluarga Amerika sangat mendalam menghayati nilai keluarga seperti itu.

Realistis atau tidak soal lain. Mereka tidak bertanya: Apakah mungkin membangun tembok pembatas antarnegara sepanjang 1.500 km? Antara Amerika dan Meksiko itu. Apakah mungkin tidak ada impor barang? Apakah mungkin kalau semua orang punya senjata menjadi lebih aman?

New Hope-Dahlan Iskan

Sepertinya, kita sudah perlu tahu tentang yang satu ini: Bagaimana cara memahami jalan pikiran Donald Trump. Yang begitu aneh. Dan mengejutkan. Sampai-sampai ada tokoh partainya sendiri yang menganggapnya Hitler.

Sepertinya, kita sudah perlu belajar memahami yang satu ini: Mengapa ada orang yang menyenangi Donald Trump. Yang kian lama ternyata kian populer. Bahkan sudah memenangi persaingan calon presiden. Dari partai konservatif. Partai Republik. Di banyak negara bagian. Memang luar biasa banyak yang membencinya. Sampai ada kaukus anti-Trump. Termasuk di partainya sendiri.

Tapi, sepertinya, akhirnya, dialah yang terpilih. Jadi calon presiden dari Partai Republik. Lalu, siapa tahu, terpilih pula menjadi presiden Amerika Serikat.

Lebih baik kita tahu penyebab kepopulerannya. Daripada terkaget-kaget terus.

Kebetulan, saya baru mengikuti analisis yang sangat menarik. Dari seorang profesor ahli cara otak bekerja. Analisis itu dipublikasikan oleh Prof George Lakoff minggu lalu. Di Huffington Post. Lakoff bukan sembarang profesor. Dia distinguished professor. Dia ahli dalam ilmu ”bagaimana cara otak berpikir”. Lakoff sudah menulis empat buku di bidang itu. Yang terakhir berjudul Jangan Berpikir seperti Seekor Gajah.

Lakoff melihat, Donald Trump harus dinilai dari cara berpikir keluarga konservatif. Bukan keluarga progresif. Partai Republik adalah partai konservatif. Demokrat yang progresif.

Seseorang tergolong konservatif (atau progresif) bisa dilihat dari beberapa ciri. Yang konservatif, umumnya, berpikir bahwa disiplin keluarga adalah segala-galanya. Ayah adalah sosok yang strict. Ayah adalah wakil Tuhan di keluarga itu: memimpin doa, mendisiplinkan keluarga, menghukum anak, mengusahakan kesejahteraan, menjamin keamanan, menjaga kehormatan, dan seterusnya. Karena itu, umumnya, mereka penganut moral agama yang fanatik. Meski belum tentu menjalankan ritual keagamaan dengan baik.

Kalau perlu, ayah mendisiplinkan anak dengan kekerasan fisik. Prinsipnya: disiplin adalah benar. Disiplin adalah terhormat. Disiplin adalah sukses. Disiplin adalah menang. Disiplin adalah sumber kaya.

Mereka berpikirnya tembak langsung. Sebab-akibat. Tidak komprehensif. Mereka anggap berpikir komprehensif itu muter-muter.

Maka, tembak langsung saja. Salah harus dihukum. Membangkang diserang. Mengatasi membanjirnya imigran pun gampang: Bangun tembok. Mengatasi membanjirnya barang impor mudah: Larang! Mencari pengakuan: Siksa! Menjaga keamanan keluarga: Milikilah senjata di rumah! Karena itu, Obama gagal terus dalam usahanya membatasi kepemilikan senjata.

Rakyat senang dengan isu nilai-nilai keluarga seperti itu. Rakyat juga senang dengan jawaban tembak langsung. Seolah persoalan di depan mata langsung mendapati jalan keluar.

Keluarga Amerika sangat mendalam menghayati nilai keluarga seperti itu.

Realistis atau tidak soal lain. Mereka tidak bertanya: Apakah mungkin membangun tembok pembatas antarnegara sepanjang 1.500 km? Antara Amerika dan Meksiko itu. Apakah mungkin tidak ada impor barang? Apakah mungkin kalau semua orang punya senjata menjadi lebih aman?

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/