Indra juga tahu bahwa di pasar kini banyak dijual zat aditiv yang diklaim bisa menghemat BBM. Indra sendiri sudah mencobanya. Tapi, katanya, hasilnya tidak signifikan. Hematnya kurang dari 5 persen. Itu pun mengandung resiko menimbulkan kerak.
“Yang saya temukan ini bukan ramuan yang bersifat kimia,” katanya. “Ini menggunakan prinsip fisika,” tambahnya.
Dalam waktu singkat Indra sudah berhasil menjual lebih 2.000 untuk mobil dan 3.000 untuk motor. Itu baru di kotanya saja: Medan. Karena itu dia akan terus sibuk mengembangkannya ke seluruh Indonesia.
Bulan lalu Indra ditantang untuk pembuktian fisik. Seseorang yang ingin jadi distributor mengajaknya ngebut di jalan tol menuju Belawan. Yang digunakan sama-sama mobil Chevrolet Captive. Dealer Chevrolet ikut serta. Juga petugas bengkel. Tanki bensin diisi penuh.
Begitu selesai ujicoba, tanki diisi lagi. Ketahuan hasilnya. Dealer Chevrolet tersebut langsung mengakui kebenarannya. “Gila ini! Jadilah barang ini!” komentar mereka. Seperti dikutip Indra untuk saya.
“Bahkan sebenarnya hasil penghematan hari itu 42 persen,” kata Indra. Tapi Indra tidak mau menjanjikan setinggi itu dalam promosinya. “Saya pegang prinsip low promise high delivery,” katanya.
Apakah ini tergolong blue ocean? Atau red ocean seperti zat aditiv itu? Indra yakin temuannya ini tidak mudah ditiru. Ini bukan satu atau dua material tapi banyak material yang komposisikan. Tentu Indra merahasiakan jenis-jenis material itu. Tapi Indra tidak keberatan menjelaskan prinsipnya: mampu mengubah struktur molekul bahan bakar dari para rotation menjadi ortho rotation.
Ini bukan satu-satunya penemuan Indra. Ia masih merahasiakan Samsung-Samsung yang lain. Indra bertekad penghemat BBM ini sukses di pasar dulu. Secara nasional. Bahkan mendunia. Baru yang lainnya menyusul kelak.
Dalam hal nasib kelanjutan kuliahnya Indra memang rada bingung. Tapi soal penelitian fisika dia sangat optismistis . Tak mustahil masa depannya akan malah lebih cerah. (*)