Sebenarnya ada “partai” baru di Amerika: kebangkitan rakyat bersatu. Lahir sejak sebelum Pemilu yang lalu. Masih terbilang baru. Untuk ukuran penataan demokrasi di Amerika. Yang sudah berumur hampir 200 tahun.
Mengapa disebut kebangkitan rakyat bersatu? Karena orang yang tidak ikut partai pun kini bisa ikut menentukan politik. Termasuk menentukan siapa yang akan terpilih jadi presiden. Memang tidak bisa ikut mencalonkan, tapi bisa all out mendukung salah satu calon. Tentu calon yang disenangi. Atau menghabisi satu calon. Yang tidak disenangi.
Nama umum lembaga itu: Super PAC. Singkatan dari Political Action Committee. Siapa pun boleh mendirikan Super PAC. Tinggal mendaftarkannya ke komisi pemilihan umum. Lalu boleh menggalang dana. Tanpa batasan. Tanpa limit. Untuk mendukung atau menghabisi capres.
Donald Trump, misalnya, merasa dikerjai salah satu Super PAC. “Saya tahu ada Super PAC di balik Hillary,” ujarnya minggu lalu. “Pengumpulan dananya sampai 90 juta dolar.” Berarti hampir Rp 2,5 triliun.
Di AS lebih dari 5.000 PAC dan Super PAC berdiri. Tidak semua berkait dengan Pemilu. Atau politik. Ada PAC yang didirikan untuk mendukung satu gagasan. Atau menyerangnya. Misalnya gagasan reklamasi. Atau Mobil listrik. Atau jembatan Selat Sunda. Atau transplantasi. Atau apa pun. Mereka boleh mengumpulkan dana untuk mendukung atau menyerang.
Super PAC itu awalnya berbentuk PAC. Tapi untuk PAC ada batasan. Seseorang hanya boleh menyumbang PAC maksimum 2.500 dolar. Bahkan perusahaan dan perkumpulan dilarang. Tidak ada bedanya dengan peruturan komisi pemilihan umum untuk tim kampanye resmi partai. Bedanya, PAC tidak terikat program partai. Atau program capres.
Persoalan pun muncul. Yakni ketika sutradara Michael Moor bikin film berjudul “9/11” yang laris itu. Film humor politik. Penuh satire. Saya juga terhibur saat menontonya. Film itu menelanjangi incumben George W Bush. Habis-habisan. Terutama di balik pencitraannya. Saya jadi tahu berita tentang kehebatan Bush itu ternyata dibuat oleh sutradara. Bukan selalu yang senyatanya. Bush benar-benar “habis” di film itu. Pantas kalau pendukung Bush geram.
Pendukung Bush/Republik/konservatif tidak bisa menerima itu. Lalu mendirikan LSM. Namanya: Citizens United. Rakyat Bersatu. RB lah yang kemudian menggugat KPU: mengapa KPU membatasi pengumpulan dana untuk mendukung capres. Sedang orang seperti Moor dengan bendera nonpolitiknya bisa menghancurkan seorang capres.
Proses peradilan Rakyat Bersatu v KPU ini berlangsung lebih tiga tahun. Akhirnya Mahkamah Agung memenangkan gugatan Rakyat Bersatu. Tidak ada lagi batasan untuk menyumbang. Siapa pun boleh. Perorangan, perusahaan atau lembaga apa pun. Berapa pun boleh. Sampai seorang pengusaha media di Chicago menyumbang “Prioritas Amerika” sampai Rp 25 miliar.
Pembatasan, kata putusan itu, melanggar konstitusi Amerika. Terutama melanggar kebebasan Individu.
Dari putusan itu lahirlah Super PAC. Yakni PAC yang bebas. Istilah “Super PAC” sebenarnya bukan istilah hukum. Istilah itu dipopulerkan oleh seorang wartawan lewat tulisannya. Lalu menjadi istilah umum.
Dengan demikian pada dasarnya Super PAC lahir dari perut pendukung partai Republik. Hanya saja kini berbalik. Super PAC banyak didirikan mendukung Hillary.
Sebenarnya ada juga beberapa Super PAC yang mendukung Trump. Salah satunya yang jadi berita hangat ini: Super PAC dengan nama “Make America Great Again”. Nama itu diambil dari tema utama kampanye Trump. Pendirinya seorang wanita pendukung Trump di Colorado. Ivanka Trump pun diberitakan sempat menyumbang 100.000 dolar (Rp 1,3 miliar).
Tapi belakangan Super PAC ini dibubarkan. Oleh sang pendiri. Gara-garanya: Trump sering menyerang keberadaan Super PAC. Bahkan suatu kali Trump keceplosan bilang tidak didukung Super PAC pun tidak patheken.
Mungkin karena dia kaya raya.
Mungkin karena iri: begitu banyak Super PAC yang mendukung Hillary.