25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

35.000 Triliun Hilang dalam Tiga Hari

New Hope-Dahlan IskanBUKAN main besarnya gejolak pasar modal di Tiongkok ini. Untuk bisa memahaminya, perlu dilihat berapa banyak uang yang diperlukan untuk menghindarkan Yunani dari kebangkrutan ekonomi.

Uang yang hilang di pasar modal Tiongkok itu sepuluh kali lebih banyak dari utang yang diperlukan Yunani dari Zona Eropa yang hebohnya luar biasa itu. Sudah berbulan-bulan Yunani berjuang untuk mendapat utang tahap ketiga sebesar 68 miliar dolar. Sampai mengorbankan harga dirinya. Ibaratnya sampai harus menggadaikan kekayaan negaranya. Sampai sekarang pun utang itu belum bisa dicairkan.

Sedangkan uang yang hilang hanya dalam waktu tiga hari di pasar modal Tiongkok ini mencapai 3,2 triliun dolar. Hampir Rp 35.000 triliun. Hanya dalam tiga hari: tanggal 6, 7, dan 8 Juli 2015 lalu. Atau sama dengan 15 tahun anggaran negara Republik Indonesia. Kalau uang sebanyak itu yang hilang dari Indonesia, bisa dibayangkan akibatnya.

Tidak heran kalau ada ahli Amerika yang mengibaratkan gejolak itu sama dengan kejadian di AS tahun 1929. Artinya, kelesuan ekonomi yang luar biasa akan mengikutinya selama bertahun-tahun. Di AS peristiwa di pasar modal tahun 1929 itu mengakibatkan depresi ekonomi sampai lima tahun.

Apakah ekonomi Tiongkok akan seperti yang terjadi di AS setelah 1929? Tampaknya tidak. Para ekonom Tiongkok optimistis pertumbuhan ekonomi negara itu masih bisa 7 persen tahun ini. Rabu, Kamis, dan Jumat lalu, saat berada di Beijing, saya membaca banyak publikasi yang bernada optimistis.

Tentu saya tahu media di Tiongkok tidak independen, namun dari yang tidak tertulis pun saya menangkap optimisme itu. Apalagi, seminggu terakhir ini harga saham merangkak naik lagi. Naik 5 persen, naik lagi 3 persen, turun 1 persen, naik lagi 1 persen. Total seminggu lalu naik 8 persen.

Pemerintah Tiongkok turun tangan all-out. Uang likuiditas digelontorkan terus. BUMN diminta memborong saham-saham yang bagus. Lalu tidak boleh menjualnya dalam waktu dekat. BUMN yang punya saham lebih dari 5 persen juga diminta menahan sahamnya. Untuk sementara jumlah perusahaan baru yang masuk pasar modal dibatasi.

Akhirnya disepakati margin trading-lah penyebab utama gejolak itu. Lalu dimanfaatkan para pemain besar untuk mengeruk keuntungan ribuan triliun hanya dalam beberapa hari. Orang Tiongkok yang lagi gila saham memang sangat nekat. Mereka membeli saham dengan uang pinjaman dari bank. Mereka menghitung kenaikan harga saham jauh lebih besar daripada bunga bank.

New Hope-Dahlan IskanBUKAN main besarnya gejolak pasar modal di Tiongkok ini. Untuk bisa memahaminya, perlu dilihat berapa banyak uang yang diperlukan untuk menghindarkan Yunani dari kebangkrutan ekonomi.

Uang yang hilang di pasar modal Tiongkok itu sepuluh kali lebih banyak dari utang yang diperlukan Yunani dari Zona Eropa yang hebohnya luar biasa itu. Sudah berbulan-bulan Yunani berjuang untuk mendapat utang tahap ketiga sebesar 68 miliar dolar. Sampai mengorbankan harga dirinya. Ibaratnya sampai harus menggadaikan kekayaan negaranya. Sampai sekarang pun utang itu belum bisa dicairkan.

Sedangkan uang yang hilang hanya dalam waktu tiga hari di pasar modal Tiongkok ini mencapai 3,2 triliun dolar. Hampir Rp 35.000 triliun. Hanya dalam tiga hari: tanggal 6, 7, dan 8 Juli 2015 lalu. Atau sama dengan 15 tahun anggaran negara Republik Indonesia. Kalau uang sebanyak itu yang hilang dari Indonesia, bisa dibayangkan akibatnya.

Tidak heran kalau ada ahli Amerika yang mengibaratkan gejolak itu sama dengan kejadian di AS tahun 1929. Artinya, kelesuan ekonomi yang luar biasa akan mengikutinya selama bertahun-tahun. Di AS peristiwa di pasar modal tahun 1929 itu mengakibatkan depresi ekonomi sampai lima tahun.

Apakah ekonomi Tiongkok akan seperti yang terjadi di AS setelah 1929? Tampaknya tidak. Para ekonom Tiongkok optimistis pertumbuhan ekonomi negara itu masih bisa 7 persen tahun ini. Rabu, Kamis, dan Jumat lalu, saat berada di Beijing, saya membaca banyak publikasi yang bernada optimistis.

Tentu saya tahu media di Tiongkok tidak independen, namun dari yang tidak tertulis pun saya menangkap optimisme itu. Apalagi, seminggu terakhir ini harga saham merangkak naik lagi. Naik 5 persen, naik lagi 3 persen, turun 1 persen, naik lagi 1 persen. Total seminggu lalu naik 8 persen.

Pemerintah Tiongkok turun tangan all-out. Uang likuiditas digelontorkan terus. BUMN diminta memborong saham-saham yang bagus. Lalu tidak boleh menjualnya dalam waktu dekat. BUMN yang punya saham lebih dari 5 persen juga diminta menahan sahamnya. Untuk sementara jumlah perusahaan baru yang masuk pasar modal dibatasi.

Akhirnya disepakati margin trading-lah penyebab utama gejolak itu. Lalu dimanfaatkan para pemain besar untuk mengeruk keuntungan ribuan triliun hanya dalam beberapa hari. Orang Tiongkok yang lagi gila saham memang sangat nekat. Mereka membeli saham dengan uang pinjaman dari bank. Mereka menghitung kenaikan harga saham jauh lebih besar daripada bunga bank.

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/