Waktu saya di Melbourne, PM Australia dari Partai Liberal saat ini, Malcolm Turnbull, memang lagi bikin kejutan. Dia putuskan mempercepat pemilu serentak untuk DPR dan MPR: 2 Juli depan. Sebab, dia marah. Keinginannya untuk mengubah dua undang-undang (UU) dihambat parlemen. UU Perburuhan dan UU Infrastruktur. Yang dianggap kurang mendukung ekonomi negara. Keputusan itu menghebohkan. Sudah 30 tahun peluang kecil konstitusi itu tidak pernah lagi digunakan.
Prof Hill juga masih terus ke Indonesia. Perkembangan terbaru apa pun dia tahu. Termasuk perkembangan di bidang sastra. Kini dia lagi membaca novel yang juga kebetulan lagi saya baca: Lelaki Harimau. Edisi bahasa Inggris-nya berjudul Man Tiger. Karya sastrawan muda asal Pangandaran, pantai selatan Jabar: Eka Kurniawan.
Novel Lelaki Harimau dipandang sangat bermutu. Bahkan untuk kelas dunia. Masuk daftar 100 buku terbaik dunia The New York Times. Juga baru mendapat penghargaan internasional Global Thinkers of 2015. Hanya sedikit di bawah Nobel. Itulah novel pertama karya sastrawan Indonesia yang memperoleh penghargaan internasional setinggi itu.
Eka juga diakui sebagai sastrawan langka. Sejak Pramoedya Ananta Toer, belum pernah lahir sastrawan sekelas itu. Baru 70 tahun kemudian, lahir Eka Kurniawan ini. Novelnya yang lain, yang berjudul Cantik Itu Luka, menyusul dapat penghargaan internasional. World Readers Award 2016. Minggu lalu. Edisi bahasa Inggris-nya berjudul Beauty Is a Wound. Ada juga terjemahan bahasa Jepang-nya. Dan 23 bahasa lain.
Prof David Hill dengan kumis dan jenggot berewoknya tetap jangkung dan langsing. Seperti 30 tahun lalu. Hanya sedikit guratan tuanya. Dia memang kuat berjalan kaki. Tahun lalu dia berjalan kaki 700 km. Dari perbatasan Prancis ke Santiago de Compostela. Di ujung barat Spanyol. Menapaki perjalanan suci kaum Katolik.
Saya bisa memahami perjalanan 35 hari itu. Ada novel yang menceritakannya dengan magis. Karya novelis terkemuka Brasil yang tinggal di Paris: Paulo Coelho. Judulnya The Pilgrimage. Saya membaca hampir semua novel karya Coelho.
Bulan depan Prof Hill di usianya yang 60 tahun akan berjalan kaki lagi ke Santiago. Kali ini dari arah Lisbon, ibu kota Portugal. Sejauh 700 km.
Dia mendesak saya untuk ikut perjalanan itu. Mungkin karena melihat saya masih juga menggunakan sepatu kets. (*)