26 C
Medan
Saturday, February 22, 2025
spot_img

Tugas Berburu Boy 25 Sampai Lafayette

Saya pun lari ke internet. Harus ketemu. Ternyata, pusat Chanel ada di sebuah jalan kecil tidak jauh dari Medellin. Benar-benar pede merk ini.

Rupanya hanya sebangsa saya yang tidak tahu alamat tersebut. Buktinya, begitu tiba di jalan kecil itu orang sudah berjubel di depan toko: antre! Yaaa ampuuun. Beli tas antre! Satpam toko mengatur kapan antrean paling depan boleh masuk.

Saya pun begitu gembira ketika dapat giliran masuk. Saya berniat dengan semangat 45 akan membelikan juga istri saya. Kalau putri saya minta Boy 25, saya akan buat kejutan untuk istri saya: Boy 28. Ini saya rahasiakan dari anak saya. Juga tidak saya bocorkan ke istri.

Dengan gegap gempita (dalam hati) sampailah saya ke ruangan yang memajang tas. Pesssss. Kempes. Hati saya pun seperti ice cream jatuh dari cable car: kecewa. Boy 25 habis. Demikian juga Boy 28.

Saya belum menyerah. Ada info bahwa di mall terkenal itu, Galeries Lafayette, mungkin ada. Saya pun ke sana. Sekalian ingin ke gedung concert nasional untuk nonton orkestra. Ampun! Manusia berjubel di Lafayette. Mana itu krisis ekonomi?
Di sini pun untuk masuk ke toko Chanel harus antre! Saya amati beberapa orang yang ingin langsung masuk ditolak. Kelihatannya pengunjung dari Tiongkok. Harus antre.

Dari yang antre saat ini (Selasa, 27 Oktober 2015 jam 16.00) saya lihat 50 persennya turis dari Tiongkok. Yang di depan saya pasangan muda dari Sichuan. Yang di belakang saya pasangan muda dari Wuhan. Saya mengenal baik dua daerah itu. Sambil antre saya berbincang dalam bahasa mandarin dengan mereka. Kian banyak saja orang kaya di Tiongkok.

Begitu antrean saya tiba paling depan, petugas bertanya: tujuannya beli apa? Saya tidak tersinggung. Pasti bukan karena saya hanya pakai kaus dan sepatu kets. Terbukti semua ditanya seperti itu.

Ketika saya jawab bahwa saya akan beli Boy 25, dia langsung berkata: habis. Boy 28? Juga habis.

Saat itu di Indonesia sudah tengah malam. Putri saya masih on. Tapi begitu mendapat berita duka tersebut dia langsung kirim WA: ya sudah, saya tidur saja. Saya berdoa semoga tidak terbawa mimpi.

Istri saya tidak kecewa karena memang tidak tahu. Dalam hati saya merasa bersalah. Selama ini paling banter hanya membelikan istri tas dari Shenzhen. (*)

Saya pun lari ke internet. Harus ketemu. Ternyata, pusat Chanel ada di sebuah jalan kecil tidak jauh dari Medellin. Benar-benar pede merk ini.

Rupanya hanya sebangsa saya yang tidak tahu alamat tersebut. Buktinya, begitu tiba di jalan kecil itu orang sudah berjubel di depan toko: antre! Yaaa ampuuun. Beli tas antre! Satpam toko mengatur kapan antrean paling depan boleh masuk.

Saya pun begitu gembira ketika dapat giliran masuk. Saya berniat dengan semangat 45 akan membelikan juga istri saya. Kalau putri saya minta Boy 25, saya akan buat kejutan untuk istri saya: Boy 28. Ini saya rahasiakan dari anak saya. Juga tidak saya bocorkan ke istri.

Dengan gegap gempita (dalam hati) sampailah saya ke ruangan yang memajang tas. Pesssss. Kempes. Hati saya pun seperti ice cream jatuh dari cable car: kecewa. Boy 25 habis. Demikian juga Boy 28.

Saya belum menyerah. Ada info bahwa di mall terkenal itu, Galeries Lafayette, mungkin ada. Saya pun ke sana. Sekalian ingin ke gedung concert nasional untuk nonton orkestra. Ampun! Manusia berjubel di Lafayette. Mana itu krisis ekonomi?
Di sini pun untuk masuk ke toko Chanel harus antre! Saya amati beberapa orang yang ingin langsung masuk ditolak. Kelihatannya pengunjung dari Tiongkok. Harus antre.

Dari yang antre saat ini (Selasa, 27 Oktober 2015 jam 16.00) saya lihat 50 persennya turis dari Tiongkok. Yang di depan saya pasangan muda dari Sichuan. Yang di belakang saya pasangan muda dari Wuhan. Saya mengenal baik dua daerah itu. Sambil antre saya berbincang dalam bahasa mandarin dengan mereka. Kian banyak saja orang kaya di Tiongkok.

Begitu antrean saya tiba paling depan, petugas bertanya: tujuannya beli apa? Saya tidak tersinggung. Pasti bukan karena saya hanya pakai kaus dan sepatu kets. Terbukti semua ditanya seperti itu.

Ketika saya jawab bahwa saya akan beli Boy 25, dia langsung berkata: habis. Boy 28? Juga habis.

Saat itu di Indonesia sudah tengah malam. Putri saya masih on. Tapi begitu mendapat berita duka tersebut dia langsung kirim WA: ya sudah, saya tidur saja. Saya berdoa semoga tidak terbawa mimpi.

Istri saya tidak kecewa karena memang tidak tahu. Dalam hati saya merasa bersalah. Selama ini paling banter hanya membelikan istri tas dari Shenzhen. (*)

spot_img

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/