30.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Awas! Sembarang Sebar Data Pribadi di Dunia Maya Bisa Penjara 7 Tahun

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO—Teknologi informasi dan komunikasi atau TIK memudahkan tersedianya data pribadi secara digital. Data pribadi semakin mudah diperoleh, baik sadar maupun tidak sadar, baik legal maupun tidak legal.

WEBINAR: Webinar Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Rabu (21/7). (IST)

“Penggunaan data pribadi akan terus meningkat dikarenakan data pribadi dihimpun dan di-update secara berkelanjutan dalam waktu yang singkat, data pribadi untuk pelaksanaan Pemilu, transaksi bisnis, pengisian formulir digital, dan proses dalam waktu yang relatif singkat, serta data pribadi yang dihimpun, dihitung, dan disajikan rentan terhadap berbagai kecurangan,” kata Prof Zainal Arifin Hasibuan, saat menjadi pemateri dalam Webinar Literasi Digital 2021 yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 21 Juli kemarin.

Mengangkat tema “Memahami Aturan Perlindungan Data Pribadi”, profesor dalam bidang Ilmu Komputer dan dosen di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang, menyampaikan keamanan data pribadi diatur oleh konstitusi dan regulasi Indonesia pada UU ITE pasal 29 tahun 2008. Yakni bunyinya; barang siapa dengan sengaja melawan hukum memanfaatkan teknologi informasi untuk mengganggu hak privasi individu dengan cara menyebarkan data pribadi tanpa seizin yang bersangkutan, dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama tujuh tahun.

“Kesadaran masyarakat kita masih relatif rendah dalam melindungi data pribadi, oleh karena itu perlu memberdayakan berbagai institusi pendidikan untuk memberikan pendidikan akan pentingnya pengamanan data pribadi,” katanya.

Menurutnya, data pribadi merupakan data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Data pribadi meliputi; identitas kependudukan seperti nama dan tempat tinggal, identitas akses seperti PIN dan password, identitas spesifik seperti data biometrik, dan data keuangan pribadi.

David Berthony Manalu, Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, di sesi Budaya Digital menyampaikan materi bertajuk “Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital”. Menurutnya cara berbahasa yang baik dan benar di media sosial antara lain, stop ujaran kebencian dan utamakan empati, tidak provokatif terhadap unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

“Hindari perundungan seperti bullying dan body shaming, sampaikan informasi yang sesuai fakta, beri tanggapan yang sesuai dengan konteks, gunakan Bahasa Indonesia yang benar, serta baca ulang sebelum unggah atau komentar di media sosial,” katanya.

David menjabarkan fungsi bahasa antara lain untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan, untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, untuk memengaruhi pendapat orang lain, untuk belajar dan memeroleh informasi, serta untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan.

“Gaya bahasa dan konten mencakup gaya sangat formal atau khidmat yang biasa digunakan untuk membuat Undang-undang dan persidangan, gaya formal seperti dalam rapat dan buku, gaya konsultasi seperti guru pada siswa, gaya kasual seperti akrab kepada teman, serta gaya intimate yang biasa dipahami oleh sesame gang,” pungkasnya.

Di sesi Kecakapan Digital, Chika Audhika selaku Co-Founder dan CMO @Bicara.project, memaparkan tema “Pentingnya Digital Skill di Era Pandemi”. Chika menjelaskan beberapa tren pekerjaan yang paling dicari di 2021 antaranya; copywriter atau content writer, web developer, UI/UX designer, social media strategist, SEO specialist, dan data research.

“Tingkatkan digital skill dengan 3M yaitu, mengetahui macam-macam produk digital, menguasai produk digital, serta memanfaatkan produk digital. Manfaatkan digital skill dengan menciptakan branding, memperluas koneksi, dan memperkuat bisnis,” terangnya.

Narasumber terakhir pada sesi Etika Digital, dibawakan Yoel Octabe Purba, selaku Kabiro Kemahasiswaan Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar. Mengangkat tema “Pentingnya Pemahaman Membedakan Informasi Hoaks”, Yoel menjelaskan hoaks muncul akibat dari dampak negatif penyalahgunaan teknologi dan informasi.

“Hoax tidak dapat dihentikan 100% karena berita palsu menjadi bagian dari arus kehidupan manusia sejak dulu. Hoaks pada media sosial bersifat mudah dibagikan dan cepat. Media digital sulit membedakan berita yang benar dan mencabut berita palsu di media digital saat ini kurang didukung teknologi,” urainya.

Disebut dia, elemen berita hoax mencakup lebih mengutamakan opini daripada fakta, menggunakan kalimat persuasif, serta terkesan menakut-nakuti, menyesatkan, meneror, menghujat, dan provokatif kepada penerima berita. Cara efektif menghadapi hoaks antara lain, menurutnya, kenali judul yang cenderung provokatif, kenali dan perhatikan foto dan deskripsinya, cek alamat situs atau sumber berita, bedakan fakta dan opini, mengikuti grup komunitas anti hoax, serta memutus tali hoax dengan mengacuhkan berita, unfollow, dan laporkan berita hoaks tersebut.

Webinar dirangkum Dwi Bidari, influencer dengan followers 13,9 ribu. Ia menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi memberikan sambutan tujuan program Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, program ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan literasi digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 kota/kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, orangtua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan sebagainya.

Empat kerangka digital yang diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture di mana masing-masing kerangka mempunyai beragam tema. (rel/dek)

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO—Teknologi informasi dan komunikasi atau TIK memudahkan tersedianya data pribadi secara digital. Data pribadi semakin mudah diperoleh, baik sadar maupun tidak sadar, baik legal maupun tidak legal.

WEBINAR: Webinar Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Rabu (21/7). (IST)

“Penggunaan data pribadi akan terus meningkat dikarenakan data pribadi dihimpun dan di-update secara berkelanjutan dalam waktu yang singkat, data pribadi untuk pelaksanaan Pemilu, transaksi bisnis, pengisian formulir digital, dan proses dalam waktu yang relatif singkat, serta data pribadi yang dihimpun, dihitung, dan disajikan rentan terhadap berbagai kecurangan,” kata Prof Zainal Arifin Hasibuan, saat menjadi pemateri dalam Webinar Literasi Digital 2021 yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 21 Juli kemarin.

Mengangkat tema “Memahami Aturan Perlindungan Data Pribadi”, profesor dalam bidang Ilmu Komputer dan dosen di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang, menyampaikan keamanan data pribadi diatur oleh konstitusi dan regulasi Indonesia pada UU ITE pasal 29 tahun 2008. Yakni bunyinya; barang siapa dengan sengaja melawan hukum memanfaatkan teknologi informasi untuk mengganggu hak privasi individu dengan cara menyebarkan data pribadi tanpa seizin yang bersangkutan, dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama tujuh tahun.

“Kesadaran masyarakat kita masih relatif rendah dalam melindungi data pribadi, oleh karena itu perlu memberdayakan berbagai institusi pendidikan untuk memberikan pendidikan akan pentingnya pengamanan data pribadi,” katanya.

Menurutnya, data pribadi merupakan data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Data pribadi meliputi; identitas kependudukan seperti nama dan tempat tinggal, identitas akses seperti PIN dan password, identitas spesifik seperti data biometrik, dan data keuangan pribadi.

David Berthony Manalu, Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, di sesi Budaya Digital menyampaikan materi bertajuk “Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital”. Menurutnya cara berbahasa yang baik dan benar di media sosial antara lain, stop ujaran kebencian dan utamakan empati, tidak provokatif terhadap unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

“Hindari perundungan seperti bullying dan body shaming, sampaikan informasi yang sesuai fakta, beri tanggapan yang sesuai dengan konteks, gunakan Bahasa Indonesia yang benar, serta baca ulang sebelum unggah atau komentar di media sosial,” katanya.

David menjabarkan fungsi bahasa antara lain untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan, untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, untuk memengaruhi pendapat orang lain, untuk belajar dan memeroleh informasi, serta untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan.

“Gaya bahasa dan konten mencakup gaya sangat formal atau khidmat yang biasa digunakan untuk membuat Undang-undang dan persidangan, gaya formal seperti dalam rapat dan buku, gaya konsultasi seperti guru pada siswa, gaya kasual seperti akrab kepada teman, serta gaya intimate yang biasa dipahami oleh sesame gang,” pungkasnya.

Di sesi Kecakapan Digital, Chika Audhika selaku Co-Founder dan CMO @Bicara.project, memaparkan tema “Pentingnya Digital Skill di Era Pandemi”. Chika menjelaskan beberapa tren pekerjaan yang paling dicari di 2021 antaranya; copywriter atau content writer, web developer, UI/UX designer, social media strategist, SEO specialist, dan data research.

“Tingkatkan digital skill dengan 3M yaitu, mengetahui macam-macam produk digital, menguasai produk digital, serta memanfaatkan produk digital. Manfaatkan digital skill dengan menciptakan branding, memperluas koneksi, dan memperkuat bisnis,” terangnya.

Narasumber terakhir pada sesi Etika Digital, dibawakan Yoel Octabe Purba, selaku Kabiro Kemahasiswaan Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar. Mengangkat tema “Pentingnya Pemahaman Membedakan Informasi Hoaks”, Yoel menjelaskan hoaks muncul akibat dari dampak negatif penyalahgunaan teknologi dan informasi.

“Hoax tidak dapat dihentikan 100% karena berita palsu menjadi bagian dari arus kehidupan manusia sejak dulu. Hoaks pada media sosial bersifat mudah dibagikan dan cepat. Media digital sulit membedakan berita yang benar dan mencabut berita palsu di media digital saat ini kurang didukung teknologi,” urainya.

Disebut dia, elemen berita hoax mencakup lebih mengutamakan opini daripada fakta, menggunakan kalimat persuasif, serta terkesan menakut-nakuti, menyesatkan, meneror, menghujat, dan provokatif kepada penerima berita. Cara efektif menghadapi hoaks antara lain, menurutnya, kenali judul yang cenderung provokatif, kenali dan perhatikan foto dan deskripsinya, cek alamat situs atau sumber berita, bedakan fakta dan opini, mengikuti grup komunitas anti hoax, serta memutus tali hoax dengan mengacuhkan berita, unfollow, dan laporkan berita hoaks tersebut.

Webinar dirangkum Dwi Bidari, influencer dengan followers 13,9 ribu. Ia menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi memberikan sambutan tujuan program Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, program ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan literasi digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 kota/kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, orangtua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan sebagainya.

Empat kerangka digital yang diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture di mana masing-masing kerangka mempunyai beragam tema. (rel/dek)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/