30 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Satu Desa Alergi Sinar Matahari

Sebuah desa di Sao Paulo, Brasil, memiliki warga yang terbilang unik. Desa bernama Araras tersebut menjadi komunitas terbesarn
di dunia penderita gangguan kulit langka, xeroderma pigmentosum (XP). Gangguan itu menyebabkan alergi terhadap sinar matahari.

Alergi sinar matahari// ilustrasi/sumut pos
Alergi sinar matahari// ilustrasi/sumut pos

Araras memiliki jumlah penderita XP hingga 20 orang diantara 800 total penghuni desa, yang artinya ada satu penderita diantara 40 orang. Perbandingan jumlah tersebut lebih tinggi dari Amerika Serikat yang satu berbanding satu juta warga. Tingginya angka itu juga disebabkan karena beberapa penderita menurunkan penyakitnya pada anak mereka.

Orang yang menderita XP rentan terkena kanker kulit dan tidak bisa menyembuhkan diri dari luka yang disebabkan sinar matahari. Kulit mereka akan kemerahan, kasar dan tidak enak dipandang mata karena sensitif terhadap sinar UV. Penyakit ini semakin sulit dihindari karena Brasil merupakan negara tropis dengan matahari menyengat.

Salah satunya adalah Djalma Antonio Jardim sudah menderita XP selama bertahun-tahun. Karena pekerjaannya di ladang yang terpapar matahari membuat penyakitnya makin buruk hingga memakan kulit bibir, hidung, pipi dan matanya. Kini berusia 38 tahun, Jardim pertama menyadari gejalanya di usia 9 tahun namun kurangnya pengetahuan akan XP membuatnya tidak mendapat penanganan sejak dini.

Warga di Araras memang terlambat mendapat penyuluhan tentang XP yang juga mempengaruhi fungsi organ tubuh lainnya. Lalu seorang guru, Gleice Francisca Machado, di sana akhirnya mempelajari tentang XP dan mengedukasi para warga terutama pencegahan di usia dini. Syukurlah, kini warga Araras sudah lebih memahami tentang XP dan mulai melakukan tindakan preventif.

Kini para warga sudah memasang penghalang sinar matahari, memakai lengan panjang dan bepergian saat malam dibanding siang. “Matahari adalah musuh besar kami dan membuat kami beralih dari pagi ke malam untuk beraktivitas demi hidup lebih lama,” ucap Gleice. (bbs/tom)

Sebuah desa di Sao Paulo, Brasil, memiliki warga yang terbilang unik. Desa bernama Araras tersebut menjadi komunitas terbesarn
di dunia penderita gangguan kulit langka, xeroderma pigmentosum (XP). Gangguan itu menyebabkan alergi terhadap sinar matahari.

Alergi sinar matahari// ilustrasi/sumut pos
Alergi sinar matahari// ilustrasi/sumut pos

Araras memiliki jumlah penderita XP hingga 20 orang diantara 800 total penghuni desa, yang artinya ada satu penderita diantara 40 orang. Perbandingan jumlah tersebut lebih tinggi dari Amerika Serikat yang satu berbanding satu juta warga. Tingginya angka itu juga disebabkan karena beberapa penderita menurunkan penyakitnya pada anak mereka.

Orang yang menderita XP rentan terkena kanker kulit dan tidak bisa menyembuhkan diri dari luka yang disebabkan sinar matahari. Kulit mereka akan kemerahan, kasar dan tidak enak dipandang mata karena sensitif terhadap sinar UV. Penyakit ini semakin sulit dihindari karena Brasil merupakan negara tropis dengan matahari menyengat.

Salah satunya adalah Djalma Antonio Jardim sudah menderita XP selama bertahun-tahun. Karena pekerjaannya di ladang yang terpapar matahari membuat penyakitnya makin buruk hingga memakan kulit bibir, hidung, pipi dan matanya. Kini berusia 38 tahun, Jardim pertama menyadari gejalanya di usia 9 tahun namun kurangnya pengetahuan akan XP membuatnya tidak mendapat penanganan sejak dini.

Warga di Araras memang terlambat mendapat penyuluhan tentang XP yang juga mempengaruhi fungsi organ tubuh lainnya. Lalu seorang guru, Gleice Francisca Machado, di sana akhirnya mempelajari tentang XP dan mengedukasi para warga terutama pencegahan di usia dini. Syukurlah, kini warga Araras sudah lebih memahami tentang XP dan mulai melakukan tindakan preventif.

Kini para warga sudah memasang penghalang sinar matahari, memakai lengan panjang dan bepergian saat malam dibanding siang. “Matahari adalah musuh besar kami dan membuat kami beralih dari pagi ke malam untuk beraktivitas demi hidup lebih lama,” ucap Gleice. (bbs/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/