26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Salak Pulau Naga Kini Menjadi Berkat

Sudiman (64), petani salak dari Pantailabu
Sudiman (64), petani salak dari Pantailabu

SUMUTPOS.CO  – RASA salak dari Pulau Naga Desa Denai Lama Kecamatan Pantailabu tak lagi diragukan. Selain rasanya manis seperti gula, salak ini juga memiliki air dan kulit yang tebal.

Pagi itu Sudiman (64) alias Diman membawa sabit kebelakang rumahnya. Rimbunan tanaman salak miliknya berada Dusun IV atau Pulau Naga Desa Denai Lama, Kecamatan Pantailabu tempatnya tinggal.

Awalnya bapak empat anak itu tidak pernah terpikir bakal menanam salak bali varietias salak gula pasir. Semula tahun 1980 atas saran iparnya yang terlebih dahulu menanam salak varietias salak gula pasir. Sudiman menanam sekira 80 batang tanamn salak di pekarangan rumahnya dengan luas sekira 1000 meter persegi.

Ketika itu, petani di sana belum sistem irigasi maka petani padi hanya dapat panen setahun ketia musim hujan tiba. Bila  tak menanam padi, buah salak yang ditanam menjadi tumpuhan ekonomi keluarga.

“Menanam salak dibutuhkan keuletan. Karena, tanaman salak membutuhkan bantuan ketika penyerbukan,”bilangnya.

Agar tanaman salaknya menghasilkan buah salak yang bagus serta manis sesuai dengan varietias aslinya, Sudiman memberikan pupuk kandang dengan priode tiga bulan sekali. Alhasil, sekarang tanaman salaknya bertambah banyak menjadi 1500 batang, serta menghasilkan 10 kilogram per hari salak. Setiap kilogramnya, Diman menjual salak hasil tanamanya, Rp10.000 per kilogram, kepada pedagang yang datang langsung membelinya.

Mulanya, salak-salak hasil tanamanya dibawak ke pasar dan toko buah untuk dijual. Tetapi, karena persediaan buah salaknya terbatas, serta telah dikenal warga sekitar sebagai petani salak maka Diman memutuskan tidak mengantar salaknya lagi ke pasar, tetapi hanya menunggu para pembeli yang datang.

“Warga Lubukpakam, Beringin  serta Pantailabu menyebut salak hasil tanaman saya, salak pulau naga. Karena, duluhnya dusun IV ini namanya, dusun pulau naga,”jelas suami dari Supriningsi itu.

Salak hasil tanaman Sudiman, buahnya putih, sebagaimana jenis Salak Bali terlihat jelas pada kulit salak. Dari segi fisik tampak luar tidak berbeda, dengan salak bali lainnya. tetapi, perbedaan mencolok akan terlihat bila kulit buahnya dikupas, akan tampak pada daging buahnya yang berwarna putih.

Dibandingkan dengan Salak Pondoh(Yogyakarta), Salak Gula Pasir daging buahnya lebih tebal dan berair. Sejak masih muda Salak Gula Pasir telah berasa manis. Itu sebabnya salak gula pasir ini harganya jauh lebih mahal dari Salak lain.(btr/azw)

 

Sudiman (64), petani salak dari Pantailabu
Sudiman (64), petani salak dari Pantailabu

SUMUTPOS.CO  – RASA salak dari Pulau Naga Desa Denai Lama Kecamatan Pantailabu tak lagi diragukan. Selain rasanya manis seperti gula, salak ini juga memiliki air dan kulit yang tebal.

Pagi itu Sudiman (64) alias Diman membawa sabit kebelakang rumahnya. Rimbunan tanaman salak miliknya berada Dusun IV atau Pulau Naga Desa Denai Lama, Kecamatan Pantailabu tempatnya tinggal.

Awalnya bapak empat anak itu tidak pernah terpikir bakal menanam salak bali varietias salak gula pasir. Semula tahun 1980 atas saran iparnya yang terlebih dahulu menanam salak varietias salak gula pasir. Sudiman menanam sekira 80 batang tanamn salak di pekarangan rumahnya dengan luas sekira 1000 meter persegi.

Ketika itu, petani di sana belum sistem irigasi maka petani padi hanya dapat panen setahun ketia musim hujan tiba. Bila  tak menanam padi, buah salak yang ditanam menjadi tumpuhan ekonomi keluarga.

“Menanam salak dibutuhkan keuletan. Karena, tanaman salak membutuhkan bantuan ketika penyerbukan,”bilangnya.

Agar tanaman salaknya menghasilkan buah salak yang bagus serta manis sesuai dengan varietias aslinya, Sudiman memberikan pupuk kandang dengan priode tiga bulan sekali. Alhasil, sekarang tanaman salaknya bertambah banyak menjadi 1500 batang, serta menghasilkan 10 kilogram per hari salak. Setiap kilogramnya, Diman menjual salak hasil tanamanya, Rp10.000 per kilogram, kepada pedagang yang datang langsung membelinya.

Mulanya, salak-salak hasil tanamanya dibawak ke pasar dan toko buah untuk dijual. Tetapi, karena persediaan buah salaknya terbatas, serta telah dikenal warga sekitar sebagai petani salak maka Diman memutuskan tidak mengantar salaknya lagi ke pasar, tetapi hanya menunggu para pembeli yang datang.

“Warga Lubukpakam, Beringin  serta Pantailabu menyebut salak hasil tanaman saya, salak pulau naga. Karena, duluhnya dusun IV ini namanya, dusun pulau naga,”jelas suami dari Supriningsi itu.

Salak hasil tanaman Sudiman, buahnya putih, sebagaimana jenis Salak Bali terlihat jelas pada kulit salak. Dari segi fisik tampak luar tidak berbeda, dengan salak bali lainnya. tetapi, perbedaan mencolok akan terlihat bila kulit buahnya dikupas, akan tampak pada daging buahnya yang berwarna putih.

Dibandingkan dengan Salak Pondoh(Yogyakarta), Salak Gula Pasir daging buahnya lebih tebal dan berair. Sejak masih muda Salak Gula Pasir telah berasa manis. Itu sebabnya salak gula pasir ini harganya jauh lebih mahal dari Salak lain.(btr/azw)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/