25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dari Artis, Pejabat hingga Presiden SBY Pernah Mencicipi

Soto Khas Medan di RM Sinar Pagi

Berawal dari kerja keras Zulkarnain, pemuda Sumatera Barat yang dijuluki Datuk Inda Kayo 45 tahun silam, membuka sebuah warung soto khas Medan kini tak hanya dikenal di Medan. Rumah Makan Sinar Pagi, di Jalan Sei Deli diburu para pemburu kuliner dari seantero tanah air.

“Mau makan apa bang?” kata seorang pelayan menanyakan ramah kepada kami yang baru datang. Hampir semua orang yang baru memasuki rumah makan dengan desain sederhana itu diperlakukan demikian. “Soto ayam,” jawab saya bersama rekan langsung melirik sebuah meja kosong.

Masih baru akan duduk, pesanan yang kami minta langsung tiba di meja. Tak perlu menunggu lama. Hidangan siap untuk disantap. Bersama perkedel, dan beberapa panganan lain di meja yang cukup lezat untuk dicampur.

Beginilah pelayanan di Rumah Makan Soto Sinar Pagi yang menyediakan menu utama soto. Bukannya berlebihan, namun Soto Sinar Pagi selalu menjadi pilihan tidak hanya warga Medan. Tapi juga para pendatang dari kota lain. Hampir semua kalangan. Bahkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono juga pernah mencicipi nikmatnya soto Medan khas Sinar Pagi.

“Waktu itu seingat saya tahun 2009. Pak SBY lagi kampanye untuk jadi presiden periode kedua. Iya bersama rombongannya dari partai,” kata Rusmiati (57), salah satu pengelola RM Sinar Pagi itu.

Selain itu artis-artis Ibukota kerap mencari warung Soto warisan keluarga ini jika berkunjung di Medan. Termasuk juga para pejabat-pejabat di Medan yang selalu datang ke Sinar Pagi untuk sarapan maupun makan siang.

“Wali Kota dari zaman Abdillah dulu seringlah kemari. Juga pejabat-pejabat lainnya,” kata warga Jalan Karya ini.

Tersohornya nama RM Sinar Pagi tidak didapat sekejap. RM Sinar Pagi sempat mengalami jatuh bangun sebelum akhirnya berkembang seperti saat  ini. Adalah Zulkarnain, Ayah Rusmiati yang sangat gigih merintis usahanya dari nol.

“Dulu ayah saya memang sering buat resep-resep sendiri. Memang orang Padang lidahnya hidup. Jadi pertama kali buat dagang nasi sayur di sekitar Olimpia Plaza. Tapi dulu sering diutangin sama kuli-kuli yang bekerja di situ. Jadi sempat gulung tikar,” kenang wanita yang akrab disapa Ros itu.
Ayah sembilan orang anak itu tak patah arang. Ia kembali berdagang lewat kereta sorong. Kali ini martabak manis menjadi pilihan untuk dijajakan. Sebelum akhirnya ia menyewa tempat dari keluarga Hakim di Sei Deli untuk berdagang nasi soto. Disinilah Soto Sinar Pagi berawal.

“Waktu itu saya masih kecil. Bapak terus dapat tempat di Sei Deli ini. Dari situ dia buat resep soto sampai akhirnya seperti sekarang ini menjadi favorit,” lanjut anak ketiga itu.

RM Sinar Pagi bisa disebut pelopor soto di Medan. Pasca itu barulah warung-warung soto menjamur hingga saat ini.
“Dulu masih sedikit warung soto. Cuman beberapa. Sekarang saja sudah banyak,” tambahnya.

Usaha Zulkarnain berkembang pesat. Sampai akhirnya ia harus menghembuskan nafas terakhir 1996, ia mewariskan usaha RM Sinar Pagi kepada anak-anaknya. Resep soto khas Sinar Pagi diberikannya kepada anak keenamnya.

“Adik saya rajin di rumah dan sering membantu masak. Jadi waktu Ayah sakit-sakitan resep itu diturunkan kepadanya. Setelah ayah meninggal usaha ini diturunkan kepada kami anak-anaknya,” katanya.

Semakin lama dan berkembang RM Sinar Pagi mengalami beberapa kali perubahan tempat. Di kios yang sama di Sei Deli dilebarkan seiring peminat soto yang semakin bertambah setiap harinya. Soto yang terdiri dari beberapa varian seperti ayam, daging dan campur kini dapat disantap dengan merogok kocek Rp19 ribu rupiah per porsi. Selain itu juga terdapat sop daging sebagai opsi lainnya.

“Dulu masih sempit, sekarang dilebarkan. Dulu masih papan-papan. Alhamdulillah penggemarnya terus ada dan bertambah. Yang terpenting selalu terapkan ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk,” tambahnya.

Karena itu Sinar Pagi selalu mengutamakan pelayanan. Selain pesanan yang tidak membuat pelanggan tidak perlu berlama-lama menunggu, kualitas rasa juga selalu dijaga.

“Rasa itu yang paling utama. Jika tidak bisa ditinggalkan. Jadi kadang-kadang saya sering merepet kalau nanti rasanya berbeda. Apalagi yang makan di sini juga dari berbagai kalangan,” ungkapnya.

Sinar Pagi kini membuka dua cabang di Jalan Orion dan Jalan Kol Sugiono/Wajir. Ini dikelola anak dari Rusmiati. “Kalau di Jalan Orion sejak tahun 90-an sudah buka. Kalau di Wajir tahun lalu. Kalau disana yang jaga adik-adik saya,” kata Idris, anak sulung Rusmiati. (*)

Soto Khas Medan di RM Sinar Pagi

Berawal dari kerja keras Zulkarnain, pemuda Sumatera Barat yang dijuluki Datuk Inda Kayo 45 tahun silam, membuka sebuah warung soto khas Medan kini tak hanya dikenal di Medan. Rumah Makan Sinar Pagi, di Jalan Sei Deli diburu para pemburu kuliner dari seantero tanah air.

“Mau makan apa bang?” kata seorang pelayan menanyakan ramah kepada kami yang baru datang. Hampir semua orang yang baru memasuki rumah makan dengan desain sederhana itu diperlakukan demikian. “Soto ayam,” jawab saya bersama rekan langsung melirik sebuah meja kosong.

Masih baru akan duduk, pesanan yang kami minta langsung tiba di meja. Tak perlu menunggu lama. Hidangan siap untuk disantap. Bersama perkedel, dan beberapa panganan lain di meja yang cukup lezat untuk dicampur.

Beginilah pelayanan di Rumah Makan Soto Sinar Pagi yang menyediakan menu utama soto. Bukannya berlebihan, namun Soto Sinar Pagi selalu menjadi pilihan tidak hanya warga Medan. Tapi juga para pendatang dari kota lain. Hampir semua kalangan. Bahkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono juga pernah mencicipi nikmatnya soto Medan khas Sinar Pagi.

“Waktu itu seingat saya tahun 2009. Pak SBY lagi kampanye untuk jadi presiden periode kedua. Iya bersama rombongannya dari partai,” kata Rusmiati (57), salah satu pengelola RM Sinar Pagi itu.

Selain itu artis-artis Ibukota kerap mencari warung Soto warisan keluarga ini jika berkunjung di Medan. Termasuk juga para pejabat-pejabat di Medan yang selalu datang ke Sinar Pagi untuk sarapan maupun makan siang.

“Wali Kota dari zaman Abdillah dulu seringlah kemari. Juga pejabat-pejabat lainnya,” kata warga Jalan Karya ini.

Tersohornya nama RM Sinar Pagi tidak didapat sekejap. RM Sinar Pagi sempat mengalami jatuh bangun sebelum akhirnya berkembang seperti saat  ini. Adalah Zulkarnain, Ayah Rusmiati yang sangat gigih merintis usahanya dari nol.

“Dulu ayah saya memang sering buat resep-resep sendiri. Memang orang Padang lidahnya hidup. Jadi pertama kali buat dagang nasi sayur di sekitar Olimpia Plaza. Tapi dulu sering diutangin sama kuli-kuli yang bekerja di situ. Jadi sempat gulung tikar,” kenang wanita yang akrab disapa Ros itu.
Ayah sembilan orang anak itu tak patah arang. Ia kembali berdagang lewat kereta sorong. Kali ini martabak manis menjadi pilihan untuk dijajakan. Sebelum akhirnya ia menyewa tempat dari keluarga Hakim di Sei Deli untuk berdagang nasi soto. Disinilah Soto Sinar Pagi berawal.

“Waktu itu saya masih kecil. Bapak terus dapat tempat di Sei Deli ini. Dari situ dia buat resep soto sampai akhirnya seperti sekarang ini menjadi favorit,” lanjut anak ketiga itu.

RM Sinar Pagi bisa disebut pelopor soto di Medan. Pasca itu barulah warung-warung soto menjamur hingga saat ini.
“Dulu masih sedikit warung soto. Cuman beberapa. Sekarang saja sudah banyak,” tambahnya.

Usaha Zulkarnain berkembang pesat. Sampai akhirnya ia harus menghembuskan nafas terakhir 1996, ia mewariskan usaha RM Sinar Pagi kepada anak-anaknya. Resep soto khas Sinar Pagi diberikannya kepada anak keenamnya.

“Adik saya rajin di rumah dan sering membantu masak. Jadi waktu Ayah sakit-sakitan resep itu diturunkan kepadanya. Setelah ayah meninggal usaha ini diturunkan kepada kami anak-anaknya,” katanya.

Semakin lama dan berkembang RM Sinar Pagi mengalami beberapa kali perubahan tempat. Di kios yang sama di Sei Deli dilebarkan seiring peminat soto yang semakin bertambah setiap harinya. Soto yang terdiri dari beberapa varian seperti ayam, daging dan campur kini dapat disantap dengan merogok kocek Rp19 ribu rupiah per porsi. Selain itu juga terdapat sop daging sebagai opsi lainnya.

“Dulu masih sempit, sekarang dilebarkan. Dulu masih papan-papan. Alhamdulillah penggemarnya terus ada dan bertambah. Yang terpenting selalu terapkan ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk,” tambahnya.

Karena itu Sinar Pagi selalu mengutamakan pelayanan. Selain pesanan yang tidak membuat pelanggan tidak perlu berlama-lama menunggu, kualitas rasa juga selalu dijaga.

“Rasa itu yang paling utama. Jika tidak bisa ditinggalkan. Jadi kadang-kadang saya sering merepet kalau nanti rasanya berbeda. Apalagi yang makan di sini juga dari berbagai kalangan,” ungkapnya.

Sinar Pagi kini membuka dua cabang di Jalan Orion dan Jalan Kol Sugiono/Wajir. Ini dikelola anak dari Rusmiati. “Kalau di Jalan Orion sejak tahun 90-an sudah buka. Kalau di Wajir tahun lalu. Kalau disana yang jaga adik-adik saya,” kata Idris, anak sulung Rusmiati. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/