Makanan Khas Mandailing Natal
Dari sekian banyak makanan khas Mandailing Natal, kipang masih menjadi pilihan. Soalnya, makanan ringan yang satu ini, rasanya renyah dan manis. Kipang terbuat dari bahan dasar beras pulut atau berat biasa.
ak hanya itu, cara pembuatannya juga tergolong simpel yakni terlebih dahulu beras pulut atau beras biasa, dimasak. Hanya saja bedanya dengan masak nasi biasa, air untuk memasak beras pulut ini lebih sedikit sehingga begitu dimasak nasinya agak keras.
Nah, setelah itu nasi tersebut dikeringkan untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam adonan gula aren. Setelah semuanya menyatu, barulah kipang tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah disediakan. Kemudian cetakan dipanaskan di atas tungku yang apinya berasal dari kayu bakar. Setelah itu didinginkan untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik untuk dipasarkan.
“Kipang ini memang makanan khas Mandailing Natal sejak tahun 1930-an. Sekarang pun, jika ada acara-acara di lingkungan pemerintahan, yang namanya kipang tidak pernah dilupakan,” ungkap Ahmad Ansyari Nasution, Kepala Dinas Perindag, Koperasi, UKM dan Pasar kepada wartawan koran ini di stand Pemkab Mandailing Natal Komplek PRSU, kemarin malam (25/3).
Dinas Perindag, Koperasi, UKM dan Pasar merupakan instansi pemerintah yang membina masyarakat yang memproduksi kipang ini. Dari pengalaman Ansyari, kipang bukan hanya disukai masyarakat Mandailing Natal saja, tetapi warga di luar daerah itu, juga suka. Nah, yang paling membanggakan lagi setiap masyarakat perantauan yang pulang ke Mandailing Natal, dan saat pulang ke daerahnya selalu membawa oleh-oleh kipang.
“Kipang ini enak, dan mudah dibawa kemana-mana. Yang paling terkesan lagi adalah rasanya yang manis karena menggunakan gula aren,” ungkapnya.
Selain kipang, ada juga makanan khas lainnya yakni alame. Dalam bahasa keseharian, kata Ansyari alame adalah dodol. Tetapi alame yang satu ini berbeda dengan dodol kebanyakan. Selain menggunakan gula aren, alame yang sudah dimasak langsung dimasukkan dalam sumpit pandan yang sudah dianyam. “Jadi kalau mau memakannya, kita langsung memotong sumpit tersebut. Antara sumpit dan alame tidak akan lengket,” ungkapnya. Alame ini juga sudah menjadi makanan khas masyarakat Mandailing Natal ketika lebaran. “Rasanya kalau lebaran tidak masak alame, maka kesannya kurang lengkap,” ungkap Ansyari. Dia juga menambahkan untuk menambah nikmatnya makanan-makanan tradisonal Mandailing Natal ini biasanya sajiannya dilengkapi dengan kopi luak. Soalnya, selain sentra penghasil padi, Mandailing Natal juga menjadi sentra penghasil kopi. Khasnya lagi, kopi luak yang sudah digiling halus itu lalu dimasukkan ke dalam cangkir yang terbuat dari batok kelapa dan diaduk menggunakan kayu manis. “Pokoknya nikmat dan enak,” pungkas Ansyari. Lantas dimana mendapatkan makanan khas Mandailing Natal? Ditanya begitu Ansyari menjawab selama pelaksanan PRSU, makanan khas Mandailing Natal ini bisa dicicip dan boleh
juga dibawa pulang.(dra)