“Tahun 2017 kami mentargetkan membangun 20.000 homestay (pondok wisata), tahun 2018 sebanyak 30.000, dan tahun 2019 sebanyak 50.000 unit. Sebagai quick win dalam waktu dekat dibangun 1.000 homestay di 10 destinasi prioritas,” kata Menpar Arief Yahya.
Sementara itu program aksesibiltas udara merupakan program strategis yang harus diwujudkan tahun ini. Sekitar 80% kedatangan wisman ke Indonesia menggunakan moda transportasi udara sehingga tersedianya seat pesawat (seat capacity) yang cukup menjadi kunci untuk mencapai target 2017 hingga 2019 mendatang.
Tersediaannya kapasitas seat sebanyak 19,5 juta oleh perusahaan maskapai penerbangan (airlines) Indonesia dan asing saat ini, menurut perhitungan Menpar, hanya cukup untuk menenuhi target kunjungan 12 juta wisman pada 2016, sedangkan untuk target 15 juta wisman tahun 2017 membutuhkan tambahan 4 juta seat. Untuk target 18 juta wisman tahun 2018 membutuhkan tambahan 3,5 juta seat atau menjadi 7,5 juta seat, sedangkan untuk mendukung target 20 juta wisman pada 2019 perlu tambahan 3 juta seat atau menjadi 10,5 juta seat pesawat.
Dalam memenuhi tambah 4 juta seat dalam mendukung target 15 juta wisman pada 2017 Kemenpar melakukan strategi 3 A (Airlines–Airport & Air Navigation=Authorities) termasuk peningkatkan kapasitas bandara; tahun 2017 tanpa pembangunan fisik bandara namun perlu dilakukan penataan slot time ; perpanjangan jam operasional; melakukan deregulasi, dan pemanfaatan IT dan SDM.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan tahun 2018 perlu dilakukan pengembangan bandara secara terbatas (1 tahun) meliputi; rapid exit runway & apron Bali; percepatan pekerjaan (overlay/runway, taxiway, apron; CKG, SUB, TNJ, SRG); dan perluasan terminal CKG (Bandara Soekarno-Hatta), MDC (Bandara Internasional Sam Ratulangi), dan LOP (Bandara Internasional Lombok) membutuhkan waktu satu tahun, sedangkan untuk mementuhi kebutuhan tahun 2019 perlu dilakukan pembangunan bandara baru (waktu 2-3 tahun) yakni; New JOG (Yogya) ; New Bali; New Banten, New BDO (Bandung).
Menpar Arief Yahya menjelaskan dari hasil studi Badan Pariwisata Dunia (UN-WTO) dan bechmark beberapa negara dapat disimbulkan antara lain; konektivitas merupakan key succes factor pengembangan pariwisata; permasalahan konektivitas lebih banyak bermuara pada isu regulasi.
Sebagai bechmarking Jepang adalah salah satu negara yang melakukan bilateral air agreement dengan AS tahun 1998 dan memberikan meningkatnya kunjungann wisman AS ke Jepang sebesar 33,8%. Begitu pula Malaysia melalukan bilateral air agreement dengan ASEAN tahun 2002 memberikan dampak meningkatnya kunjungan wisman dari negara anggota ASEAN ke Malaysia hingga 18,1%.
Adapun narasumber yang akan tampil di forum bersama komunitas media di Bali, yang diinisiasi Biro Hukum dan Komunikasi Publik Kemenpar itu adalah Sekretaris Kementerian Pariwisata (Sesmenpar) Ukus Kuswara, Abudbar M. Mansoer (Ketua ITDC), M. Noer Sadono (Staf Khusus Menpar bidang Komunikasi), dan Anak Agung Gede Yuniartha (Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali). (rel)