SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Penampilan Menteri Pariwisata Arief Yahya (Menpar) Arief Yahya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Association of the Indonesian Tour & Travel Agencies (ASITA) di Ballroom Ciputra World, Surabaya menyita perhatian khusus peserta. Sekitar 300 delegasi ASITA dari seluruh Indonesia yang hadir itu serius menyimak pemaparan Menpar Arief Yahya terkait Digital Tourism.
Di tengah timbulnya disruption di banyak industri, Menpar Arief Yahya menyebut 3T yakni Telecommunication, Transportation, serta yang sedang dan akan terjadi, di Tourism. Kata-kata “tourism” inilah yang membuat audience menahan napas. Karena industri pariwisata, cepat atau lambat akan menghadapi perubahan yang revolusioner, mau tidak mau, suka tidak suka, industri pariwisata harus mengikuti perubahan konsumen.
“Revolusi teknologi digital ini tidak bisa dihindari, pasti terjadi! Pasti. Secara alamiah akan mengubah dunia, menciptakan model bisnis baru, jadi pelaku industri yang tidak mau berubah dengan platform digital, pasti akan ditinggalkan customer,” jelas Menpar Arief Yahya saat Gala Dinner menjelang Rakernas II ASITA, Jumat (10/11) malam.
Menpar Arief Yahya mencontohkan di transportasi terjadi ketika bertemu dengan digital, seperti Grab, Gojek dan Uber. Dengan munculnya digital transportation, harga pasar langsung berubah total, harga drop drastis. Begitupun di telekomunikasi, semakin murah, semakin gratis, akan semakin untung. Karena itu WhatsApp (WA), Google, Baidu, Line mengirimkan pesan gratis, tidak berbayar.
Sementara, revolusi ketiga adalah tourism. Ini yang paling diwanti-wanti Menpar Arief Yahya agar industri pariwisata Indonesia waspada. Menurutnya, bila travel agent tidak bisa mengikjti perubahan zaman, dikhawatirkan akan bernasib sama seperti warung telekomunikasi (wartel), terbunuh dengan sendirinya. Travel agent konvensional akan sulit bersaing dengan online travel Agent, seperti Traveloka, Booking.com, TripAdvisor, Ctrip, dan lainnya.
“Mereka para online travel agent ini melakukan sharing economi, mengoptimalkan kapasitas, menjual yang kosong dengan harga murah dan mencari return dari cross selling. Ini semua bisa berjalan dengan cara digital. Bila travel agent masih berharap pada transaksi dengan pertemuan, ini pasti akan bernasib sama seperti wartel yang mati dengan munculnya selullar,” jelas Menpar Arief Yahya.
Menpar mengakui, revolusi ini pasti ada resistensi dari incumbent (travel agent konvensional). Namun Menteri Arief meyakinkan hal ini akan terjadi karena pengalamannya selama puluhan tahun menggeliti dunia telekomunikasi, termasuk saat menjadi Direktur Utama PT Telkom.
“Saya tidak asal ngomong, contohnya saat di Telkom, bila saat itu kami tidak masuk ke lini selullar, Telkom akan habis. Karena sudah menjadi kepastian masyarakat atau customer Telkom akan mematikan telpon rumahnya dan beralih ke ponsel. Begitu juga dengan tourism, turis sudah mencapai 70 persen melakukan search and share via online,” tutur pria asal Banyuwangi ini.
Di acara yang digelar tiga hari 10-12 November 2017 ini, Menpar Arief Yahya juga menyampaikan perubahan kinerja dalam organisasi Kementerian Pariwisata RI yang bergerak semakin cepat dan berorientasi ke arah program Digital Tourism.
Dalam presentasinya, Menpar Arief menjelaskan bahwa salah satu rahasia mengapa growth wisman Indonesia termasuk 20 besar dunia, atau naik hingga 25 persen? Di saat regional ASEAN dan dunia hanya naik rata-rata 6 persen. Dia mengaku semua disebabkan digital tourism yang diterapkannya.
“Karena kami semakin digital. Dari soal penggunaan Social Media, Big Data, E-Commerce (Look, Book, Pay), dan krusialnya digitalisasi untuk mendekatkan diri kepada konsumen,” kata Menpar Arief Yahya.
Ketua DPP ASITA Indonesia, Asnawi Bahar mengakui apa yang disampaikan Menpar Arief Yahya benar adanya. Sebab itu, kata dia, ASITA pun sudah mempersiapkan diri untuk terus beradaptasi mengikiti perubahan yang menuju digital tourism untuk tetap bisa memberikan kontribusi kedatangan wisman yang ditargetkan pemerintah.
“ASITA menyadari betul apa yang disampaikan Pak Menteri memang sedang terjadi. Karena itu ASITA juga menyiapkan aplikasi-aplikasi yang bisa digunakan para anggotanya untuk bisa turut bersaing di era digital tourism sekarang ini,” ujar Asnawi.
Asnawi menegaskan, salah satu yang menjadi pokok pembahasan dalam Rakernas II ASITA ini, adalah mematangkan aplikasi-aplikasi yang bisa digunakan anggotanya yang 90 persen adalah UMKM.
“Ini untuk menjawab tantangan yang datang kepada ASITA, sehingga kami terus mendorong digitalisasi kepada anggotanya. Karena kami menyadari tidak bisa menolak keadaan ini sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, kami akan berada di tengah-tengah keadaan ini. Ini harus kita jalani agar bisa tetap bersaing,” kata Asnawi.
Karena alasan itulah, lanjut Asnawi, Rakernas kali ini sengaja digelar di Jawa Timur. Dia menjelaskan, salah satu pemimpin daerah di Jawa Timur, yakni Banyuwangi, telah berhasil menerapkan digital tourism yang didengungkan Kementerian Pariwisata.
“Tidak dipungkuri bahwa Banyuwangi adalah daerah yang berhasil memajukan sektor pariwisatanya paling pesat di Indonesia. Semua karena pemimpinnya berhasil menjadi CEO yang bisa menerapkan dan menjawab tantangan perubahan zaman. Semua juga karena sinergi yang bagus dengan Menteri Pariwisata. Karena itu kami sepakat menjadikan Banyuwangi sebagai motivasi dalam memajukan pariwisata di daerah lainnya,” ungkap Asnawi.
Dalam Rakernas II ASITA ini, juga disepakati mempromosikan destinasi wisata yang ada di Jawa Timur baik yang sudah tersohor ataupun belum dikenal. Konsep Rakernas II inimengambil tema Fun Business, Explore the beauty of Mount Bromo, dan Effective & Efficient B2B Forum.
“Rakernas II dihadiri perwakilan DPD Asita di seluruh Indonesia ada 33 DPD. Juga ada Bromo Tengger Semeru Travel Mart Jatim juga yang mempertemukan buyer dan seller dalam sebuah forum B2B dan B2C,” kata Asnawi.
Asnawi menjelaskan, dalam pertemuan bisnis tertutup antara buyer dan seller berlangsung dalam satu hari. Para seller berasal dari agen wisata, hotel, penyelenggara MICE, tempat wisata dan atraksi wisata sebanyak dari 30 kota/kabupaten di Jawa Timur.
“Sementara buyer adalah agen-agen travel dari Indonesia dan berbagai negara di dunia yang ingin menjual paket tur wisata Jawa Timur (inbound). Ada juga pandangan berbeda pada tble top antara sektor wisata dan sektor industri. Pada sektor industri, buyer adalah importir produk-produk Indonesia,” pungkas Asnawi. (Rel)