Pasalnya, Kemenpar telah menyulap pasar menjadi tempat silaturahmi warga kedua negara.
“Selama ini, memang masyarakat PNG banyak yang lebih memilih berbelanja di pasar yang buka pada hari pasar Selasa, Kamis, dan Sabtu. Harga yang ditawarkan relatif lebih murah dan bervariasi. Semoga mereka akan lebih terhibur dengan festival crossborder yang rutin kami gelar di situ,” tandasny.
Di sisi lain, Menpar Arief Yahya mengakui, promosi pariwisata via musik memang sangat ampuh mendatangkan puluhan ribu orang.
“Kami belajar dari pengalaman menggelar even crossborder di Kepri, Kalbar dan NTT, di cross border Atambua, ada Kikan, Slank, Jamrud yang pernah diboyong Kemenpar. Di Kalbar, ada Wali dan Cita Citata. Semuanya mampu mendatangkan puluhan ribu pononton,” kata Menpar Arief Yahya.
Menurut menteri asal Banyuwangi itu, kekuatan musik sangat dahsyat. Musik adalah bahasa universal yang mampu menciptakan keramaian atau crowd. Menggelar event musik reggae di Skouw diyakini membuat wilayah crossborder semakin berkembang.
Pantai Baseg dan Holtekamp yang berpasir putih keabuan di dekat Skouw juga diyakini ikut ngehits.
Sebab, banyak orang yang akan mengarahkan pandangannya ke destinasi di bibir lautan Pasifik itu.
“Cross border tourism banyak manfaatnya, terutama negara yang punya perbatasan darat. Benchmarking-nya bisa dilihat dari Belanda yang sukses mendatangkan 18 juta wisatawan, 13 juta di antaranya berasal dari negara tetangganya seperti Jerman, Belgia, dan Prancis. Indonesia yang punya banyak perbatasan darat, mulai Papua, NTT, dan Kalimantan, sangat mungkin mengadopsi keberhasilan Belanda,” ungkapnya.
“Efek ekonominya juga bakal dahsyat. Kalau ada banyak orang Papua Nugini yang datang dan membelanjakan uangnya di Indonesia, ekonomi masyarakat setempat akan ikut bergerak. Perekonomian lokal akan hidup,” ujar peraih Marketeer of the Year 2013 itu.
“Nah, tunggu apa lagi? Yuk, ramaikan Pasar Skouw. Tonton konsernya dan nikmati keindahan Wonderful Indonesia,” kata Menpar Arief Yahya. (rel)