ATAMBUA, SUMUTPOS.CO – Ada regulasi yang agak “mengganjal” dalam mengembangkan Atambua sebagai destinasi crossborder. Timor Leste melarang eskpatriat yang ada di negara tetangga itu untuk menyeberang langsung ke Indonesia, meskipun sudah ada Bebas Visa Kunjungan (BVK) ke Indonesia.
Karena itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) akan membantu mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Karena inilah kendala di perbatasan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
“Ini merupakan pembicaraan goverment to goverment. Kami langsung akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negri (Kemlu) agar segera melobi pengubahan regulasi milik Timor Leste tersebut, terkait dengan pergerakan wisatawan mancanegara di perbatasan,” ujar Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Pasifik Kemenpar, Vinsensius Jemadu.
Sekadar informasi, Bupati Belu NTT Willybrodus Lay didampingi Kepala Dinas Pariwisata Belu Johanes Prihatin mengatakan, ada regulasi internal milik Timor Leste yang melarang ekspatriat (warga negara asing yang ada di Timor Leste) untuk menyeberang langsung melalui perbatasan Indonesia dan NTT melalui jalar darat.
Hal ini, menurut Willybrodus Lay, sangat merugikan Indonesia karena banyak sekali wisman yang statusnya ekspatriat tersebut yang ingin ke Indonesia. “Jumlahnya juga sangat banyak, sekitar 15 ribu orang. Bahkan beberapa orang ada yang sudah komitmen untuk berinvestasi di Atambua. Jadi selama ini, jika mereka mau ke Indonesia, harus lapor dulu ke perwakilannya di Bali, dan harus ke Denpasar dulu. Ini terlalu rumit padahal kita bebas Visa,” ujar Bupati yang biasa disapa Willy itu.
Apalagi, Menpar Arief Yahya punya taktik “Menjaring di Kolam Tetangga” seperti yang diterapkan di Singapore. Mempromosikan Wonderful Indonesia itu tidak hanya untuk Singaporean-nya, tetapi juga 15.5 juta wisman yang masuk Singapore setiap tahunnya.
ATAMBUA, SUMUTPOS.CO – Ada regulasi yang agak “mengganjal” dalam mengembangkan Atambua sebagai destinasi crossborder. Timor Leste melarang eskpatriat yang ada di negara tetangga itu untuk menyeberang langsung ke Indonesia, meskipun sudah ada Bebas Visa Kunjungan (BVK) ke Indonesia.
Karena itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) akan membantu mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Karena inilah kendala di perbatasan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
“Ini merupakan pembicaraan goverment to goverment. Kami langsung akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negri (Kemlu) agar segera melobi pengubahan regulasi milik Timor Leste tersebut, terkait dengan pergerakan wisatawan mancanegara di perbatasan,” ujar Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Pasifik Kemenpar, Vinsensius Jemadu.
Sekadar informasi, Bupati Belu NTT Willybrodus Lay didampingi Kepala Dinas Pariwisata Belu Johanes Prihatin mengatakan, ada regulasi internal milik Timor Leste yang melarang ekspatriat (warga negara asing yang ada di Timor Leste) untuk menyeberang langsung melalui perbatasan Indonesia dan NTT melalui jalar darat.
Hal ini, menurut Willybrodus Lay, sangat merugikan Indonesia karena banyak sekali wisman yang statusnya ekspatriat tersebut yang ingin ke Indonesia. “Jumlahnya juga sangat banyak, sekitar 15 ribu orang. Bahkan beberapa orang ada yang sudah komitmen untuk berinvestasi di Atambua. Jadi selama ini, jika mereka mau ke Indonesia, harus lapor dulu ke perwakilannya di Bali, dan harus ke Denpasar dulu. Ini terlalu rumit padahal kita bebas Visa,” ujar Bupati yang biasa disapa Willy itu.
Apalagi, Menpar Arief Yahya punya taktik “Menjaring di Kolam Tetangga” seperti yang diterapkan di Singapore. Mempromosikan Wonderful Indonesia itu tidak hanya untuk Singaporean-nya, tetapi juga 15.5 juta wisman yang masuk Singapore setiap tahunnya.