JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) sudah punya hak penuh atas lahan di Jalan Jawa Medan yang di atasnya ada bangunan mal Centre Point, pascakeluarnya putusan tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang memenangkan perusahaan plat merah itu.
PT KAI juga sudah punya dasar hukum yang kuat, jika misalnya ingin merobohkan bangunan Centre Point. Terlebih lagi, bangunan tersebut juga belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Sudah ada putusan PK, bangunan juga tak ada IMB-nya. Ya, sudah, sekarang terserah PT KAI sebagai pihak yang punya tanah, sudah punya dasar hukum yang kuat untuk merobohkan bangunan itu,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pambaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin di Jakarta, Senin (27/4).
Meski demikian, lanjut aktivis yang mengikuti perkembangan perkara sengketa lahan ini, dalam kasus seperti ini biasanya pemilik tanah akan menyurati dulu pihak yang mendirikan bangunan agar merobohkan sendiri bangunan itu.
“Begitu nanti salinan putusan sudah diberikan ke pihak-pihak terkait, KAI bisa menyurati PT ACK, mempersilakan bongkar sendiri bangunan itu, dengan tenggat waktu tertentu. Jika melewati tenggat waktu tidak juga dirobohkan, ya KAI berhak untuk merobohkan karena itu tanah merupakan tanah KAI yang notabene merupakan lahan aset negara,” ujar Iwan.
PT KAI, lanjutnya, tidak perlu memikirkan kerugian PT ACK karena itu sudah menjadi risiko yang harus ditanggungnya, tatkala mendirikan bangunan megah di atas tanah yang bukan miliknya. Justru, lanjutnya, PT KAI lah yang dirugikan karena sekian tahun lahan itu dicaplok pihak lain.
Iwan juga tidak setuju jika bangunan yang sudah berdiri itu dikelola dengan pola dikerjasamakan antara PT KAI dengan PT ACK. Alasannya, PT KAI merupakan perusahaan BUMN yang oleh negara diberi tugas mengurusi bisnis perkerataapian. “Kalau bangunan mal, kan gak nyambung dengan bisnis perkerataapian. Apa mal itu semuanya akan dijadikan tempat jual tiket kereta api? Kan gak mungkin,” ujarnya.
Namun, seandainya dipaksakan dikerjasamakan, maka PT KAI harus membuat anak perusahaan baru, yang bisnisnya di luar masalah perkeretaapian. “Dan itu perlu persetujuan pemerintah,” kata Iwan.
Sementara, terkait sikap Pemko Medan yang memberi sinyal akan tetap mengeluarkan IMB meski sudah ada putusan PK yang memenangkan PT KAI, Iwan mengatakan, tidak mungkin bisa IMB diterbitkan.
“Bagaimana bisa IMB diterbitkan? Syarat penerbitan IMB itu kan harus ada hak atas tanah, sebagai bukti tanah itu milik pihak yang mengajukan permohonan IMB. Kalau sudah ada putusan PK bahwa tanah itu milik PT KAI, ya nggak bisa IMB diterbitkan untuk pemilik mal (PT ACK, red). Ada-ada saja,” cetusnya, dengan nada heran.
Sementara soal dugaan gratifikasi pada sidang paripurna perubahan peruntukan di atas lahan di Jalan Jawa Medan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan mengimbau masyarakat untuk melaporkan hal tersebut. “Kalau ada laporan pasti akan kita tindaklanjuti ke depannya. Untuk penanganan kasusnya berada di Kejagung. Begitu pun, Pidsus Kejagung pastinya juga sudah tahu hal itu (Dugaan gratifikasi),” ungkap Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Medan, Erman Syahrudianto, Senin (27/4).
Rudi mengakui pada perubahan peruntukan yang dilakukan DPRD Medan penuh dengan keganjilan. Rudi pun meyakini Pidsus Kejagung akan segera melakukan pengembangan atas kasus dugaan pengalihan lahan itu. ”Pastinya ada pengembangan itu. Nanti Kejagung pastinya ada koordinasi juga untuk ini (gratifikasi),” jelasnya. (sam/gus/rbb)