26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dokter: Bayi Sudah Beberapa Hari Meninggal di Rahim

Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.
Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN
Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Saksi ahli, dr Binsar Sitanggang yang sempat menangani proses kelahiran lanjutan bayi malang tersebut mengatakan, sesuai kondisi yang ditemui pihaknya, disimpulkan jika bayi malang tersebut telah meninggal beberapa hari sebelum lahir. Dalam istilah medis, kasus semacam ini dikenal dengan istilah Distosia Bahu yang pada akhirnya membuat tubuh sang bayi yang telah meninggal menjadi rapuh.

“Karena sudah meninggal maka, tubuh si bayi rapuh. Nah, karena itu pula saat dalam proses kelahiran, bisa terjadi luka,” jelas dokter ahli kandungan itu. Keterangan dr Sitanggang dikuatkan juga oleh keterangan dr Reinhard JD Hutahaean, SH, Sp.F. Dokter forensik yang bertugas di RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar yang mengotopsi jenazah bayi itu menegaskan, sebelum lahir bayi itu telah meninggal di dalam kandungan, dan proses pembusukan tubuhnya telah dimulai.

“Sesuai hasil pemeriksaan kita, bayi tersebut sudah meninggal saat dalam kandungan,” kata Reinhard.

Amatan METRO, kondisi tubuh bayi malang tersebut, secara kasat mata memperlihatkan bukti, bahwa kematian terjadi sebelum proses kelahiran. Ini dapat dilihat dari kondisi tubuhnya yang sebagian besar sudah menghitam karena proses pembusukan. Di beberapa bagian tubuhnya juga didapati luka pecah, akibat proses pembusukan yang tengah berlangsung.

Mengenai kematian janin dalam kandungan (KJKD) ini, M br Sibagariang seorang bidan yang juga tenaga pengajar pada salah satu Akademi Kebidanan,saat diwawancarai menyebutkan, kasus kematian janin dalam kandungan (KJKD) adalah sesuatu yang biasa tejadi dalam kehamilan.

Menurut dia, sesuai disiplin ilmu yang dia miliki, setidaknya, ada 21 kemungkinan yang bisa memicu terjadinya kematian janin di dalam kandungan. Ke­21 kemungkinan itu kata wanita asal Tapanuli ini, antara lain ; Masalah Genetik Bayi, Bentuk Rahim Tidak Normal, Hamil Di Usia Tua, Obesitas, Pola Hidup Tidak Sehat, Mengkonsumsi Obat Sembarangan, Diabetes, Pengaruh Narkoba, Riwayat Kehamilan, Diabetes, dan Infeksi, yang mencakup dua kemungkinan lain, yakni Toksoplasmosis, atau Infeksi Menular Seksual.Kemudian, Pre Eklamsia atas kondisi kehamilan beresiko tinggi, Pendarahanberlebih, Kelainan Plasenta, Cairan Berlebihan Pada Janin, Ketidak Cocokan Darah antara ibu dan Bayi, Gerakan Janin Hiperaktif, Kehabisan Air Ketuban, Kelebihan Hari Perkiraan Persalinan (HPL), Demam, Kelainan Jantung, serta Pertumbuhan Bayi yang Terhambat.

Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.
Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN
Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Saksi ahli, dr Binsar Sitanggang yang sempat menangani proses kelahiran lanjutan bayi malang tersebut mengatakan, sesuai kondisi yang ditemui pihaknya, disimpulkan jika bayi malang tersebut telah meninggal beberapa hari sebelum lahir. Dalam istilah medis, kasus semacam ini dikenal dengan istilah Distosia Bahu yang pada akhirnya membuat tubuh sang bayi yang telah meninggal menjadi rapuh.

“Karena sudah meninggal maka, tubuh si bayi rapuh. Nah, karena itu pula saat dalam proses kelahiran, bisa terjadi luka,” jelas dokter ahli kandungan itu. Keterangan dr Sitanggang dikuatkan juga oleh keterangan dr Reinhard JD Hutahaean, SH, Sp.F. Dokter forensik yang bertugas di RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar yang mengotopsi jenazah bayi itu menegaskan, sebelum lahir bayi itu telah meninggal di dalam kandungan, dan proses pembusukan tubuhnya telah dimulai.

“Sesuai hasil pemeriksaan kita, bayi tersebut sudah meninggal saat dalam kandungan,” kata Reinhard.

Amatan METRO, kondisi tubuh bayi malang tersebut, secara kasat mata memperlihatkan bukti, bahwa kematian terjadi sebelum proses kelahiran. Ini dapat dilihat dari kondisi tubuhnya yang sebagian besar sudah menghitam karena proses pembusukan. Di beberapa bagian tubuhnya juga didapati luka pecah, akibat proses pembusukan yang tengah berlangsung.

Mengenai kematian janin dalam kandungan (KJKD) ini, M br Sibagariang seorang bidan yang juga tenaga pengajar pada salah satu Akademi Kebidanan,saat diwawancarai menyebutkan, kasus kematian janin dalam kandungan (KJKD) adalah sesuatu yang biasa tejadi dalam kehamilan.

Menurut dia, sesuai disiplin ilmu yang dia miliki, setidaknya, ada 21 kemungkinan yang bisa memicu terjadinya kematian janin di dalam kandungan. Ke­21 kemungkinan itu kata wanita asal Tapanuli ini, antara lain ; Masalah Genetik Bayi, Bentuk Rahim Tidak Normal, Hamil Di Usia Tua, Obesitas, Pola Hidup Tidak Sehat, Mengkonsumsi Obat Sembarangan, Diabetes, Pengaruh Narkoba, Riwayat Kehamilan, Diabetes, dan Infeksi, yang mencakup dua kemungkinan lain, yakni Toksoplasmosis, atau Infeksi Menular Seksual.Kemudian, Pre Eklamsia atas kondisi kehamilan beresiko tinggi, Pendarahanberlebih, Kelainan Plasenta, Cairan Berlebihan Pada Janin, Ketidak Cocokan Darah antara ibu dan Bayi, Gerakan Janin Hiperaktif, Kehabisan Air Ketuban, Kelebihan Hari Perkiraan Persalinan (HPL), Demam, Kelainan Jantung, serta Pertumbuhan Bayi yang Terhambat.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/