32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Nangis Bombay, Bocah Itu Diajak Nyanyi di Ruang Operasi: Satu Satu…

Foto: Dame/sumutpos.co Aulia Harahap digendong ibunya usai operasi katarak gratis 'Buka Mata Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Aulia Harahap digendong ibunya usai operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).

Anak kecil itu menangis dan menjerit sekencang yang dia mampu. Huaaaa…wa wawaa… Ibunya dan paramedis sibuk membujuk. Sebutir permen berhasil mendiamkannya di ruang bius. Tapi tangisnya kembali meledak di ruang operasi. Relawan pun turun. “Ayo kita nyanyi,” ajak si relawan yang paham psikologi anak-anak itu. Sejurus kemudian, lagu terkenal anak Indonesia ciptaan Bu Kasur meluncur: ”Satu satu.. aku sayang ibu…”

————
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
————

Meski menderita katarak –kedua matanya pula–, anak sekecil Aulia Harahap jelas belum kepikiran untuk ikut operasi. Umurnya baru 9 tahun. Baru duduk si kelas III SD di Paropo Julu Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Paluta. Ia masih belum paham tentang betapa pentingnya memiliki sepasang mata yang bisa melihat dengan baik, untuk masa depannya.

Untungnya Aulia memiliki ayah dan ibu yang peduli. Ayahnya, Shahban Harahap, warga Batangonang, Paluta, paling prihatin dengan kondisi sang anak. “Aulia anak saya paling besar. Adiknya ada tiga orang. Tetapi hanya dia yang menderita katarak. Kami sangat khawatir dengan masa depannya,” kata pria yang lebih fasih berbahasa Batak Mandailing dibanding Bahasa Indonesia ini, saat diajak ngobrol.

Aulia kena katarak bermula dari kedua matanya tersiram pasir secara tak sengaja, saat main-main sama temannya. Kala itu usianya baru 3 tahun.

Mengetahui kejadian itu, mereka hanya mencuci mata Aulia dengan air dan tidak melakukan upaya lain.

Beberapa waktu setelah itu, penglihatan anaknya mulai terganggu. Ia harus menonton TV dari jarak dekat. Saat itu kedua orangtuanya belum terlalu khawatir. Barulah setelah Aulia sekolah dan tidak dapat membaca jelas pelajaran di papan tulis, mereka sadar ada yang salah. Apalagi kemudian muncul bulatan putih di kedua bola mata sang anak.

Sayang, kondisi ekonomi membuat pengobatan mata Aulia terkendala. “Kami hanya petani kecil,” kata pria berkulit legam itu pelan.

Informasi mengenai adanya operasi katarak gratis yang disampaikan bidan desa, tentu saja disambut antusias. “Barangkali inilah jawaban untuk anakku!” harapnya.

Tetapi ada satu masalah. Sang ayah mengenal betul watak anaknya yang rewel, dan bisa saja menolak operasi jika diberitahu terus terang.

Maka Shahban memilih untuk bermain petak umpet. “Main-main ke Sidimpuan yuk Nak,” ajaknya.

Aulia mau. Dan mereka pun berangkat dari Paluta: Shahban, istrinya Suheilmi Harahap, Aulia Harahap, dan anaknya paling kecil.

Tiba di Sidimpuan, mereka ke RS Tentara Padangsidimpuan, lokasi operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan, sejak 24-27 Januari 2016.

Saat mendaftar, screening, pemeriksaan mata, ukur tekanan darah dan gula darah, dan biometri, Aulia masih belum protes. Namun saat mulai duduk antri menunggu giliran untuk operasi, ia mulai gelisah.

“Pak, mau ngapain kita ini???”
“Berobat, Nak!”
“Lama itu?”
“Nggak, paling juga 1 jam selesai,” jawab sang bapak.

Aulia terdiam. Dan tak lagi bertanya. Tetapi antrian pasien bergerak lambat. Maklum, meski operasi katarak hanya sekitar 10 menit per pasien, tetapi yang dioperasi ada ratusan orang. Jadi antrian cukup panjang.

“Pak, bisa kita pulang?” rengek Aulia lagi.

Sang ayah dan sang ibu kembali membujuk si bocah agar sabar, sambil terus berharap agar anaknya mau dioperasi.

Foto: Dame/sumutpos.co Aulia Harahap ditenangkan dengan nyanyian 'Sayang Semuanya, di ruang operasi katarak gratis 'Buka Mata Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Aulia Harahap ditenangkan dengan nyanyian ‘Sayang Semuanya, di ruang operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).

Namun pemandangan para pasien yang baru selesai operasi didorong di kursi roda ke ruang pemulihan dengan mata diperban dan ditutup, membuat Aulia gelisah dan gamang. Tak ayal saat tiba gilirannya dibaringkan di ruang anestesi (bius), mendadak Aulia yang sudah berjam-jam gelisah, menangis kencang.

“Nggak mau aku operasiiii…., huaaaaaa…!!!” jeritnya dan tangisnya meledak.

Foto: Dame/sumutpos.co Aulia Harahap digendong ibunya usai operasi katarak gratis 'Buka Mata Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Aulia Harahap digendong ibunya usai operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).

Anak kecil itu menangis dan menjerit sekencang yang dia mampu. Huaaaa…wa wawaa… Ibunya dan paramedis sibuk membujuk. Sebutir permen berhasil mendiamkannya di ruang bius. Tapi tangisnya kembali meledak di ruang operasi. Relawan pun turun. “Ayo kita nyanyi,” ajak si relawan yang paham psikologi anak-anak itu. Sejurus kemudian, lagu terkenal anak Indonesia ciptaan Bu Kasur meluncur: ”Satu satu.. aku sayang ibu…”

————
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
————

Meski menderita katarak –kedua matanya pula–, anak sekecil Aulia Harahap jelas belum kepikiran untuk ikut operasi. Umurnya baru 9 tahun. Baru duduk si kelas III SD di Paropo Julu Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Paluta. Ia masih belum paham tentang betapa pentingnya memiliki sepasang mata yang bisa melihat dengan baik, untuk masa depannya.

Untungnya Aulia memiliki ayah dan ibu yang peduli. Ayahnya, Shahban Harahap, warga Batangonang, Paluta, paling prihatin dengan kondisi sang anak. “Aulia anak saya paling besar. Adiknya ada tiga orang. Tetapi hanya dia yang menderita katarak. Kami sangat khawatir dengan masa depannya,” kata pria yang lebih fasih berbahasa Batak Mandailing dibanding Bahasa Indonesia ini, saat diajak ngobrol.

Aulia kena katarak bermula dari kedua matanya tersiram pasir secara tak sengaja, saat main-main sama temannya. Kala itu usianya baru 3 tahun.

Mengetahui kejadian itu, mereka hanya mencuci mata Aulia dengan air dan tidak melakukan upaya lain.

Beberapa waktu setelah itu, penglihatan anaknya mulai terganggu. Ia harus menonton TV dari jarak dekat. Saat itu kedua orangtuanya belum terlalu khawatir. Barulah setelah Aulia sekolah dan tidak dapat membaca jelas pelajaran di papan tulis, mereka sadar ada yang salah. Apalagi kemudian muncul bulatan putih di kedua bola mata sang anak.

Sayang, kondisi ekonomi membuat pengobatan mata Aulia terkendala. “Kami hanya petani kecil,” kata pria berkulit legam itu pelan.

Informasi mengenai adanya operasi katarak gratis yang disampaikan bidan desa, tentu saja disambut antusias. “Barangkali inilah jawaban untuk anakku!” harapnya.

Tetapi ada satu masalah. Sang ayah mengenal betul watak anaknya yang rewel, dan bisa saja menolak operasi jika diberitahu terus terang.

Maka Shahban memilih untuk bermain petak umpet. “Main-main ke Sidimpuan yuk Nak,” ajaknya.

Aulia mau. Dan mereka pun berangkat dari Paluta: Shahban, istrinya Suheilmi Harahap, Aulia Harahap, dan anaknya paling kecil.

Tiba di Sidimpuan, mereka ke RS Tentara Padangsidimpuan, lokasi operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan, sejak 24-27 Januari 2016.

Saat mendaftar, screening, pemeriksaan mata, ukur tekanan darah dan gula darah, dan biometri, Aulia masih belum protes. Namun saat mulai duduk antri menunggu giliran untuk operasi, ia mulai gelisah.

“Pak, mau ngapain kita ini???”
“Berobat, Nak!”
“Lama itu?”
“Nggak, paling juga 1 jam selesai,” jawab sang bapak.

Aulia terdiam. Dan tak lagi bertanya. Tetapi antrian pasien bergerak lambat. Maklum, meski operasi katarak hanya sekitar 10 menit per pasien, tetapi yang dioperasi ada ratusan orang. Jadi antrian cukup panjang.

“Pak, bisa kita pulang?” rengek Aulia lagi.

Sang ayah dan sang ibu kembali membujuk si bocah agar sabar, sambil terus berharap agar anaknya mau dioperasi.

Foto: Dame/sumutpos.co Aulia Harahap ditenangkan dengan nyanyian 'Sayang Semuanya, di ruang operasi katarak gratis 'Buka Mata Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Aulia Harahap ditenangkan dengan nyanyian ‘Sayang Semuanya, di ruang operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Senin (25/1/2016).

Namun pemandangan para pasien yang baru selesai operasi didorong di kursi roda ke ruang pemulihan dengan mata diperban dan ditutup, membuat Aulia gelisah dan gamang. Tak ayal saat tiba gilirannya dibaringkan di ruang anestesi (bius), mendadak Aulia yang sudah berjam-jam gelisah, menangis kencang.

“Nggak mau aku operasiiii…., huaaaaaa…!!!” jeritnya dan tangisnya meledak.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/