26.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

ABK: Disuruh Toke, Sogan Kami Menolak

Foto: Erwin Garingging/Metro Asahan/JPNN Kapolres Asahan, Tatan Dirsan, dalam paparan tangkapan sabu 5 kg di Mapolres Asahan, Rabu (27/1).  Ia didampingi Kasat Narkoba, AKP Syofian dan perwira lainnya.
Foto: Erwin Garingging/Metro Asahan/JPNN
Kapolres Asahan, Tatan Dirsan, dalam paparan tangkapan sabu 5 kg di Mapolres Asahan, Rabu (27/1). Ia didampingi Kasat Narkoba, AKP Syofian dan perwira lainnya.

ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Entah memang benar, atau hanya jawaban klasik yang dibuat-buat. Joni, Anto, dan Abdul Rahman kompak senada saat ditanya apa yang jadi alasan mereka menyelundup sabu.

Ketiganya mengaku, pengiriman sabu tersebut diotaki JM alias DV. Mereka tak kuasa menolak permintaan JM alias DV, majikan, sekaligus pemilik kapal kargo yang mereka awaki. “Namanya disuru toke bang. Tak elok jugo kalau ditolak,” jawab Joni, dari balik jeruji besi, di sel tahanan sementara Sat Narkoba Polres Asahan pada koran ini.

Bukan hanya hubungan sebagai anak buah dan boss. Joni mengatakan ketiganya terjalin ikatan emosional sejak lama.

“Berutang budi kami bang, samo toke. Sering kami dibantu, kalau ada masalah,” katanya dengan mengenakan celana pendek warna hitam dan bertelanjang dada.

Dia menyebutkan, bagi mereka yang berstatus anak buah, JM, juga dipandang sebagai sosok bos yang tidak pelit, dan selalu menghargai jerih payah anak buahnya. Sebut saja dalam hal gaji. Joni mengaku, tak jarang mereka mendapat bonus, sebagai tambahan upah rutin yang mereka terima. Sama halnya, saat mereka diminta membawa sabu dari Malaysia. Usai mengantarkan ratusan ton terasi ke negeri tetangga itu, ada tambahan uang, yang menurut Joni, nilainya cukup besar bagi mereka yang bekerja sebagai ABK. “Setiap disuruh bawa, pasti dikasih bonus. Waktu itu, bawa 2 kotak dari sana, kami dikasi bonus Rp2 juta seorang. Pernah juga, dapat Rp5 juta seorang. Lumayanlah bang, untuk tambahan,” kata Joni, yang mengaku jika selama ini, kapal yang mereka awaki, selalu pulang dalam kondisi kosong tanpa muatan.

Senada, juga diutarakan Anto, Kepala Kamar Mesin pada kapal tersebut. Anto, yang ditempatkan satu sel bersama Abdul Rahman, di sel yang berada tepat di sebelah sel yang ditempati Anto mengaku tidak tahu menahu, apakah bos mereka terlibat dalam bisnis narkotika, dengan membeli sabu asal Malaysia, dan menjualnya kembali. Hanya saja, kata dia, saat pertama kali diminta oleh JM, tidak menutup-nutupi mengenai apa yang harus mereka bawa. “Dari awal pernah disuruh membawa, memang dibilang langsung bawa sabu. Nggak ada ditutup-tutupi,” kata Anto, lalu menjelaskan, jika Joni lah yang menjadi kepercayaan sang majikan, selama mereka melakoni aktivitas ganda tersebut.

“Pokoknya, sebelum pulang ke Tanjungbalai dari sana (Malaysia,red), Joni yang bawa barang naik ke kapal, dia juga yang menyimpan. Pas udah sampai pun, dia juga nanti yang bawa barang keluar. Kalau ditanya kemana dibawa barang itu, awak kurang tahu,” ungkapnya, lantas meminjam korek api, untuk membakar sebatang rokok kretek, yang terselip di jari tangan kirinya.

Pengakuan Anto ini tidak dibantah Joni. “Iya bang, awak yang ngurusin,” timpal Joni. Namun, Anto tak bersedia menyebutkan, kemana gerangan barang haram tersebut diantarnya, setibanya mereka dari Malaysia.

Sambil menyulut kreteknya, Anto kemudian kembali buka-bukaan. Para pekerja yang mengawaki kapal milik JM, jumlahnya empat orang. Biasanya baru akan dipanggil untuk bertemu, beberapa hari setelah pulang dari Malaysia. Nah, dalam kesempatan pertemuan itulah, kata Anto, mereka akan menerima bonus yang sebelumnya telah dijanjikan oleh sang majikan. “Pastinya, tidak pernah nggak dikasih bonus, kalau disuruh bawa dari sana. Tanyalah kawan tu,” kata Anto sambil melirik ke arah Abdul Rahman, yang duduk bersandar, pada tembok sudut sel berukuran 3 x 4 meter. Sayangnya, Abdul sama sekali tidak merespon, meski METRO (grup Posmetro Medan) berulang kali menanyainya. Dia terlihat stress, dan memilih duduk merenung di dalam ruang pengap tersebut.

Foto: Erwin Garingging/Metro Asahan/JPNN Kapolres Asahan, Tatan Dirsan, dalam paparan tangkapan sabu 5 kg di Mapolres Asahan, Rabu (27/1).  Ia didampingi Kasat Narkoba, AKP Syofian dan perwira lainnya.
Foto: Erwin Garingging/Metro Asahan/JPNN
Kapolres Asahan, Tatan Dirsan, dalam paparan tangkapan sabu 5 kg di Mapolres Asahan, Rabu (27/1). Ia didampingi Kasat Narkoba, AKP Syofian dan perwira lainnya.

ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Entah memang benar, atau hanya jawaban klasik yang dibuat-buat. Joni, Anto, dan Abdul Rahman kompak senada saat ditanya apa yang jadi alasan mereka menyelundup sabu.

Ketiganya mengaku, pengiriman sabu tersebut diotaki JM alias DV. Mereka tak kuasa menolak permintaan JM alias DV, majikan, sekaligus pemilik kapal kargo yang mereka awaki. “Namanya disuru toke bang. Tak elok jugo kalau ditolak,” jawab Joni, dari balik jeruji besi, di sel tahanan sementara Sat Narkoba Polres Asahan pada koran ini.

Bukan hanya hubungan sebagai anak buah dan boss. Joni mengatakan ketiganya terjalin ikatan emosional sejak lama.

“Berutang budi kami bang, samo toke. Sering kami dibantu, kalau ada masalah,” katanya dengan mengenakan celana pendek warna hitam dan bertelanjang dada.

Dia menyebutkan, bagi mereka yang berstatus anak buah, JM, juga dipandang sebagai sosok bos yang tidak pelit, dan selalu menghargai jerih payah anak buahnya. Sebut saja dalam hal gaji. Joni mengaku, tak jarang mereka mendapat bonus, sebagai tambahan upah rutin yang mereka terima. Sama halnya, saat mereka diminta membawa sabu dari Malaysia. Usai mengantarkan ratusan ton terasi ke negeri tetangga itu, ada tambahan uang, yang menurut Joni, nilainya cukup besar bagi mereka yang bekerja sebagai ABK. “Setiap disuruh bawa, pasti dikasih bonus. Waktu itu, bawa 2 kotak dari sana, kami dikasi bonus Rp2 juta seorang. Pernah juga, dapat Rp5 juta seorang. Lumayanlah bang, untuk tambahan,” kata Joni, yang mengaku jika selama ini, kapal yang mereka awaki, selalu pulang dalam kondisi kosong tanpa muatan.

Senada, juga diutarakan Anto, Kepala Kamar Mesin pada kapal tersebut. Anto, yang ditempatkan satu sel bersama Abdul Rahman, di sel yang berada tepat di sebelah sel yang ditempati Anto mengaku tidak tahu menahu, apakah bos mereka terlibat dalam bisnis narkotika, dengan membeli sabu asal Malaysia, dan menjualnya kembali. Hanya saja, kata dia, saat pertama kali diminta oleh JM, tidak menutup-nutupi mengenai apa yang harus mereka bawa. “Dari awal pernah disuruh membawa, memang dibilang langsung bawa sabu. Nggak ada ditutup-tutupi,” kata Anto, lalu menjelaskan, jika Joni lah yang menjadi kepercayaan sang majikan, selama mereka melakoni aktivitas ganda tersebut.

“Pokoknya, sebelum pulang ke Tanjungbalai dari sana (Malaysia,red), Joni yang bawa barang naik ke kapal, dia juga yang menyimpan. Pas udah sampai pun, dia juga nanti yang bawa barang keluar. Kalau ditanya kemana dibawa barang itu, awak kurang tahu,” ungkapnya, lantas meminjam korek api, untuk membakar sebatang rokok kretek, yang terselip di jari tangan kirinya.

Pengakuan Anto ini tidak dibantah Joni. “Iya bang, awak yang ngurusin,” timpal Joni. Namun, Anto tak bersedia menyebutkan, kemana gerangan barang haram tersebut diantarnya, setibanya mereka dari Malaysia.

Sambil menyulut kreteknya, Anto kemudian kembali buka-bukaan. Para pekerja yang mengawaki kapal milik JM, jumlahnya empat orang. Biasanya baru akan dipanggil untuk bertemu, beberapa hari setelah pulang dari Malaysia. Nah, dalam kesempatan pertemuan itulah, kata Anto, mereka akan menerima bonus yang sebelumnya telah dijanjikan oleh sang majikan. “Pastinya, tidak pernah nggak dikasih bonus, kalau disuruh bawa dari sana. Tanyalah kawan tu,” kata Anto sambil melirik ke arah Abdul Rahman, yang duduk bersandar, pada tembok sudut sel berukuran 3 x 4 meter. Sayangnya, Abdul sama sekali tidak merespon, meski METRO (grup Posmetro Medan) berulang kali menanyainya. Dia terlihat stress, dan memilih duduk merenung di dalam ruang pengap tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/