JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pakar marketing Laksita Utama Suhud menyampaikan kritikan pedas terhadap impian pemerintah menciptakan “10 Bali baru”, salah satunya Danau Toba. Dia setuju terhadap rencana pembentukan Badan Otoritas Danau Toba, sebagai lembaga yang akan menggenjot pengembangan destinasi wisata andalan Sumut itu agar bisa bertaraf internasional, sejajar dengan Bali pada 2019.
Namun, menurut Laksita, persoalan utama selama ini sebenarnya bukan soal kelembagaan, tapi soal kemauan dan kreatifitas yang dangkal dalam mempromosikan Danau Toba. Pemicunya, urusan promosi Danau Toba selama ini digenggam kalangan pemerintah sendiri, tidak diserahkan ke kalangan profesional.
“Sekarang era medsos, promosi lebih mudah, tapi tidak pernah dilakukan. Dalam urusan promosi, mereka (kalangan birokrat) hanya rebut soal budget. Budget adalah proyek. Padahal, promosi wisata itu tidak mahal asal kreatif dengan melibatkan publik,” ujar Laksita kepada JPNN kemarin (4/2).
Dibandingkan dengan Malaysia, promosi destinasi wisata Indonesia kalah jauh. Iklan-iklan pariwisata Malaysia bertebaran di TV-TV kabel, seperti CNN dan National Geographic, dan bagus-bagus. “Tapi iklan yang dibikin Indonesia jelek-jelek,” ujarnya.
Dia memberi ilustrasi murahnya promosi yang melibatkan publik. Misalnya ada dana promosi Rp 250 miliar, maka bisa dilombakan, bisa menghasilkan 1.000 video karya masyarakat, dengan hadiah per video promosi Rp 25 juta.
“Bayangkan, ada seribu video yang bisa di-upload di youtube, ke sosmed. Lokasi-lokasi wisata Indonesia pasti terkenal. Masyarakat pasti senang, jalan-jalan liburan sambil ikut lomba, dapat hadiah. Tinggal dipilih seribu yang bagus. Publik juga menjadi merasa memiliki,” kata dia.
Selama ini, anggaran promosi ada tapi tidak jelas targetnya. “Sangat sedikit iklan Danau Toba, itu pun tak bagus, pantai-pantai bagus mana iklannya? Raja Ampat, mana iklannya yang bagus? Promosi wisata harus cerdik. Kalau orang pemerintah merasa tak mampu, ya serahkan saja ke kalangan profesional,” cetusnya.