JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara yang mencapai Rp8,3 triliun pada hasil pemeriksaan laporan keuangan penyelenggara negara di Sumut. Angka tersebut merupakan temuan pada laporan keuangan pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten yang diperiksa BPK hingga semester kedua tahun 2015. Nilai itu ditemukan dari 6.423 temuan pemeriksaan.
Auditor Utama BPK, Rahmadi, menuturkan, tingkat kesadaran pemerintahan Sumut untuk menyampaikan laporan keuangan kepada BPK masih rendah. Sesuai peraturan perundang-undangan, lembaga pemerintah harus menyampaikan laporan keuangan mereka paling lama tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Berdasarkan catatan BPK Perwakilan Sumut, dari 34 pemerintahan daerah, hanya lima daerah yang tepat waktu melaporkan keuangan mereka.
“Cukup banyak pekerjaan rumah BPK untuk menyelesaikan rekomendasi dari hasil pemeriksaan keuangan pemerintah provinsi dan daerah di Sumut,” tuturnya.
Dari total potensi kerugian negara yang ditemukan BPK di Sumut, Rahmadi berkata, lembaganya telah mengamankan Rp597 miliar di antaranya. Ia berkata, BPK telah menyetorkan uang itu ke kas negara.
Rahmadi memaparkan, kepatuhan kepala daerah tingkat dua utnuk menyampaikan laporan keuangan ke BPK bergantung pada kebijakan pimpinan pemerintahan provinsi.
“Tugas pimpinan daerah untuk mengingatkan agar laporan keuangan tepat waktu dan bersih sehingga tidak ditetapkan menjadi pidana,” kata dia.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata menuturkan, lembaganya menggagas sejumlah komitmen bersama para kepala daerah dalam rangka penggunaan anggaran.
“Kesepakatan masih dilakukan dengaan bupati dan wali kota baru hasil pilkada serentak Desember 2014 dan yang sudah dilantik,” katanya.
Marwata berkata, KPK akan mengadakan kesepakatan dan komitemen serupa dengan para kepala daerah yang baru.
Pada Rabu (16/4), Ketua BPK RI Harry Azhar Azis bersama pimpinan BPK diterima presiden di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu, BPK dan presiden membahas LHP untuk seluruh pemda beserta problematikanya. Meski belum optimal, penilaian LHP tersebut sudah lebih baik ketimbang 2014.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, untuk 2015, ada 47 persen daerah yang mendapatkan penilaian WTP.
“Selebihnya 46 persen WDP dan tidak wajar 7 persen,” terangnya seusai pertemuan.
Artinya, ada 38 daerah yang laporannya dianggap tidak wajar oleh BPK. Namun, Pramono enggan menyebutkan lebih detail daerah mana saja yang mendapat penilaian tidak wajar.
Seskab Pramono Anung menjelaskan, untuk 2015, ada 47 persen daerah yang mendapatkan penilaian WTP.
“Selebihnya 46 persen WDP dan tidak wajar 7 persen,” terangnya seusai pertemuan. Artinya, ada 38 daerah yang laporannya dianggap tidak wajar oleh BPK. Namun, Pramono enggan menyebutkan lebih detail daerah mana saja yang mendapat penilaian tidak wajar.