26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Wah… Penggunaan Dana Haji 2015 ‘Bengkak’ Rp1,1 Triliun

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Suasana pemulangan jemaah haji di embarkasi Asrama Haji Medan, Selasa (29/9). Sebanyak 382 jemaah haji kloter I asal Labuhan Batu dan Medan telah tiba di embarkasi Medan.
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Suasana pemulangan jemaah haji di embarkasi Asrama Haji Medan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2016 terancam menemui jalan buntu (deadlock). Pasalnya, ada permasalah krusial di dalam laporan keuangan haji 2015 yang disampaikan Kementerian Agama (Kemenag). Di dalam laporan itu ada pembengkakan anggaran. Jumlahnya pun terbilang wah. Mencapai Rp1,1 triliun.

Informasi munculnya kebutuhan dana tambahan itu disampaikan anggota Panja BPIH Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu. Menurutnya, persoalan itu harus tuntas terlebih dulu sebelum DPR dan Kementerian Agama memutuskan BPIH.

“Sudah ada kesepatakan dengan Kemenag, laporan keuangan haji 2015 harus klir dulu. Baru membahas BPIH 2016,’’ katanya di Jakarta Sabtu (16/4).

Dia menegaskan, kalaupun nanti pembahasan BPIH 2016 molor, maka DPR tak mau disalahkan. Sebab, persoalaan itu semata-mata karena laporan keuangan haji Kemenag bermasalah.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, setelah mencermati laporan keuangan haji 2015 yang disampaikan Kemenag, terjadi selisih keuangan yang ganjil. Yakni munculnya pembengkaan kebutuhan uang sampai Rp1,1 triliun.

Dia mengatakan, pembengkaan uang itu berpotensi merugikan kas keuangan haji yang dihimpun dari dana masyarakat. Khatibul menjelaskan, belum ada penjelasan resmi dari Kemenag terkait penambahan dana super jumbo itu.

Komisi VIII DPR menduga, selisih kebutuhan dana itu muncul akibat konversi transaksi keuangan haji. Mulai dari rupiah ke dolar (USD) dan ke riyal.

’’Kalau memang penyebabnya karena kurs, Kemenag silahkan menyampaikan ke DPR,’’ tandasnya.

Khatibul mendesak, Kemenag harus terbuka terkait pembengkaan kebutuhan anggaran haji itu. Dia tidak ingin selisih kurs itu malah menjadi modus baru untuk memperkaya oknum pegawai Kemenag atau pihak lain yang terkait urusan haji.

“Di dalam laporan keuangan haji yang disampaikan ke komisi VIII ada banyak komponen penggunaan anggaran yang dinilai melanggar kesepakatan DPR dan Kemenag. Bahkan, sebagian anggota menilai bahwa keuangan itu merugikan keuangan haji hingga mencapai lebih dari Rp1 triliun,” beber Khotibul.

Meskipun telah mendapat penjelasan dari Kemenag, mayoritas anggota komisi yang membidangi agama, sosial itu belum bisa memahami dan menerimanya. Sebagai tindak lanjut, komisi VIII membentuk panja evaluasi penggunaan keuangan haji 2015.

“Dengan adanya panja itu, rapat-rapat BPIH dengan kemenag terpaksa ditunda. Pasalnya, seluruh anggota panja menyepakati bahwa BPIH baru bisa dituntaskan jika evaluasi keuangan itu telah jelas,” jelas Sekretaris FPD MPR tersebut.

Dia menyebutkan, persoalan laporan keuangan ini memang menjadi sangat penting. Itulah sebabnya komisi VIII melakukan konsultasi dengan BPK terkait dengan temuan dalam laporan keuangan tersebut. Sebab, DPR ingin membersihkan berbagai penyimpangan dalam penyelenggaraan haji.

“Masyarakat perlu mengetahui bahwa jika terjadi keterlambatan penetapan BPIH, itu bukan karena panja tidak sungguh-sungguh. Itu hanya semata-mata karena laporan keuangan yang disampaikan ke DPR penuh dengan tanda tanya,” pungkasnya.

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, BPK sudah diminta melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan keuangan haji 2015. Ia berharap proses audit bisa lebih cepat karena berkaitan dengan pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2016.

“(Audit BPK) itu otomatis jalan sendiri. Namun kita ingin lebih cepat,” kata Saleh menjawab JPNN.com (grup Sumut Pos), Minggu (17/4).

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Suasana pemulangan jemaah haji di embarkasi Asrama Haji Medan, Selasa (29/9). Sebanyak 382 jemaah haji kloter I asal Labuhan Batu dan Medan telah tiba di embarkasi Medan.
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Suasana pemulangan jemaah haji di embarkasi Asrama Haji Medan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2016 terancam menemui jalan buntu (deadlock). Pasalnya, ada permasalah krusial di dalam laporan keuangan haji 2015 yang disampaikan Kementerian Agama (Kemenag). Di dalam laporan itu ada pembengkakan anggaran. Jumlahnya pun terbilang wah. Mencapai Rp1,1 triliun.

Informasi munculnya kebutuhan dana tambahan itu disampaikan anggota Panja BPIH Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu. Menurutnya, persoalan itu harus tuntas terlebih dulu sebelum DPR dan Kementerian Agama memutuskan BPIH.

“Sudah ada kesepatakan dengan Kemenag, laporan keuangan haji 2015 harus klir dulu. Baru membahas BPIH 2016,’’ katanya di Jakarta Sabtu (16/4).

Dia menegaskan, kalaupun nanti pembahasan BPIH 2016 molor, maka DPR tak mau disalahkan. Sebab, persoalaan itu semata-mata karena laporan keuangan haji Kemenag bermasalah.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, setelah mencermati laporan keuangan haji 2015 yang disampaikan Kemenag, terjadi selisih keuangan yang ganjil. Yakni munculnya pembengkaan kebutuhan uang sampai Rp1,1 triliun.

Dia mengatakan, pembengkaan uang itu berpotensi merugikan kas keuangan haji yang dihimpun dari dana masyarakat. Khatibul menjelaskan, belum ada penjelasan resmi dari Kemenag terkait penambahan dana super jumbo itu.

Komisi VIII DPR menduga, selisih kebutuhan dana itu muncul akibat konversi transaksi keuangan haji. Mulai dari rupiah ke dolar (USD) dan ke riyal.

’’Kalau memang penyebabnya karena kurs, Kemenag silahkan menyampaikan ke DPR,’’ tandasnya.

Khatibul mendesak, Kemenag harus terbuka terkait pembengkaan kebutuhan anggaran haji itu. Dia tidak ingin selisih kurs itu malah menjadi modus baru untuk memperkaya oknum pegawai Kemenag atau pihak lain yang terkait urusan haji.

“Di dalam laporan keuangan haji yang disampaikan ke komisi VIII ada banyak komponen penggunaan anggaran yang dinilai melanggar kesepakatan DPR dan Kemenag. Bahkan, sebagian anggota menilai bahwa keuangan itu merugikan keuangan haji hingga mencapai lebih dari Rp1 triliun,” beber Khotibul.

Meskipun telah mendapat penjelasan dari Kemenag, mayoritas anggota komisi yang membidangi agama, sosial itu belum bisa memahami dan menerimanya. Sebagai tindak lanjut, komisi VIII membentuk panja evaluasi penggunaan keuangan haji 2015.

“Dengan adanya panja itu, rapat-rapat BPIH dengan kemenag terpaksa ditunda. Pasalnya, seluruh anggota panja menyepakati bahwa BPIH baru bisa dituntaskan jika evaluasi keuangan itu telah jelas,” jelas Sekretaris FPD MPR tersebut.

Dia menyebutkan, persoalan laporan keuangan ini memang menjadi sangat penting. Itulah sebabnya komisi VIII melakukan konsultasi dengan BPK terkait dengan temuan dalam laporan keuangan tersebut. Sebab, DPR ingin membersihkan berbagai penyimpangan dalam penyelenggaraan haji.

“Masyarakat perlu mengetahui bahwa jika terjadi keterlambatan penetapan BPIH, itu bukan karena panja tidak sungguh-sungguh. Itu hanya semata-mata karena laporan keuangan yang disampaikan ke DPR penuh dengan tanda tanya,” pungkasnya.

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, BPK sudah diminta melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan keuangan haji 2015. Ia berharap proses audit bisa lebih cepat karena berkaitan dengan pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2016.

“(Audit BPK) itu otomatis jalan sendiri. Namun kita ingin lebih cepat,” kata Saleh menjawab JPNN.com (grup Sumut Pos), Minggu (17/4).

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/