25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

SMRC: Kepuasan Terhadap Jokowi Kembali Seperti Dilantik

Presiden Jokowi di USA.
Presiden Jokowi di USA.

SUMUTPOS.CO – Memasuki satu setengah tahun pemerintahan berjalan, Presiden Jokowi mendapat modal bagus dalam menunaikan tugas kepemimpinannya. Di mana tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat kepadanya mengalami kenaikan cukup signifikan.

Survei yang dilakukan Saiful Murjani Research dan Consulting (SMRC) menyebutkan, per Maret 2016, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Jokowi mencapai 72 persen. “Itu artinya, kepuasan terhadapnya kembali seperti saat pertama dilantik yang mencapai 74 persen,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan di Jakarta, Minggu (17/4).

Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada Desember 2015 kemarin yang hanya 63 persen. Bahkan, pada Juni 2015, angka kepercayaan kepada Jokowi sempat berada di angka 55 persen.

Kepercayaan tersebut muncul dilandasi dengan kepuasan masyarakat terkait kinerjanya. Di mana 59 persen masyarakat mengaku puas atas apa yang dilakukan mantan Walikota Solo tersebut. Tak hanya itu, bahkan 81 persen masyarakat mengaku optimis jika arah pembangunan negara saat ini berada di jalan yang benar.

Penilaian positif tersebut lahir, kata Djayadi, merupakan buah dari kinerja pemerintah dalam membangun infrastruktur dan layanan kesehatan yang terjangkau. “BPJS ini membuat orang yang sakit berat seperti sekalipun seperti menemukan solusi,” terangnya. Selain itu, kepuasan juga lahir dari sektor pendidikan.

Oleh karenanya, dia melihat, fakta tersebut sebagai modal bagus Jokowi untuk menjalani sisa pemerintahannya. Apalagi, kepercayaan tersebut terjadi merata, baik secara demografi maupun afiliasi politiknya. “Bukan hanya dari pertai pengusung, beberapa simpatisan partai pendukung Prabowo pun mulai menaruh kepercayaan. Hanya PKS dan Gerindra yang belum puas,” imbuhnya.

Namun terkait keyakinan terhadap kepemimpinan Jokowi, 55 persen pemilih Gerindra menaruh keyakinan. Pengamat politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner mengatakan, meski menjadi modal bagus, dia meminta agar Jokowi tidak terlena dengan angka-angka tersebut. Pasalnya dia melihat, setidaknya ada empat persoalan yang berpotensi membalikkan situasi di kemudian hari.

Pertama terkait inflasi. Menurut Marcus, inflasi selalu berkorelasi dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi saat ini yang rendah memang memuaskan masyarakat. Namun menurutnya, hal tersebut lebih disebabkan karena situasi minyak dunia yang murah.

“Jika sudah kembali normal, hal itu akan sangat menyulitkan pemerintah,” ujar Marcus mengingatkan.

Pengalaman tersebut, lanjutnya, pernah dirasakan presiden SBY pada tahun 2008. Di mana harga minyak dunia tinggi, memaksa SBY menaikkan harga BBM yang membuat kepercayaan merosot drastis. “Beruntung 2009 harga minyak dunia turun, sehingga SBY bisa menurunkan kembali harga minyak,” tuturnya.

Persoalan kedua yang harus diwaspadai adalah stabilitas politik. Keberhasilan Jokowi menggandeng musuh-musuh politiknya memang membuat stabilitas politik nasional terjaga. Namun jika ditarik ke belakang, koalisi ramping merupakan janji Jokowi.

“Ini memudahkan lawan politiknya di 2019 nanti untuk menyudutkannya,” terangnya.

Ketiga terkait BPJS. Menurutnya, rendahnya iuran saat ini tidak akan mencukupi kebutuhan anggaran. Apalagi, diprediksi pengguna BPJS ke depannya akan semakin banyak dan membuat anggaran semakin bengkak. Sehingga, Marcus mempresiksi, BPJS akan menjadi persoalan serius dalam beberapa tahun ke depan.

Presiden Jokowi di USA.
Presiden Jokowi di USA.

SUMUTPOS.CO – Memasuki satu setengah tahun pemerintahan berjalan, Presiden Jokowi mendapat modal bagus dalam menunaikan tugas kepemimpinannya. Di mana tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat kepadanya mengalami kenaikan cukup signifikan.

Survei yang dilakukan Saiful Murjani Research dan Consulting (SMRC) menyebutkan, per Maret 2016, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Jokowi mencapai 72 persen. “Itu artinya, kepuasan terhadapnya kembali seperti saat pertama dilantik yang mencapai 74 persen,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan di Jakarta, Minggu (17/4).

Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada Desember 2015 kemarin yang hanya 63 persen. Bahkan, pada Juni 2015, angka kepercayaan kepada Jokowi sempat berada di angka 55 persen.

Kepercayaan tersebut muncul dilandasi dengan kepuasan masyarakat terkait kinerjanya. Di mana 59 persen masyarakat mengaku puas atas apa yang dilakukan mantan Walikota Solo tersebut. Tak hanya itu, bahkan 81 persen masyarakat mengaku optimis jika arah pembangunan negara saat ini berada di jalan yang benar.

Penilaian positif tersebut lahir, kata Djayadi, merupakan buah dari kinerja pemerintah dalam membangun infrastruktur dan layanan kesehatan yang terjangkau. “BPJS ini membuat orang yang sakit berat seperti sekalipun seperti menemukan solusi,” terangnya. Selain itu, kepuasan juga lahir dari sektor pendidikan.

Oleh karenanya, dia melihat, fakta tersebut sebagai modal bagus Jokowi untuk menjalani sisa pemerintahannya. Apalagi, kepercayaan tersebut terjadi merata, baik secara demografi maupun afiliasi politiknya. “Bukan hanya dari pertai pengusung, beberapa simpatisan partai pendukung Prabowo pun mulai menaruh kepercayaan. Hanya PKS dan Gerindra yang belum puas,” imbuhnya.

Namun terkait keyakinan terhadap kepemimpinan Jokowi, 55 persen pemilih Gerindra menaruh keyakinan. Pengamat politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner mengatakan, meski menjadi modal bagus, dia meminta agar Jokowi tidak terlena dengan angka-angka tersebut. Pasalnya dia melihat, setidaknya ada empat persoalan yang berpotensi membalikkan situasi di kemudian hari.

Pertama terkait inflasi. Menurut Marcus, inflasi selalu berkorelasi dengan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi saat ini yang rendah memang memuaskan masyarakat. Namun menurutnya, hal tersebut lebih disebabkan karena situasi minyak dunia yang murah.

“Jika sudah kembali normal, hal itu akan sangat menyulitkan pemerintah,” ujar Marcus mengingatkan.

Pengalaman tersebut, lanjutnya, pernah dirasakan presiden SBY pada tahun 2008. Di mana harga minyak dunia tinggi, memaksa SBY menaikkan harga BBM yang membuat kepercayaan merosot drastis. “Beruntung 2009 harga minyak dunia turun, sehingga SBY bisa menurunkan kembali harga minyak,” tuturnya.

Persoalan kedua yang harus diwaspadai adalah stabilitas politik. Keberhasilan Jokowi menggandeng musuh-musuh politiknya memang membuat stabilitas politik nasional terjaga. Namun jika ditarik ke belakang, koalisi ramping merupakan janji Jokowi.

“Ini memudahkan lawan politiknya di 2019 nanti untuk menyudutkannya,” terangnya.

Ketiga terkait BPJS. Menurutnya, rendahnya iuran saat ini tidak akan mencukupi kebutuhan anggaran. Apalagi, diprediksi pengguna BPJS ke depannya akan semakin banyak dan membuat anggaran semakin bengkak. Sehingga, Marcus mempresiksi, BPJS akan menjadi persoalan serius dalam beberapa tahun ke depan.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/