26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Penjara Overload, Hukuman Koruptor Didiskon

Palu hakim-Ilustrasi
Palu hakim-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi tetap keberatan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mempermudah koruptor mendapatkan remisi alias diskon hukuman. KPK tak bisa menerima alasan jika revisi PP untuk mengurai overload penjara.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan jumlah narapidana kasus korupsi saat tidak tidak ada satu persen dari seluruh narapidana di Indonesia. ’’Kami kurang sependapat kalau Kemenkumham menyatakan revisi ini dilakukan karena penjara sudah penuh. Saya rasa itu sangat tidak beralasan,’’ ujar Laode.

Dia menyebut mempermudah syarat pemberian remisi untuk koruptor harus ditinjau ulang. Sebab salah satu tujuan dari pemidanaan ialah pemberian efek jera atau deterrent effect.

Sejauh ini KPK melihat belum ada efek jera yang bisa membuat orang takut melakukan korupsi. Hal itu tercermin dari berulangnya kasus-kasus korupsi dengan latar belakang yang sama. Misalnya saja korupsi di peradilan yang terus terjadi meskipun operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan beberapa kali.

KPK sendiri menanti undangan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyampaikan pendapatnya. Namun jika tidak ada undangan, Biro Hukum KPK akan bersurat menyampaikan keberatannya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Hukum dan HAM menyiapkan draf revisi 99 / 2012. PP ini salah satunya mengatur pengetatan pemberian remisi untuk para narapidana extra ordinary crime, termasuk korupsi.

Dalam draf yang beredar, Kemenkum HAM mengapuskan butir yang mengatur syarat bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara. Syarat itu sebelumnya berlaku bagi narapidana kasus terorisme, narkoba, korupsi, HAM berat untuk mendapatkan remisi.

Dirjen Pemasyarakatan I Wayan Dusak mengungkapkan, PP yang baru itu tak berniat menguntungkan koruptor. Penghapusan JC didasarkan atas banyak pertimbangan. Di antaranya, mengurangi over kapasitas yang menjadi problem di mayoritas penjara di Indonesia.

Dusak berharap revisi PP 99 tidak hanya dilihat dari sisi pidana korupsi, namun juga perkara narkoba. Menurut dia banyak pengguna narkoba yang tidak mendapatkan remisi karena PP 99. Padahal pengguna tersebut harusnya tidak di penjara. Dia harus mendapatkan rehabilitasi. Sedangkan selama ini tidak banyak penjara yang memiliki fasilitas rehabilitasi.

Kemenkum HAM juga melihat adanya PP 99 tidak mengefektifkan pidana denda dan subsider. Banyak terpidana yang memilih tidak membayar denda karena dia tak mendapatkan remisi. ’’Pikirannya buat apa membayar toh hukuman penjaranya juga tidak bisa berkurang,’’ terang Dusak. (gun/jpg/rbb)

Diskon Hukuman
Pemberian Remisi untuk narapidana terorisme, narkotika prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya mendapatkan remisi jika:
PP Lama 99 / 2012:
1. Telah menjalani masa pidana 6 bulan
2. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya
3. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan (untuk napi korupsi)
4. Telah mengikuti pembinaan deradikalisasi (napi terorisme)

Rencana Revisi:
1. Telah menjalani 1/2 masa pidana
2. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti (untuk napi korupsi)
3. Telah mengikuti program deradikaliasi (napi terorisme)

Palu hakim-Ilustrasi
Palu hakim-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi tetap keberatan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mempermudah koruptor mendapatkan remisi alias diskon hukuman. KPK tak bisa menerima alasan jika revisi PP untuk mengurai overload penjara.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan jumlah narapidana kasus korupsi saat tidak tidak ada satu persen dari seluruh narapidana di Indonesia. ’’Kami kurang sependapat kalau Kemenkumham menyatakan revisi ini dilakukan karena penjara sudah penuh. Saya rasa itu sangat tidak beralasan,’’ ujar Laode.

Dia menyebut mempermudah syarat pemberian remisi untuk koruptor harus ditinjau ulang. Sebab salah satu tujuan dari pemidanaan ialah pemberian efek jera atau deterrent effect.

Sejauh ini KPK melihat belum ada efek jera yang bisa membuat orang takut melakukan korupsi. Hal itu tercermin dari berulangnya kasus-kasus korupsi dengan latar belakang yang sama. Misalnya saja korupsi di peradilan yang terus terjadi meskipun operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan beberapa kali.

KPK sendiri menanti undangan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyampaikan pendapatnya. Namun jika tidak ada undangan, Biro Hukum KPK akan bersurat menyampaikan keberatannya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Hukum dan HAM menyiapkan draf revisi 99 / 2012. PP ini salah satunya mengatur pengetatan pemberian remisi untuk para narapidana extra ordinary crime, termasuk korupsi.

Dalam draf yang beredar, Kemenkum HAM mengapuskan butir yang mengatur syarat bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara. Syarat itu sebelumnya berlaku bagi narapidana kasus terorisme, narkoba, korupsi, HAM berat untuk mendapatkan remisi.

Dirjen Pemasyarakatan I Wayan Dusak mengungkapkan, PP yang baru itu tak berniat menguntungkan koruptor. Penghapusan JC didasarkan atas banyak pertimbangan. Di antaranya, mengurangi over kapasitas yang menjadi problem di mayoritas penjara di Indonesia.

Dusak berharap revisi PP 99 tidak hanya dilihat dari sisi pidana korupsi, namun juga perkara narkoba. Menurut dia banyak pengguna narkoba yang tidak mendapatkan remisi karena PP 99. Padahal pengguna tersebut harusnya tidak di penjara. Dia harus mendapatkan rehabilitasi. Sedangkan selama ini tidak banyak penjara yang memiliki fasilitas rehabilitasi.

Kemenkum HAM juga melihat adanya PP 99 tidak mengefektifkan pidana denda dan subsider. Banyak terpidana yang memilih tidak membayar denda karena dia tak mendapatkan remisi. ’’Pikirannya buat apa membayar toh hukuman penjaranya juga tidak bisa berkurang,’’ terang Dusak. (gun/jpg/rbb)

Diskon Hukuman
Pemberian Remisi untuk narapidana terorisme, narkotika prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya mendapatkan remisi jika:
PP Lama 99 / 2012:
1. Telah menjalani masa pidana 6 bulan
2. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya
3. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan (untuk napi korupsi)
4. Telah mengikuti pembinaan deradikalisasi (napi terorisme)

Rencana Revisi:
1. Telah menjalani 1/2 masa pidana
2. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti (untuk napi korupsi)
3. Telah mengikuti program deradikaliasi (napi terorisme)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/