SUMUTPOS.CO, Gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama berjalan tanpa halangan. Setidaknya, 18 saksi ahli dari penyidik, pelapor, dan terlapor telah memberikan pendapatnya terkait kasus yang kontroversial tersebut. Tanda tanya bagaimana nasib Ahok akan terjawab hari ini, Rabu (16/11).
GELAR perkara terbuka terbatas itu dimulai sekira pukul 09.15. Di tengah jalannya gelar perkara, Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mendadak mendatangi Mabes Polri. Namun, maksud kedatangannya tidak diketahui. ”Paling dimintai masukan saja,” ujarnya santai.
Gelar perkara yang awalnya direncanakan terbuka untuk umum itu baru selesai setelah sembilan jam, sekitar pukul 18.30. Semua pihak pelapor dan terlapor keluar dari ruang Rupatama Mabes Polri.
Namun, Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto yang memimpin gelar perkara ternyata memutuskan untuk terus membahas kesimpulan gelar perkara secara internal. Sehingga, diambillah keputusan bahwa nasib kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Ahok akan diumumkan hari ini sekitar pukul 10.00.
Ari Dono menjelaskan, gelar perkara memang telah selesai, namun masih dalam proses perumusan. Dari gelar perkara tadi, menampung sejumlah keterangan tambahan dari saksi. ”Masih ada yang perlu dicari,” terang mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.
Soal apa yang dicari, dia menuturkan, masih ada satu dokumen lagi yang harus ada sebagai barang bukti. Lalu, perlu juga dengan melengkapi sejumlah video lain. ”Semua akan dilengkapi,” terangnya.
Menurutnya, dalam gelar perkara itu semua dibuat secara berimbang. Untuk saksi ahli dari pelapor dan terlapor dihadirkan masing-masing enam orang. ”Kan harus sama,” ungkapnya.
Yang pasti, lanjutnya, ada dua kemungkinan hasil. Yakni, ditemukan pidananya dan tidak ditemukan pidananya. Kalau ternyata tidak ditemukan, tentunya kasus akan dihentikan. ”Kalau ditemukan, ya lanjut seperti biasa,” terangnya.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang tidak puas dengan hasil tersebut? Ari menuturkan, masih bisa ditempuh upaya hukum lainnya. Semua itu tergantung dari siapa yang tidak puas. “Silahkan saja kalau tak puas, ada upaya lain,” jelasnya.
Sementara saat gelar perkara memang terjadi perbedaan pendapat. Salah satunya, saksi ahli penyidik yang merupakan Pakar Hukum Universitas Soedirman Noor Aziz Said. Menurutnya, dalam pasal 156 A KUHP itu disebutkan bahwa penistaan itu harus dengan kesengajaan. Namun, Ahok sesuai analisanya tidak memiliki niat dan tentu tidak sengaja. ”Dasarnya adalah Ahok itu Calon Gubernur,” paparnya.
Ahok, lanjutnya, sebagai cagub itu mengharapkan suara umat Islam. Dengan dasar itu, tentunya dia tidak mungkin akan memusuhi umat Islam. ”Orang dia membutuhkan suaranya untuk terpilih,” terangnya.
Apakah ucapan itu bisa tanpa niat? Noor mengatakan, ada kemungkinan sesuatu yang diucapkan itu tanpa niat. Misalnya, keselip lidah. ”Mungkin dia tidak berniat, tapi mengatakannya,” ujarnya.
Sementara saksi ahli Bahasa Neno Warisman menuturkan, dalam teori linguistic generative, tindakan berbicara itu merupakan perbuatan. Berbicara itu sama dengan bertindak. ”Seperti akad nikah, itu bicara yang tindakannya membuat sesuatu yang haram menjadi halal,” terangnya.
Karena itu berbicara itu bukan tanpa tujuan dan bila mengeluarkan bahasa tersusun itu adalah suatu hal yang disengaja. ”Yang dilihat itu ekpresi, dengan niat sama atau tidak dan ekspresi sesuai kenyataan atau tidak. Misalnya, saat ini hujan, tapi ternyata kondisinya tidak hujan,” paparnya.
Neno menuturkan, saat Ahok menyatakan bahwa jangan mau dibohongi orang pakai Al Maidah 51. Maka, dia sudah berniat untuk mengatakan hal tersebut, yang kedua dia meyakini apa yang dikatakannya. ”Yang ketiga dia memiliki maksud untuk mempengaruhi seseorang atau sekumpulan orang,” terangnya.
Bagian lain, Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Rizieq menjelaskan, pihak terlapor mengakui bahwa pristiwa tersebut memang ada. Tapi, bertahan pada tidak ada niatan. ”Itu saja dari terlapor,” ungkapnya.
Yang juga penting, salah satu pendapat ahli kurang akurat karena hanya melihat satu video saja. Dia menuturkan padahal ada sejumlah video yang juga menguatkan tindakan dari Ahok ini merupakan kesengajaan. ”Kami akan bawa rangkaian video ini sebagai bukti tambahan besok (16/11),” jelasnya.
Bagaimana bila ternyata diputuskan kasus ini tidak ada pidananya? Habib mengatakan, seharusnya semua jangan berandai-andai. Yang pasti, pihaknya yakin bahwa ada pidana dan Ahok akan segera ditetapkan sebagai tersangka. ”Kalau ditetapkan tersangka, saya minta langsung ditahan. Nanti bisa melarikan diri,” tuturnya.
Sementara Kuasa Hukum Ahok, Sirra Prayuna menuturkan, Ahok siap dengan keputusan apapun yang diambil oleh Bareskrim. Entah ada pidananya atau tidak. ”Sejak awal Ahok sudah siap kok,” ujarnya.
Apakah ada langkah hukum tertentu bila ternyata terdapat pidana? Sirra menuturkan, semua itu terlalu jauh. Kuasa hukum fokus untuk mendengar kesimpulan dari gelar perkara. ”kalau ada hasil, baru tentukan langkah,” paparnya.
Sementara itu, komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, kalaupun Ahok ditetapkan sebagai tersangka, statusnya sebagai calon gubernur DKI Jakarta tidak langsung gugur. Bahkan, jika hingga pemilihan Ahok dinyatakan menang, namun belum ada putusan inkrah, maka kemenangannya juga dinyatakan sah. “Sebelum dibatalkan sebagai calon tetep sah haknya sebagai calon,” ujar Arief kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) tadi malam.
Arief menjelaskan, berdasarkan pasal 88 Peraturan KPU (PKPU) nomor 9 tahun 2016 tentang pencalonan, status tersangka tidak termasuk hal yang bisa membatalkan pencalonan. Sebab, dalam pemahaman hukum, tersangka bukanlah orang yang sudah dinyatakan bersalah.
Sebaliknya, pembatalan sebagai calon hanya bisa dilakukan jika seorang calon sudah diputus pengadilan sebagai orang yang bersalah. “Kalau sudah terpidana inkrah, baru dibatalkan,” imbuhnya. (idr/far/jpg)