JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus suap perusahan asal Inggris Rolls-Royce ke PT Garuda Indonesia Tbk menjadi momentum pemberantasan korupsi yang melibatkan sektor swasta. Hasil survei indeks persepsi korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) 2016, rasuah di tanah air masih didominasi keterlibatan swasta untuk mempengaruhi wewenang penyelenggara negara.
Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International (TI) Indonesia Lia Toriana menerangkan, skor CPI Indonesia pada 2016 berada di angka 37 atau hanya naik satu strip daripada sebelumnya. Skor tersebut berada di bawah rata-rata survei global CPI, yakni 43. ”Indonesia menempati urutan 90 dari 176 negara yang diukur (CPI), secara rating turun dua peringkat dari sebelumnya,” ujarnya.
Di Asia Tenggara, kenaikan tipis itu hanya mampu menyalip Thailand yang skornya turun di angka 35. Sebagai catatan, selama lima tahun berturut-turut peringkat Indonesia selalu di bawah Thailand. ”(Indonesia) belum mampu mengungguli Malaysia (49), Brunei (58), Singapura (85),” terangnya saat launching CPI 2016 di Jakarta kemarin (25/1).
Skor Indonesia hanya sedikit lebih baik daripada Filipina (35), Vietnam (33), Myanmar (28), dan Kamboja (21). Lia menjelaskan, skor CPI berada di rentang 0-100. Skor 0 dapat dipersepsikan negara sangat korup. Sebaliknya, angka 100 berarti bersih. ”Meski hanya naik tipis, kenaikan skor (Indonesia) menandakan masih berlanjutnya trens positif pemberantasan korupsi,” bebernya.
Di tingkat teratas, survei CPI global yang diperoleh dari delapan sumber data itu menempatkan Denmark (90) di urutan pertama. Kemudian disusul Selandia Baru (90), Finlandia (89), Swedia (88), dan Switzerland (86). Sedangkan deretan negara paling korup di antaranya Somalia (10), Sudan Selatan (11), dan Korea Utara (12). ”Total ada 60 persen dari 176 negara yang skornya di bawah rerata global,” imbuhnya.
Dia mengatakan, rumus kenaikan skor CPI 2016 adalah 3-2-3. Artinya, 3 merupakan sumber data penyusun CPI yang naik, 2 sumber stagnasi, dan 3 sumber menurun. Peningkatan skor itu sebenarnya bisa disumbang paket debirokratisasi, seperti penyederhanaan layanan perizinan, perpajakan, dan bongkar muat.
Selain itu, peningkatan juga bisa dilakukan dengan memaksimlkan pembentukan satgas antikorupsi lintas lembaga. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut mesti mendapat perhatian seluruh pihak, terutama sektor swasta. Sebab, selama ini mayoritas perilaku koruptif penyelenggara negara selalu melibatkan pihak swasta. Terutama dalam hal suap-menyuap.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki menyambut positif hasil survei tersebut. Kata dia, pemerintah sudah memiliki paket kebijakan deregulasi ekonomi untuk memangkas aturan dan birokrasi yang tidak efisien. ”Tugas saya kalau nanti ada menteri-menteri yang masih ngotot mempertahankan regulasi yang tidak efisien,” ungkapnya.
Untuk meminimalkan perilaku koruptif penyelenggara negara yang sering melibatkan pelaku usaha, pemerintah meluncurkan paket kebijakan hukum yang menyentuh perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Begitu pula pada bisnis, pemerintah terus menciptakan terobosan. ”Kultur memang harus diubah,” imbuhnya.
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa mengatakan, CPI mestinya mendetailkan darimana skor itu diperoleh. Sebab, selama ini KPK dan aparat penegak hukum lainnya sudah melakukan banyak upaya untuk memberantas korupsi.
Cahya mengatakan, pihaknya sudah melakukan upaya pencegahan, koordinasi, dan supervisi untuk meminimalkan perilaku koruptif di tanah air. Bahkan, para penegak hukum juga ikut serta dalam pembenahan aspek perizinan serta pengadaan barang dan jasa. ”Mungkin (skor CPI) harus lebih spesifik. KPK sudah mendorong survei perilaku korupsi,” ungkapnya. (tyo/oki/jpg)