30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Saksi Kunci Megakorupsi e-KTP Menghilang

Korupsi-e-ktp-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gerak cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas skandal korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik (e-KTP) tengah dinanti. Sebab, dikhawatirkan nama-nama besar yang terseret pusaran mega korupsi berupaya menghilangkan bukti materil dan saksi kunci e-KTP.

Mantan anggota Komisi III DPR Djoko Edhi Abdurahman menyatakan pengungkapan nama besar tanpa bukti materil bakal sia-sia. Sebab, bakal dengan mudah terbantahkan. ”Tindak pidana korupsi adalah kejahatan tanpa korban, sama seperti narkoba, pelaku saling kenal dan sepakat melakukan kejahatan. Kalau cuma narasi, sulit dibuktikan,” ujarnya kepada Jawa Pos (Grup Sumut Pos),  Senin (13/3).

Djoko mengatakan, sejumlah nama besar, terutama anggota Komisi II periode 2009-2014 yang dikaitkan dengan mega korupsi, sebenarnya bisa saja melaporkan KPK ke Bareskrim, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Ombudsman.

”Karena tidak punya bukti, KPK menempuh kiat memperbanyak saksi, untuk kemudian mengubah kesaksian menjadi bukti materil,” jelasnya.

Menurutnya, saksi dan berkas perkara yang terlalu banyak membuktikan bila KPK memiliki bukti materil yang minim. Total, ada 24.000 lembar berkas perkara dan 280 saksi yang diboyong penuntut umum KPK ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). ”Padahal sidang tidak boleh lebih dari enam bulan,” ungkap mantan legislatif Fraksi PAN itu.

Edhi mencontohkan kasus rekening gendut Jenderal Budi Gunawan saat menjabat Wakapolri 2015 lalu. Kala itu, kata dia, KPK hanya bernarasi. Minim bukti materil. ”Materilnya tahun 2004, saya masih di Komisi III DPR dan membahas kasus ini dengan PPATK. Akun dan duitnya sudah tak ada ketika terbit sprindiknya Abraham Samad (Ketua KPK saat itu),” bebernya.

Kondisi itu, kata dia, membuat upaya KPK menjerat Budi Gunawan dengan Pasal 170 KUHAP diterabas Hakim Sarpin di praperadilan. Pasal itu pun kini tidak bisa lagi menjadi tempat sembunyi penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU).

”Tidak punya bukti kuat, kalah di praperadilan. Makanya dapat dipastikan KPK takkan berani menaikkan status saksi (pilitikus) menjadi tersangka,” paparnya.

Korupsi-e-ktp-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gerak cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas skandal korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik (e-KTP) tengah dinanti. Sebab, dikhawatirkan nama-nama besar yang terseret pusaran mega korupsi berupaya menghilangkan bukti materil dan saksi kunci e-KTP.

Mantan anggota Komisi III DPR Djoko Edhi Abdurahman menyatakan pengungkapan nama besar tanpa bukti materil bakal sia-sia. Sebab, bakal dengan mudah terbantahkan. ”Tindak pidana korupsi adalah kejahatan tanpa korban, sama seperti narkoba, pelaku saling kenal dan sepakat melakukan kejahatan. Kalau cuma narasi, sulit dibuktikan,” ujarnya kepada Jawa Pos (Grup Sumut Pos),  Senin (13/3).

Djoko mengatakan, sejumlah nama besar, terutama anggota Komisi II periode 2009-2014 yang dikaitkan dengan mega korupsi, sebenarnya bisa saja melaporkan KPK ke Bareskrim, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Ombudsman.

”Karena tidak punya bukti, KPK menempuh kiat memperbanyak saksi, untuk kemudian mengubah kesaksian menjadi bukti materil,” jelasnya.

Menurutnya, saksi dan berkas perkara yang terlalu banyak membuktikan bila KPK memiliki bukti materil yang minim. Total, ada 24.000 lembar berkas perkara dan 280 saksi yang diboyong penuntut umum KPK ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). ”Padahal sidang tidak boleh lebih dari enam bulan,” ungkap mantan legislatif Fraksi PAN itu.

Edhi mencontohkan kasus rekening gendut Jenderal Budi Gunawan saat menjabat Wakapolri 2015 lalu. Kala itu, kata dia, KPK hanya bernarasi. Minim bukti materil. ”Materilnya tahun 2004, saya masih di Komisi III DPR dan membahas kasus ini dengan PPATK. Akun dan duitnya sudah tak ada ketika terbit sprindiknya Abraham Samad (Ketua KPK saat itu),” bebernya.

Kondisi itu, kata dia, membuat upaya KPK menjerat Budi Gunawan dengan Pasal 170 KUHAP diterabas Hakim Sarpin di praperadilan. Pasal itu pun kini tidak bisa lagi menjadi tempat sembunyi penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU).

”Tidak punya bukti kuat, kalah di praperadilan. Makanya dapat dipastikan KPK takkan berani menaikkan status saksi (pilitikus) menjadi tersangka,” paparnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/