MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2017, Dewan Harian Daerah 45 Sumatera Utara dan PUSSIS-UNIMED menggelar pameran uang perjuangan itu, di Gedung Juang 45, Jalan Pemuda, Medan Maimun, Selasa (2/5) hingga Rabu (10/5).
Kepala Museum Uang Sumatera, Safarudin Barus mengatakan, pemilihan uang perjuangan untuk dipamerkan, mengingat masih banyak orang, khusus kaum muda yang belum tahu bahwa di daerah dulunya boleh mencetak uang masing-masing. “Dengan tahu uang daerah, akan tahu bahwa dulu ada perjuangan. Saat itu kita menjadi lebih modern, berjuang pakai uang. Dengan masih adanya uang kita berarti kita masih berdaulat,” kata Safarudin.
Safarudin bercerita, sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda yang mencoba memblokade ekonomi Indonesia, dengan cara mencetak uang sendiri dan tidak mengakui mata uang Indonesia di tahun 1947. Pemerintah Indonesia membolehkan daerah untuk mencetak uang sendiri. Termasuk, daerah di Sumatera Utara. Di antaranya adalah Kuala Ledong, Membang Muda, Nias, Gunung Sitoli, Pematang Siantar, Asahan, Rantau Prapat, Labuhan Bilik, Lima Puluh, Tiga Binanga, Tapanuli dan Simalungun. Uang daerah itu, memiliki pecahan Rp1/2 sampai Rp25.000.000.
“Namun, uang daerah itu, hanya berlaku sebagai alat tukar, di daerah masing-masing saja, serta bersifat sementara,” paparnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, bahan pembuatan uang itu juga seadanya, yakni menggunakan kertas biasa hingga kertas buku tulis atau kertas tisu. Begitu juga alat cetaknya, menggunakan alat cetak biasa bahkan ada menggunakan mesin tik dan juga sistem press dengan plat. Hanya untuk pengendalian peredaran saja, uang harus ditandatangani Pemimpin daerah masing-masing.
Namun, lanjutnya, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda tahun 1949, Indonesia meraih kedaulatan. Uang daerah atau lebih dikenal uang perjuangan itu diminta ditukarkan ke Bank Indonesia dan tidak diberlakukan. Sebagian besar masyarakat menukarkan uang itu ke Bank Indonesia, sehingga uang perjuangan itu perlahan hilang dari peredaran.
“Seiring berjalannya waktu, uang perjuangan banyak dicari, termasuk bagi orang Belanda. Mereka menilai uang perjuangan sebagai bukti sejarah, keberadaan mereka di sini dulu,” ungkap Safarudin lagi.