Lemahnya Penangan Kasus Korupsi Libatkan Elit Politik
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melihat ada indikasi oknum internal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kompromi terhadap kasus-kasus khusus yang melibatkan elit politik dan penyelenggara negara. “Kompromi ini melemahkan fungsi dan peran KPK dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi.” kata Ketua Umum GMNI Twedy Noviady Ginting kepada Rakyat Merdeka Online (Group Sumut Pos) Minggu, (21/8).
Untuk itu, dia berharap agar Komite Etik KPK tidak mem biarkan oknum tersebut se makin eksis dalam memper
lemahkan KPK. Sebab, siapapun pimpinan KPK, selama mereka masih bercokol maka harapan masyarakat agar KPK independen dalam melaksanakan tugasnya tidak akan pernah terwujud. “Komite Etik harus segera membersihkan dan menonaktifkan oknum tersebut,” kata Twedy.
Menanggapi mengalirnya tudingan negatif terhadap KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) curhat. Dalam pertemuan antara tokoh masyarakat dengan pimpinan KPK, Jumat (19/8) lalu, Wakil Ketua KPK, M Jassin mengatakan ada intervensi yang dilakukan DPR dalam penanganan kasus korupsi, termasuk kasus suap Sesmenpora. Hal ini tentunya menohok anggota DPR, khususnya anggota Komisi III yang menjadi rekan kerja KPK
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, M Jasin juga menegaskan ada dua modus intervensi yang dilakukan DPR. “Intervensi pertama bisa berupa telepon,” kata Jassin selepas pertemuan tokoh masyarakat dengan pimpinan KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Selain itu, imbuh Jassin, intervensi juga dilakukan ketika rapat dengar pendapat (RDP).
“Dalam RDP misalnya, mereka (DPR) pesan semuanya jangan ditangani KPK, kenapa tidak dilimpahkan kepenegak hukum lain,” terang Jasin.
Tak mau kehilangan muka, Bambang Soesatyo meminta KPK terbuka soal siapa saja politisi DPR yang kerap mengintervensi penanganan kasus korupsi. “KPK harus mengungkap ke publik, nama dan partai anggota DPR yang dituding lakukan intervensi kasus,” kata politisi asal Partai Golkar.
Masih kata Bamsoet, panggilan akrabnya, transparansi ini harus dilakukan agar tidak menimbulkan fitnah. Tidak cuma Bamsoet, anggota Komisi III DPR lainnya juga balik menyerang KPK.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Sundari ini dengan nada kesal meminta pimpinan KPK untuk berkaca dan jangan merasa benar sendiri, terutama alergi terhadap masukan dari Komisi III.
“KPK harus tahu juga kalau banyak masukan dari DPR apalagi dalam prakteknya, hal-hal yang menjadi masukkan DPR banyak juga yang disetujui oleh MK,” kata Eva Sundari.
Dia menyebut soal penyadapan, SOP yang melanggar KUHAP, seperti KPK yang tidak membolehkan tersangka didampingi pengacara dalam menjalani proses hukum, akhirnya dimenangkan oleh MK.
Ia kemudian berseloroh soal KPK yang kerap dianggap malaikat, padahal juga sering salah. Menurut Eva, pada prinsipnya, KPK proporsional. Dia beralasan KPK dan DPR bukan malaikat tapi manusia biasa tempat salah dan dosa. “Komite Etik dibentuk karena persoalan prilaku komisoner KPK dalam menjalankan penegakan hukum,” tegas Eva. (net/jpnn)