29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Inggris Cabut Kewarganegaraan Lebih dari 100 Pejuang ISIS

Foto: VOA
Bendera Inggris berkibar dekat Menara Elizabeth atau terkenal dengan nama Big Ben, di London pusat, 9 Juni 2017.

SUMUTPOS.CO – Kewarganegaraan ratusan pejuang asing yang terdaftar dalam ISIS untuk bertempur di Irak dan Suriah dilucuti dan diblokir untuk kembali oleh negara-negara Barat karena negara asal mereka tidak menginginkan mereka kembali.

Kembalinya para pejuang ISIS ini dinilai sebagai ancaman nyata, warisan dari sebuah gerakan pembunuh yang berhasil dikalahkan di medan tempur. Pejabat intelijen Barat mengatakan sudah terlalu banyak upaya untuk memantau puluhan ribu tersangka ekstremis yang tertarik dengan ideologi jihad tetapi tidak pernah meninggalkan negara mereka.

Associated Press mengutip laporan-laporan media di Inggris yang melaporkan bahwa para pejabat Inggris telah mencabut kewarganegaraan lebih dari 100 pejuang yang berasal dari negara itu, termasuk pasangan mereka, sehingga secara legal tidak bisa kembali ke negara itu.

Mereka yang kehilangan kewarganegaraan Inggris itu memiliki dwi-kewarganegaraan.

Berdasarkan aturan hukum internasional, pemerintah tidak bisa mencabut kewarganegaraan seseorang jika hal itu membuat mereka sama sekali tidak memiliki kewarganegaraan.

Menurut suratkabar Inggris “Sunday Times”, sejak 30 Maret 2016 ada 152 anggota ISIS yang telah dicabut kewarganegaraan Inggris-nya.

Diperkirakan ada 850 warga Inggris yang bergabung dengan ISIS atau kelompok-kelompok terkait Al Qaeda di Suriah, dimana 15% diantaranya diperkirakan telah tewas. Sekelompok besar pejuang yang kembali telah dipenjarakan, tetapi pejabat-pejabat Inggris mengatakan banyak yang tidak dapat dituntut di pengadilan karena kurang bukti. Sebagian diperkirakan telah kecewa dengan jihad yang dilakukan, namun banyak yang diperkirakan beresiko menimbulkan teror yang signifikan.

Inggris bukan satu-satunya negara yang khawatir dengan para pejuang yang kembali dan berpotensi melampiaskan kekecewaan mereka atau menjadi beban tambahan bagi dinas intelijen yang selama ini telah berupaya keras mengawasi ribuan tersangka yang tertarik pada ideologi jihad tetapi tidak pergi bertempur. Juni lalu, setelah serangan di Manchester dan London, otorita berwenang Inggris mengakui bahwa ada 23.000 orang Islam radikal yang pada suatu waktu dinilai badan-badan intelijen sebagai “person of interest”, lebih besar enam kali dari angka yang sebelumnya diumumkan pemerintah.

Dari jumlah itu sekitar 3.000 orang dinilai sebagai ancaman serius, termasuk sekitar 400 orang yang telah kembali ke Inggris setelah bertempur bagi ISIS di Irak dan Suriah.

Sejak tahun 2015 sejumlah negara Barat telah melakukan amandemen undang-undang mereka untuk memudahkan mencabut kewarganegaraan mereka yang memiliki dwi-kewarganegaraan dan terlibat terorisme. Meskipun demikian negara-negara Eropa dikecam karena dinilai tidak memiliki rencana yang lebih komprehensif bagi para pejuang yang kembali ke negara asal mereka, baik dengan mengawasi keberadaan mereka maupun mengharuskan mereka mengikuti program rehabilitasi dan deradikalisasi. (voa)

Foto: VOA
Bendera Inggris berkibar dekat Menara Elizabeth atau terkenal dengan nama Big Ben, di London pusat, 9 Juni 2017.

SUMUTPOS.CO – Kewarganegaraan ratusan pejuang asing yang terdaftar dalam ISIS untuk bertempur di Irak dan Suriah dilucuti dan diblokir untuk kembali oleh negara-negara Barat karena negara asal mereka tidak menginginkan mereka kembali.

Kembalinya para pejuang ISIS ini dinilai sebagai ancaman nyata, warisan dari sebuah gerakan pembunuh yang berhasil dikalahkan di medan tempur. Pejabat intelijen Barat mengatakan sudah terlalu banyak upaya untuk memantau puluhan ribu tersangka ekstremis yang tertarik dengan ideologi jihad tetapi tidak pernah meninggalkan negara mereka.

Associated Press mengutip laporan-laporan media di Inggris yang melaporkan bahwa para pejabat Inggris telah mencabut kewarganegaraan lebih dari 100 pejuang yang berasal dari negara itu, termasuk pasangan mereka, sehingga secara legal tidak bisa kembali ke negara itu.

Mereka yang kehilangan kewarganegaraan Inggris itu memiliki dwi-kewarganegaraan.

Berdasarkan aturan hukum internasional, pemerintah tidak bisa mencabut kewarganegaraan seseorang jika hal itu membuat mereka sama sekali tidak memiliki kewarganegaraan.

Menurut suratkabar Inggris “Sunday Times”, sejak 30 Maret 2016 ada 152 anggota ISIS yang telah dicabut kewarganegaraan Inggris-nya.

Diperkirakan ada 850 warga Inggris yang bergabung dengan ISIS atau kelompok-kelompok terkait Al Qaeda di Suriah, dimana 15% diantaranya diperkirakan telah tewas. Sekelompok besar pejuang yang kembali telah dipenjarakan, tetapi pejabat-pejabat Inggris mengatakan banyak yang tidak dapat dituntut di pengadilan karena kurang bukti. Sebagian diperkirakan telah kecewa dengan jihad yang dilakukan, namun banyak yang diperkirakan beresiko menimbulkan teror yang signifikan.

Inggris bukan satu-satunya negara yang khawatir dengan para pejuang yang kembali dan berpotensi melampiaskan kekecewaan mereka atau menjadi beban tambahan bagi dinas intelijen yang selama ini telah berupaya keras mengawasi ribuan tersangka yang tertarik pada ideologi jihad tetapi tidak pergi bertempur. Juni lalu, setelah serangan di Manchester dan London, otorita berwenang Inggris mengakui bahwa ada 23.000 orang Islam radikal yang pada suatu waktu dinilai badan-badan intelijen sebagai “person of interest”, lebih besar enam kali dari angka yang sebelumnya diumumkan pemerintah.

Dari jumlah itu sekitar 3.000 orang dinilai sebagai ancaman serius, termasuk sekitar 400 orang yang telah kembali ke Inggris setelah bertempur bagi ISIS di Irak dan Suriah.

Sejak tahun 2015 sejumlah negara Barat telah melakukan amandemen undang-undang mereka untuk memudahkan mencabut kewarganegaraan mereka yang memiliki dwi-kewarganegaraan dan terlibat terorisme. Meskipun demikian negara-negara Eropa dikecam karena dinilai tidak memiliki rencana yang lebih komprehensif bagi para pejuang yang kembali ke negara asal mereka, baik dengan mengawasi keberadaan mereka maupun mengharuskan mereka mengikuti program rehabilitasi dan deradikalisasi. (voa)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/