SHANGHAI, SUMUTPOS.CO – Sebuah rumah di Shanghai, China, yang telah menghalangi jalan raya selama 14 tahun akhirnya diruntuhkan.
Para penghuni rumah yang dikenal dengan sebutan ‘rumah paku’ itu, menolak pindah sejak 2003. Mereka beralasan kompensasi yang diberikan pemerintah tidak sepadan.
Namun pada akhirnya mereka menyetujui paket kompensasi senilai 2,7 juta yuan dan memperbolehkan rumah mereka untuk diruntuhkan.
‘Rumah paku’ menjadi hal yang kerap terjadi di tengah pembangunan pesat oleh Pemerintah China. Istilah tersebut digunakan untuk mendeskripsikan rumah yang tak boleh dihancurkan oleh para penghuni.
Dikutip dari BBC, Senin (18/9/2017), dalam kasus bangunan di Shanghai, rumah tersebut berdiri di pembangunan jalan. Hal tersebut memuat jalan yang melintasi bangunan itu menjadi lebih sempit — dari empat jalur menjadi dua.
Menurut kantor berita China, pembongkaran dilakukan dalam semalam dan memakan waktu sekitar 90 menit.
Saat ekskavator bergerak untuk meruntuhkan rumah, air disemprotkan untuk mengurangi debu.
Meski sering mendapat perlawanan, para pengembang tak ambil pusing dan tetap melanjutkan pembangunan di sekitarnya.
Para pemilik biasanya melakukan berbagai hal untuk menjaga properti mereka tetap utuh. Bahkan, mereka tetap bertahan meski gedung pencakar langit atau pusat perbelanjaan melintas di atas rumah mereka.
Kasus Rumah Paku Lainnya
Tak hanya di Shanghai, pada 2015 fenomena ‘rumah paku’ juga terjadi di Nanning. Dalam rangka melawan terhadap pihak otoritas, seorang penghuni rumah ngotot tidak membolehkan petugas membuldozer rumahnya.
Rumah tak berpenghuni itu kurang lebih bisa dibilang gubuk. Lokasinyalah yang sedikit berbeda dari rumah selayaknya, yaitu di tengah-tengah jalan, yang menghambat pembangunan.
Perselisihan atas rumah paku di Nanning sudah ada sejak lebih dari satu dekade lalu. Rumah yang sudah bobrok dengan atap pecah-pecah itu merupakan milik dari seorang penduduk desa yang sudah direlokasi di akhir tahun 90-an.
Menurut laporan Nanguo, pemerintah gagal dalam mengisukan izin penggusuran dengan benar, sehingga pemilik yang tidak yakin dengan klaim kompensasi menolak menandatangani persetujuan.
Namun, beberapa isu mendapat empati publik dan berbalik melawan pengembang kaya yang ingin membuat lapangan golf atau apartemen mewah.
Dalam salah satu kasus ‘rumah paku’ di Kota Chongqing tahun 2007, Yang Wu dan Wu Ping menolak bayaran dari pemerintah selama bertahun-tahun. Bahkan saat 208 keluarga di sekitar mereka pindah untuk membangun pusat perbelanjaan.
Walau pihak pengembang memotong sumber listrik dan air, dan mengisi lubang sedalam 10 meter di sekitar rumah, Yang tetap bersikeras.
“Kita tidak akan pindah! Kita lahir dan mati dengan rumah ini!” seru dia dari atap rumah. (Bbc)