26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

LAPK : Kelangkahan Premium, Kegagalan Pertamina

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS – Seorang operator SPBU melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di SPBU Jalan Brigjend Katamso Medan.

SUMUTPOS.CO – Pembantasan penggunaan, mengakibatkan terjadi kelangkahan bahan bakar minyak (BBM) dengan jenis Premium di Sumut, menunjukan kegagal PT Pertamina sebagai operator pendistribusi Premium kepada masyarakat selaku konsumen. Hal itu diungkapkan Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi S. Siregar.

Ia mengatakan sudah seharus Pertamina memberikan pelayanan terbaik kepada publik dengan menyalurkan premium tanpa ada batasan.”Idealnya langkahnya Premium apabila dianggap kegagalan Pertamina maka harus dilakukan evaluasi di tubuh manajemen Pertamina. Tetapi faktanya, malah mendapat pujian dari pemerintah akibat laba yang dicapai Pertamina. Maka, kelangkahan Premium adalah pembohongan publik yang dilakukan Pemerintah dan Pertamina secara bersama-sama,” ucap Padian saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (25/4) siang.

Padian mengungkapkan, harusnya Pemerintah melalui Pertamina harus bisa menjamin pasokan BBM bersubsidi seperti Premium. Karena, BBM jenis itu yang sangat dibutuhkan masyarakat, terutama masyarakat golongan menengah ke bawah.

“Pemerintah harus menjamin pasokan BBM subsidi tetap tersedia di SPBU. Bukan menghilangkan Premium karena alasan biaya produksi yang mahal karena masih RON 88 sementara di dunia sudah tidak ada lagi BBM Ron 88. Apakah Pertalite kemudian dijadikan BBM subsidi? Bukankah pemerintah bisa membuat kebijakan subsidi silang dalam penetapan harga BBM. Karena pemerintah menghilangkan BBM subsidi merupakan pelanggaran hukum, ada produknya tetapi tidak ada pasokannya,” tutur Padian.

Ia juga mengkritisi kebijakan Pemerintah dalam menerapkan harga BBM sangat tidak terbuka dan tidak berjiwa besar. Bagaimana tidak, harga BBM subsidi jenis Premium sengaja dibuat langka. Sementara itu, jenis BBM non-subsidi seperti Pertalite dinaikan.

“Apa karena tidak mengharuskan adanya persetujuan DPR dalam menaikkan atau menurunkan harga sengaja disediakan pasokannya mencukupi bahkan di beberapa SPBU diperbanyak pompanya menggantikan pompa premium,” jelas Padian.

Dengan itu, ia mengharapkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan lebih baik pada pemerintah terbukti sia-sia. Pemerintah justru menaikkan harga BBM tanpa empati, tidak memperhatikan masyarakat dan daya beli konsumen.

“Alasannya, kenaikan harga BBM dilakukan saat ada terjadi di saat daya beli masyarakat turun, serta lonjakan harga bahan pangan seperti beras, sembako dan kenaikan lain, diantaranya tarif tol, tiket kereta api serta agresif mengenakan berbagai pajak kepada konsumen,” kata Padian.

Kemudian, menurutnya, Pemerintah tidak boleh membuat kebijakan khususnya harga BBM tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat dan hanya beracuan pada harga minyak dunia yang naik. Tetapi anehnya ketika harga minyak dunia turun harga BBM justru tidak.

“Tentu Pertamina sebagai BUMN jangan hanya digenjot menaikkan keuntungan tetapi fungsi sosialnya diabaikan. Idealnya harga BBM tidak boleh sepenuhnya dilemparkan pada mekanisme pasar yang kemudian tidak berorientasi pada kepentingan rakyat,” pungkasnya.(gus/ila)

 

 

 

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS – Seorang operator SPBU melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di SPBU Jalan Brigjend Katamso Medan.

SUMUTPOS.CO – Pembantasan penggunaan, mengakibatkan terjadi kelangkahan bahan bakar minyak (BBM) dengan jenis Premium di Sumut, menunjukan kegagal PT Pertamina sebagai operator pendistribusi Premium kepada masyarakat selaku konsumen. Hal itu diungkapkan Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi S. Siregar.

Ia mengatakan sudah seharus Pertamina memberikan pelayanan terbaik kepada publik dengan menyalurkan premium tanpa ada batasan.”Idealnya langkahnya Premium apabila dianggap kegagalan Pertamina maka harus dilakukan evaluasi di tubuh manajemen Pertamina. Tetapi faktanya, malah mendapat pujian dari pemerintah akibat laba yang dicapai Pertamina. Maka, kelangkahan Premium adalah pembohongan publik yang dilakukan Pemerintah dan Pertamina secara bersama-sama,” ucap Padian saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (25/4) siang.

Padian mengungkapkan, harusnya Pemerintah melalui Pertamina harus bisa menjamin pasokan BBM bersubsidi seperti Premium. Karena, BBM jenis itu yang sangat dibutuhkan masyarakat, terutama masyarakat golongan menengah ke bawah.

“Pemerintah harus menjamin pasokan BBM subsidi tetap tersedia di SPBU. Bukan menghilangkan Premium karena alasan biaya produksi yang mahal karena masih RON 88 sementara di dunia sudah tidak ada lagi BBM Ron 88. Apakah Pertalite kemudian dijadikan BBM subsidi? Bukankah pemerintah bisa membuat kebijakan subsidi silang dalam penetapan harga BBM. Karena pemerintah menghilangkan BBM subsidi merupakan pelanggaran hukum, ada produknya tetapi tidak ada pasokannya,” tutur Padian.

Ia juga mengkritisi kebijakan Pemerintah dalam menerapkan harga BBM sangat tidak terbuka dan tidak berjiwa besar. Bagaimana tidak, harga BBM subsidi jenis Premium sengaja dibuat langka. Sementara itu, jenis BBM non-subsidi seperti Pertalite dinaikan.

“Apa karena tidak mengharuskan adanya persetujuan DPR dalam menaikkan atau menurunkan harga sengaja disediakan pasokannya mencukupi bahkan di beberapa SPBU diperbanyak pompanya menggantikan pompa premium,” jelas Padian.

Dengan itu, ia mengharapkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan lebih baik pada pemerintah terbukti sia-sia. Pemerintah justru menaikkan harga BBM tanpa empati, tidak memperhatikan masyarakat dan daya beli konsumen.

“Alasannya, kenaikan harga BBM dilakukan saat ada terjadi di saat daya beli masyarakat turun, serta lonjakan harga bahan pangan seperti beras, sembako dan kenaikan lain, diantaranya tarif tol, tiket kereta api serta agresif mengenakan berbagai pajak kepada konsumen,” kata Padian.

Kemudian, menurutnya, Pemerintah tidak boleh membuat kebijakan khususnya harga BBM tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat dan hanya beracuan pada harga minyak dunia yang naik. Tetapi anehnya ketika harga minyak dunia turun harga BBM justru tidak.

“Tentu Pertamina sebagai BUMN jangan hanya digenjot menaikkan keuntungan tetapi fungsi sosialnya diabaikan. Idealnya harga BBM tidak boleh sepenuhnya dilemparkan pada mekanisme pasar yang kemudian tidak berorientasi pada kepentingan rakyat,” pungkasnya.(gus/ila)

 

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/