JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nilai rupiah yang melemah diyakini tidak akan membuat perbankan goyah.
Per 30 April, kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah per dolar Amerika Serikat (USD) berada di level Rp 13.877.
Sementara itu, di kurs spot Bloomberg, rupiah berada di level Rp 13.913. Sepanjang tahun ini, rupiah melemah 2,47 persen terhadap USD.
Meski begitu, perbankan diyakini masih cukup kuat dalam menghadapi tekanan fluktuasi nilai tukar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan stress test kepada industri perbankan.
OJK menilai perbankan mempunyai rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) 22,67 persen serta kredit macet atau non performing loan (NPL) di kisaran 2,75 persen.
’’Kami sudah bilang sebelumnya bahwa ada rebalancing portofolio. Permodalan bank kita relatif lebih tinggi dibanding negara-negara lain,’’ ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Selasa (1/5).
Pertumbuhan kredit pada Februari lalu mencapai 8,54 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit pada Februari 2017 yang sebesar 8,22 persen.
Untuk dana pihak ketiga (DPK), ada penurunan dari 8,44 persen pada Februari 2017 menjadi 7,66 persen pada periode yang sama 2018.
Likuiditas bank dinilai masih cukup banyak. Bahkan, bank masih bisa meningkatkan penyaluran kredit.
Wimboh menyebut tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari sisi likuiditas.
Namun, bank tetap harus hati-hati dalam mengontrol risiko agar tidak terjadi kenaikan NPL.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk Rohan Hafas mengatakan, rata-rata bank cukup hati-hati dalam menyalurkan kredit valas.
Dengan demikian, risiko nilai tukar tidak berdampak langsung pada permodalan bank.
Bank juga sudah mendorong agar nasabah melakukan lindung nilai atau hedging pada nasabah yang punya penghasilan dalam USD.
’’Tidak ada masalah,’’ ujar Rohan. (rin/c17/sof/ram)