29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Penghapusan FDT Dikritik, Gubsu Usulkan Nama Sky Danau Toba

SOLU BOLON: Lomba Solu Bolon saat Festival Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, menanggapi sejumlah aspirasi yang mengkritik rencana penghapusan Festival Danau Toba (FDT) 2020. Menurutnya, bukan eventnya yang ditiadakan, melainkan bentuknya yang diubah. Sekaligus mengubah nama FDT kepada kegiatan yang lain, yang dapat mendatangkan wisatawan.

“FDT perlu kita kaji. Kita mau buat kegiatan di sana (Danau Toba) agar tidak monoton seperti sekarang. Misalnya tari-tarian di sana. Jadi tahun ini tetap dilaksanakan, tapi namanya kita ubah. Mungkin Sky Danau Toba, atau lomba memancing,” katanya menjawab wartawan seusai melaksanakan salat di Masjid Agung, Senin (13/1).

Edy menyebut, pihaknya sedang fokus untuk mengalihkan kegiatan apa yang bisa dilakukan di Danau Toba agar mendatangkan sejuta wisatawan lokal maupun internasional. Menurutnya, FDT 2019 yang lewat terlalu monoton dan tidak mendatangkan manfaat, khususnya bagi wisatawan.

Edy tidak menginginkan wisatawan yang datang ke Danau Toba hanya singgah sebentar, lalu angkat kaki. Ia menginginkan festival selanjutnya mampu mendatangkan sejuta wisawatan.

Edy mengaku miris karena FDT 2019 tidak banyak mendatangkan turis asing maupun orang lokal untuk berkunjung melihat keindahan danau vulkanik itu. “Danau Toba itu perlu kegiatan yang bisa membuat wisatawan datang. Dari pusat meminta satu juta wisatawan. Saat ini kita belum dapat segitu, separuhnya saja tidak,” ucapnya.

Ia berharap, FDT yang akan datang mempunyai konsep beda. Yakni, lebih menonjolkan adat istiadat Batak, agar dapat menarik para wisatawan. “Mari kita bikin kreativitas, mari kita ceritakan tentang ada istiadat suku Batak yang ada di sana,” ucapnya.

Gubsu mencontohkan bentuk kegiatan yang mungkin menggantikan FDT adalah triatlon. “Triatlon itu ada lari, renang, sepeda. Atau kegiatan-kegiatan yang lain kita bentuk. Jadi bukan ditiadakan kegiatannya, tapi bentuknya apa, metodenya apa, agar si wisatawan itu datang ke Danau Toba,” terangnya.

Penghapusan FDT Bikin Kecewa

Sebelumnya, sejumlah pihak menyayangkan pernyataan Gubsu Edy Rahmayadi yang membatalkan FDT tahun ini. Anggota DPRD Sumut, Sugianto Makmur, menyatakan kecewa dengan keputusan Gubsu tersebut.

“Sayang sekali even berskala nasional itu batal dengan alasan gak masuk akal, sepi tidak banyak yang datang katanya,” ungkap politisi asal Dapil Sumut 12 ini di sela-sela acara penutupan Rakernas I PDI Perjuangan di Kemayoran Jakarta, kemarin.

Sepinya pengunjung pada FDT, menurut dia, karena kurangnya promosi. “Untuk sebuah even yang begitu besar, harusnya dibuat anggaran promosi yang sangat besar. Tidak ada baliho di Jakarta, Surabaya atau kota lain. Tidak juga kelihatan di medsos. Apalagi di luar negeri, tidak ada sama sekali. Padahal itu kuncinya,” ungkap Sugianto.

Ia menyatakan, acara topeng monyet pun, jika dipromosikan dengan bombastis, bakalan lebih ramai. “Saya jamin, kalau dipromosikan dengan etika marketing yang baik dan benar, bakal ramai,” katanya.

Senada, kolega Sugianto Makmur, Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut, Hendra Cipta, mengatakan nama FDT itu sudah populer, karena itu tidak perlu diganti. Yang perlu diperbaiki hanyalah aspek konten kegiatannya.

“Sebenarnya bukan nama FDT-nya yang menjadi penyebab kurangnya minat wisatawan berkunjung ke Danau Toba. Terlalu simpel itu kalau cuma ganti kulit even. Sebaiknya FDT tetap digelar, hanya kontennya perlu diperbanyak. Salahsatunya bisa saja triathlon yang disampaikan Gubsu. Tapi itu pun bukan satu-satunya jaminan akan meningkatkan volume kunjungan wisatawan ke Danau Toba,” ujarnya Minggu (12/1).

Menurutnya, pemerintah dan penyelenggara even FDT harus lebih giat dalam promosi, dan memberi insentif dan beragam bonus bagi para praktisi wisata.

Branding FDT Sudah Familiar

Masih soal wacana penghapusan nama FDT, tokoh masyarakat Sumut, RE Nainggolan, mengatakan branding FDT sudah familiar bagi masyarakat Sumut.

“Yang perlu dilakukan adalah evaluasi, penyesuaian, dan perbaikan. Bagaimanapun FDT sudah menjadi sebuah agenda rutin. Lebih jauh lagi, FDT itu sudah branded, menjadi nama yang sangat dikenal luas, legendaris sejak tahun 80-an. FDT sudah selalu ada di brosur-brosur dan menjadi kalender rutin pariwisata Sumut bahkan Indonesia. Konsep dan kontennya yang perlu diubah dan disesuaikan agar benar-benar bisa memancing minat dan kehadiran pengunjung, baik domestik maupun mancanegara,” ujar mantan Sekdaprovsu dan bupati Tapanuli Utara itu.

Ia mengatakan, banyak opsi yang bisa dipilih untuk membuat FDT lebih bermakna dan bermanfaat. “Sebagai contoh, bisa dengan menggelar lomba balap sepeda seperti Tour de Toba. Bisa juga festival Solu Bolon, dan berbagai even menarik lainnya, termasuk triathlon seperti yang disampaikan Gubsu. Memang membutuhkan persiapan dan publikasi yang serius, tetapi juga sangat berpotensi menggaet pengunjung, dan makin mengenalkan Danau Toba khususnya ke Sumut dan umumnya ke dunia luar,” katanya.

RE mengatakan, saat ini tren pariwisata adalah untuk membangkitkan adrenalin. Kawasan Danau Toba sangat mendukung untuk hal seperti itu. Banyak jenis olahraga ekstrem atau paket petualangan yang bisa digelar di sana.

“Yang jelas harus kreatif membuat konsep dan kontennya. Dalam sekejap, keseruan itu akan langsung viral ke seluruh dunia, dan membuat orang terdorong untuk datang dan mencoba,” katanya.

Dia juga menyarankan agar dibentuk panitia tetap yang bertugas menyelenggarakan FDT sehingga mekanisme evaluasi dan akuntabilitasnya akan lebih mudah dilakukan. Selain itu, perlu pelibatan seluruh daerah di kawasan. Masing-masing kabupaten di sekitar Danau Toba membuat even festival sendiri, kemudian FDT menjadi even puncaknya. “Jadi semua terintegrasi dan punya grand design,” katanya.

Pada prinsipnya menurut dia, konten dan bentuk even memang harus diubah, disesuaikan dengan tuntutan zaman, mengikuti tren dunia yang berubah sangat cepat. “Akan tetapi tidak perlu mengubah nama. FDT itu sudah menjadi brand yang besar, yang dibangun berpuluh tahun. Sayang jika dihapus begitu saja,” katanya.

Jadwal pelaksanaannya juga menurutnya harus dicari waktu yang terbaik. Mungkin pada Juni atau Juli, jangan di akhir tahun. “Juni dan Juli itu masa puncak liburan di Indonesia. Itulah waktu yang optimal,” ujarnya.

2 Bupati Menolak Penghapusan FDT

Sementara itu, dua bupati di Tapanuli Raya dan sejumlah tokoh keagamaan, menolak keras penghapusan FDT 2020 karena dinilai kurang bermanfaat. Para tokoh itu yakni Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, Bupati Humbang Hasundutan, Dosmar Banjarnahor, Praeses HKBP Distrik III Humbang, Pdt Renova Johnny Sitorus, Ketua Forum Kerukunan Berumat Beragama, Pdt Robinsarhot Lumbangaol, dan Pdt Lamsihar Siregar.

Bupati Taput, Nikson Nababan, mengatakan FDT harus tetap dilaksanakan tanpa perlu mengganti nama. Menurut dia, yang perlu dibenahi dalam event FDT adalah materi dan pelaksanaan. “Tidak perlu ditiadakan, apalagi ganti nama,” imbuhnya.

Menurut Nikson, selama ini banyak daerah tidak dilibatkan dalam FDT. Buntutnya, FDT terkesan kurang maksimal. Seperti daerahnya tahun 2018 lalu yang tidak dilibatkan oleh pemerintah provinsi.

Padahal tahun 2016, saat Tapanuli Utara menjadi tuan rumah, FDT berjalan dengan baik karena dikemas dengan bagus. “Harusnya dengan adanya program pemerintah pusat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi, ada dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memperbanyak promosi wisata dan atraksi wisata,” katanya.

Bupati Humbang Hasundutan, Dosmar Banjarnahor, mengatakan tidak setuju jika FDT 2020 ditiadakan. Sebaiknya, kata dia, Festival Danau Toba tahun 2020 materinya lebih ditingkatkan. “Jadi kalau ada yang kurang baik, agar diperbaiki untuk lebih baik,” harapnya.

Praeses HKPB Distrik III Humbang, Pdt Renova Johnny Sitorus, menegaskan selama ini FDT telah memberi manfaat, khususnya bagi masyarakat sekitaran Danau Toba. Yang perlu diperbaiki, lanjutnya, adalah materi FDT. “Dulu ada Lomba Solu Bolon, Tortor Batak, Lomba Mancing, dan lainnya. Nah ini harus dibuat lagi, bukan ditiadakan,” sebutnya.

Karena itu, ia meminta Gubsu lebih bijaksana dan memberikan konsep yang bermanfaat.

Pdt Lamsihar Siregar dari Gereja HKI menyampaikan, selama ini FDT mempunyai impact kepada masyarakat yang bergerak di usaha dan jajanan. Mulai jasa transport dari darat, laut dan udara, perhotelan, homestay. Karena itu, menurutnya, Gubsu perlu diberi masukan dan gagasan dalam program pengembangan destinasi wisata Danau Toba.

“Mungkin Pak Gubernur belum memiliki program pengembangan tata kelola destinasi superprioritas Danau Toba. Untuk itu, sebaiknya BOPDT dihadirkan sebagai fasilitator dan katalisator. Pak Gubernur juga perlu menjelaskan masterplan Geopark Kaldera Toba yang sudah masuk daftar UGGN,” ujar dia.

Lamsihar menjelaskan, kalender tahunan FDT memberi impact bagi banyak orang, dimulai dari jasa trasportasi darat, laut, dan udara. Juga buat perhotelan, homestay, masyarakat umum, dan masyarakat lokal.

“Saya kira para legislator provinsi dan kabupaten kota di sekitaran Danau Toba perlu bersuara mengenai manfaat FDT sebagai tradisi wisata yang ditunggu banyak orang,” imbuhnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Humbang Hasundutan, Pdt Robinsarhot Lumbangaol, menyampaikan FDT sebaiknya tetap digelar, apalagi sudah dikenal baik oleh masyarakat,” katanya.

Yang penting, eventnya digelar dan dikonsep dengan matang, sehingga memberikan kontribusi positif dalam merangsang peningkatan ekonomi masyarakat. Terlebih dalam kontribusi membangun Danau Toba menjadi destinasi pariwisata superprioritas. (prn/des)

SOLU BOLON: Lomba Solu Bolon saat Festival Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, menanggapi sejumlah aspirasi yang mengkritik rencana penghapusan Festival Danau Toba (FDT) 2020. Menurutnya, bukan eventnya yang ditiadakan, melainkan bentuknya yang diubah. Sekaligus mengubah nama FDT kepada kegiatan yang lain, yang dapat mendatangkan wisatawan.

“FDT perlu kita kaji. Kita mau buat kegiatan di sana (Danau Toba) agar tidak monoton seperti sekarang. Misalnya tari-tarian di sana. Jadi tahun ini tetap dilaksanakan, tapi namanya kita ubah. Mungkin Sky Danau Toba, atau lomba memancing,” katanya menjawab wartawan seusai melaksanakan salat di Masjid Agung, Senin (13/1).

Edy menyebut, pihaknya sedang fokus untuk mengalihkan kegiatan apa yang bisa dilakukan di Danau Toba agar mendatangkan sejuta wisatawan lokal maupun internasional. Menurutnya, FDT 2019 yang lewat terlalu monoton dan tidak mendatangkan manfaat, khususnya bagi wisatawan.

Edy tidak menginginkan wisatawan yang datang ke Danau Toba hanya singgah sebentar, lalu angkat kaki. Ia menginginkan festival selanjutnya mampu mendatangkan sejuta wisawatan.

Edy mengaku miris karena FDT 2019 tidak banyak mendatangkan turis asing maupun orang lokal untuk berkunjung melihat keindahan danau vulkanik itu. “Danau Toba itu perlu kegiatan yang bisa membuat wisatawan datang. Dari pusat meminta satu juta wisatawan. Saat ini kita belum dapat segitu, separuhnya saja tidak,” ucapnya.

Ia berharap, FDT yang akan datang mempunyai konsep beda. Yakni, lebih menonjolkan adat istiadat Batak, agar dapat menarik para wisatawan. “Mari kita bikin kreativitas, mari kita ceritakan tentang ada istiadat suku Batak yang ada di sana,” ucapnya.

Gubsu mencontohkan bentuk kegiatan yang mungkin menggantikan FDT adalah triatlon. “Triatlon itu ada lari, renang, sepeda. Atau kegiatan-kegiatan yang lain kita bentuk. Jadi bukan ditiadakan kegiatannya, tapi bentuknya apa, metodenya apa, agar si wisatawan itu datang ke Danau Toba,” terangnya.

Penghapusan FDT Bikin Kecewa

Sebelumnya, sejumlah pihak menyayangkan pernyataan Gubsu Edy Rahmayadi yang membatalkan FDT tahun ini. Anggota DPRD Sumut, Sugianto Makmur, menyatakan kecewa dengan keputusan Gubsu tersebut.

“Sayang sekali even berskala nasional itu batal dengan alasan gak masuk akal, sepi tidak banyak yang datang katanya,” ungkap politisi asal Dapil Sumut 12 ini di sela-sela acara penutupan Rakernas I PDI Perjuangan di Kemayoran Jakarta, kemarin.

Sepinya pengunjung pada FDT, menurut dia, karena kurangnya promosi. “Untuk sebuah even yang begitu besar, harusnya dibuat anggaran promosi yang sangat besar. Tidak ada baliho di Jakarta, Surabaya atau kota lain. Tidak juga kelihatan di medsos. Apalagi di luar negeri, tidak ada sama sekali. Padahal itu kuncinya,” ungkap Sugianto.

Ia menyatakan, acara topeng monyet pun, jika dipromosikan dengan bombastis, bakalan lebih ramai. “Saya jamin, kalau dipromosikan dengan etika marketing yang baik dan benar, bakal ramai,” katanya.

Senada, kolega Sugianto Makmur, Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut, Hendra Cipta, mengatakan nama FDT itu sudah populer, karena itu tidak perlu diganti. Yang perlu diperbaiki hanyalah aspek konten kegiatannya.

“Sebenarnya bukan nama FDT-nya yang menjadi penyebab kurangnya minat wisatawan berkunjung ke Danau Toba. Terlalu simpel itu kalau cuma ganti kulit even. Sebaiknya FDT tetap digelar, hanya kontennya perlu diperbanyak. Salahsatunya bisa saja triathlon yang disampaikan Gubsu. Tapi itu pun bukan satu-satunya jaminan akan meningkatkan volume kunjungan wisatawan ke Danau Toba,” ujarnya Minggu (12/1).

Menurutnya, pemerintah dan penyelenggara even FDT harus lebih giat dalam promosi, dan memberi insentif dan beragam bonus bagi para praktisi wisata.

Branding FDT Sudah Familiar

Masih soal wacana penghapusan nama FDT, tokoh masyarakat Sumut, RE Nainggolan, mengatakan branding FDT sudah familiar bagi masyarakat Sumut.

“Yang perlu dilakukan adalah evaluasi, penyesuaian, dan perbaikan. Bagaimanapun FDT sudah menjadi sebuah agenda rutin. Lebih jauh lagi, FDT itu sudah branded, menjadi nama yang sangat dikenal luas, legendaris sejak tahun 80-an. FDT sudah selalu ada di brosur-brosur dan menjadi kalender rutin pariwisata Sumut bahkan Indonesia. Konsep dan kontennya yang perlu diubah dan disesuaikan agar benar-benar bisa memancing minat dan kehadiran pengunjung, baik domestik maupun mancanegara,” ujar mantan Sekdaprovsu dan bupati Tapanuli Utara itu.

Ia mengatakan, banyak opsi yang bisa dipilih untuk membuat FDT lebih bermakna dan bermanfaat. “Sebagai contoh, bisa dengan menggelar lomba balap sepeda seperti Tour de Toba. Bisa juga festival Solu Bolon, dan berbagai even menarik lainnya, termasuk triathlon seperti yang disampaikan Gubsu. Memang membutuhkan persiapan dan publikasi yang serius, tetapi juga sangat berpotensi menggaet pengunjung, dan makin mengenalkan Danau Toba khususnya ke Sumut dan umumnya ke dunia luar,” katanya.

RE mengatakan, saat ini tren pariwisata adalah untuk membangkitkan adrenalin. Kawasan Danau Toba sangat mendukung untuk hal seperti itu. Banyak jenis olahraga ekstrem atau paket petualangan yang bisa digelar di sana.

“Yang jelas harus kreatif membuat konsep dan kontennya. Dalam sekejap, keseruan itu akan langsung viral ke seluruh dunia, dan membuat orang terdorong untuk datang dan mencoba,” katanya.

Dia juga menyarankan agar dibentuk panitia tetap yang bertugas menyelenggarakan FDT sehingga mekanisme evaluasi dan akuntabilitasnya akan lebih mudah dilakukan. Selain itu, perlu pelibatan seluruh daerah di kawasan. Masing-masing kabupaten di sekitar Danau Toba membuat even festival sendiri, kemudian FDT menjadi even puncaknya. “Jadi semua terintegrasi dan punya grand design,” katanya.

Pada prinsipnya menurut dia, konten dan bentuk even memang harus diubah, disesuaikan dengan tuntutan zaman, mengikuti tren dunia yang berubah sangat cepat. “Akan tetapi tidak perlu mengubah nama. FDT itu sudah menjadi brand yang besar, yang dibangun berpuluh tahun. Sayang jika dihapus begitu saja,” katanya.

Jadwal pelaksanaannya juga menurutnya harus dicari waktu yang terbaik. Mungkin pada Juni atau Juli, jangan di akhir tahun. “Juni dan Juli itu masa puncak liburan di Indonesia. Itulah waktu yang optimal,” ujarnya.

2 Bupati Menolak Penghapusan FDT

Sementara itu, dua bupati di Tapanuli Raya dan sejumlah tokoh keagamaan, menolak keras penghapusan FDT 2020 karena dinilai kurang bermanfaat. Para tokoh itu yakni Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, Bupati Humbang Hasundutan, Dosmar Banjarnahor, Praeses HKBP Distrik III Humbang, Pdt Renova Johnny Sitorus, Ketua Forum Kerukunan Berumat Beragama, Pdt Robinsarhot Lumbangaol, dan Pdt Lamsihar Siregar.

Bupati Taput, Nikson Nababan, mengatakan FDT harus tetap dilaksanakan tanpa perlu mengganti nama. Menurut dia, yang perlu dibenahi dalam event FDT adalah materi dan pelaksanaan. “Tidak perlu ditiadakan, apalagi ganti nama,” imbuhnya.

Menurut Nikson, selama ini banyak daerah tidak dilibatkan dalam FDT. Buntutnya, FDT terkesan kurang maksimal. Seperti daerahnya tahun 2018 lalu yang tidak dilibatkan oleh pemerintah provinsi.

Padahal tahun 2016, saat Tapanuli Utara menjadi tuan rumah, FDT berjalan dengan baik karena dikemas dengan bagus. “Harusnya dengan adanya program pemerintah pusat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi, ada dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memperbanyak promosi wisata dan atraksi wisata,” katanya.

Bupati Humbang Hasundutan, Dosmar Banjarnahor, mengatakan tidak setuju jika FDT 2020 ditiadakan. Sebaiknya, kata dia, Festival Danau Toba tahun 2020 materinya lebih ditingkatkan. “Jadi kalau ada yang kurang baik, agar diperbaiki untuk lebih baik,” harapnya.

Praeses HKPB Distrik III Humbang, Pdt Renova Johnny Sitorus, menegaskan selama ini FDT telah memberi manfaat, khususnya bagi masyarakat sekitaran Danau Toba. Yang perlu diperbaiki, lanjutnya, adalah materi FDT. “Dulu ada Lomba Solu Bolon, Tortor Batak, Lomba Mancing, dan lainnya. Nah ini harus dibuat lagi, bukan ditiadakan,” sebutnya.

Karena itu, ia meminta Gubsu lebih bijaksana dan memberikan konsep yang bermanfaat.

Pdt Lamsihar Siregar dari Gereja HKI menyampaikan, selama ini FDT mempunyai impact kepada masyarakat yang bergerak di usaha dan jajanan. Mulai jasa transport dari darat, laut dan udara, perhotelan, homestay. Karena itu, menurutnya, Gubsu perlu diberi masukan dan gagasan dalam program pengembangan destinasi wisata Danau Toba.

“Mungkin Pak Gubernur belum memiliki program pengembangan tata kelola destinasi superprioritas Danau Toba. Untuk itu, sebaiknya BOPDT dihadirkan sebagai fasilitator dan katalisator. Pak Gubernur juga perlu menjelaskan masterplan Geopark Kaldera Toba yang sudah masuk daftar UGGN,” ujar dia.

Lamsihar menjelaskan, kalender tahunan FDT memberi impact bagi banyak orang, dimulai dari jasa trasportasi darat, laut, dan udara. Juga buat perhotelan, homestay, masyarakat umum, dan masyarakat lokal.

“Saya kira para legislator provinsi dan kabupaten kota di sekitaran Danau Toba perlu bersuara mengenai manfaat FDT sebagai tradisi wisata yang ditunggu banyak orang,” imbuhnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Humbang Hasundutan, Pdt Robinsarhot Lumbangaol, menyampaikan FDT sebaiknya tetap digelar, apalagi sudah dikenal baik oleh masyarakat,” katanya.

Yang penting, eventnya digelar dan dikonsep dengan matang, sehingga memberikan kontribusi positif dalam merangsang peningkatan ekonomi masyarakat. Terlebih dalam kontribusi membangun Danau Toba menjadi destinasi pariwisata superprioritas. (prn/des)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/