26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Darurat, BPOM Izinkan Vaksin Sinovac, Efikasi 65,3 Persen

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya menerbitkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Covid-19 Sinovac. BPOM menyatakan, secara keseluruhan vaksin COVID-19 Sinovac aman, dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang.

“PADA hari ini, Senin tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin Corona vax produksi Sinovac Biotech Incorporated yang bekerja sama dengan PT Bio Farma,” kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (11/1).

BPOM menyatakan, berdasarkan inspeksi yang mereka lakukan ke Beijing, Tiongkok, proses pembuatan vaksin juga telah memenuhi ketentuan cara pembuatan obat yang baik. Laporan keamanan vaksin berdasarkan data dukung keamanan dari uji klinis fase tiga di Indonesia, Turki, dan Brasil, yang dipantau sampai periode tiga bulan usai penyuntikan dosis kedua.

“Efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam,” kata Penny Lukito.

Sementara frekuensi efek samping vaksin derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit, atau diare, hanya dilaporkan 0,1 sampai 1 persen. Penny mengatakan efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat pulih kembali.

Untuk data efikasi atau khasiat, BPOM menggunakan data pemantauan dan analisis uji klinis yang dilakukan di Indonesia dan juga mempertimbangkan hasil uji klinis yang dilakukan di Brasil dan Turki.

“Pada uji klinis fase tiga di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik, pada 14 hari setelah penyuntikan dengan hasil seropositif atau kemampuan vaksin membentuk antibodi sebesar 99,74 persen,” kata Penny.

Setelah tiga bulan penyuntikan, hasil seropositif mencapai 99,23 persen. “Hal tersebut menunjukkan bahwa sampai dengan 3 bulan, jumlah subyek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen.”

Untuk hasil analisis efikasi vaksin CoronaVac berdasarkan uji klinis di Bandung, menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Sementara hasil efikasi di Turki mencapai 91,25 persen dan di Brasil 78 persen. Hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO minimal efikasi vaksin mencapai 50 persen.

“Hal ini menunjukkan harapan hahwa vaksin ini mampu menurunkan kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen,” lanjutnya.

Diawali Presiden Jokowi

Sebelumnya, pemerintah berencana memulai vaksinasi Covid-19 pada pekan ini. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, vaksinasi akan digelar mulai Rabu (13/1). Rencananya, vaksin Covid-19 pertama di Indonsia akan disuntikkan ke Presiden Joko Widodo.

“Mengenai vaksinasi, insya Allah, Bapak, Ibu, kita akan mulai di hari Rabu dan akan dimulai oleh Bapak Presiden,” kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (11/1).

Budi mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan kabar baik mengenai kehalalan vaksin. Kemudian, BPOM juga akan menyampaikan kabar baik tentang izin penggunaan darurat vaksin atau emergency use authorization. Budi memastikan, vaksinasi baru akan dimulai setelah BPOM menerbitkan EUA.

“Pemerintah tidak akan mendahului persetujuan dari BPOM karena BPOM adalah badan independen yang secara scientific berhak untuk menentukan apakah vaksin ini layak atau tidak,” ujar Budi. “Jadi sama sekali kita tidak akan melakukan vaksinasi sebelum memang approval dari BPOM itu keluar,” tuturnya.

Budi pun meminta pemerintah pusat, daerah, badan usaha, hingga swasta untuk bahu-membahu dalam proses distribusi vaksin ke 34 provinsi di Tanah Air. Ia menyebut distribusi vaksin membutuhkan cold chain atau jalur dingin sehingga prosesnya lebih kompleks.

Tetap Disipilin Terapkan 3M

Ketua Subbidang Sosialisasi Perubahan Perilaku Satgas Covid-19, Dwi Listyawardani, mengatakan, pemerataan vaksin Covid-19 diperkirakan masih memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan proses vaksinasi pun akan dilakukan secara bertahap yang diawali dari tenaga kesehatan.

“Ini harus disebarluaskan bahwa vaksin itu masih lama untuk bisa merata dilayani. Karena ada prioritas-prioritas tertentu yang didahulukan, terutama untuk tenaga kesehatan jelas harus dilindungi terlebih dahulu,” kata Dwi dalam talkshow BNPB bertemakan “Pandemic Fatigue, Jangan Pernah Menyerah” Senin (11/1).

Selain tenaga kesehatan, lanjut Dwi, vaksin juga akan diberikan terhadap para petugas yang selama ini melakukan kontak dengan masyarakat misalnya aparat keamanan seperti TNI-Polri. Sehingga, ia berpendapat bahwa vaksin akan sampai ke masyarakat umum setelah kedua komponen tersebut didahulukan.

“Oleh karena itu, kita harus sampaikan juga informasi ini. Maka kita harus lakukan 3M ini masih terus. Bahkan bisa jadi setelah sudah divaksinasi pun, kita belum lepas dari 3M,” jelasnya.

Adapun 3M yang dimaksud yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun serta air mengalir. Dwi mengungkapkan, masyarakat perlu terus menerapkan 3M meski vaksin sudah diberikan nantinya. Pasalnya, vaksinasi menurutnya hanya akan meningkatkan daya tahan tubuh manusia yang divaksin. “Bukan virusnya kan yang dimatikan oleh vaksin itu? Nah ini sementara virusnya kan masih bisa menular dari person ke person yang lain kalau tidak menerapkan 3M itu tadi,” ujarnya.

Sebab itu, ia mengajak agar seluruh masyarakat dapat belajar bersama terkait kepatuhan disiplin 3M. Hal ini bertujuan agar semua pihak dapat segera bersama keluar dari pandemi yang telah berlangsung selama 10 bulan di Indonesia.

Faktor yang Mempengaruhi Efikasi

Tim Komnas Peneliti Obat, Jarir At Thobari mengatakan, banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat efikasi, terutama dari perilaku masyarakat dan seberapa besar proses transmisi virus dari satu orang ke orang lain. Selain itu juga, dari karakteristik populasi dan subjek yang diikutsertakan dalam penelitian.

“Kalau di Turki 20% dari tenaga kesehatan dan 80% adalah orang yang punya risiko tinggi. Dengan angka penularan yang tinggi dari risiko tinggi bisa membuat angka efikasi lebih tinggi,” jelasnya dalam konferensi pers, Senin (11/1).

Kemudian kalau di Brasil, semua subjek penelitian adalah dari tenaga kesehatan. Sedangkan, di Bandung adalah populasi umum.

Jarir mengatakan, hasil efikasi dari populasi umum ini membawa informasi yang cukup baik bagi Indonesia karena dari populasi umum perlindungannya ini sangat tinggi hingga 65,3%. “Kita tidak punya banyak subjek untuk high risk seperti nakes sehingga tidak bisa dilihat. Namun, jika ingin melihat efikasi untuk Nakes bisa mengambil data dan mengaca dari Brasil dan Turki,” ungkapnya. (kps/lp6)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya menerbitkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Covid-19 Sinovac. BPOM menyatakan, secara keseluruhan vaksin COVID-19 Sinovac aman, dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang.

“PADA hari ini, Senin tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin Corona vax produksi Sinovac Biotech Incorporated yang bekerja sama dengan PT Bio Farma,” kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (11/1).

BPOM menyatakan, berdasarkan inspeksi yang mereka lakukan ke Beijing, Tiongkok, proses pembuatan vaksin juga telah memenuhi ketentuan cara pembuatan obat yang baik. Laporan keamanan vaksin berdasarkan data dukung keamanan dari uji klinis fase tiga di Indonesia, Turki, dan Brasil, yang dipantau sampai periode tiga bulan usai penyuntikan dosis kedua.

“Efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam,” kata Penny Lukito.

Sementara frekuensi efek samping vaksin derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit, atau diare, hanya dilaporkan 0,1 sampai 1 persen. Penny mengatakan efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat pulih kembali.

Untuk data efikasi atau khasiat, BPOM menggunakan data pemantauan dan analisis uji klinis yang dilakukan di Indonesia dan juga mempertimbangkan hasil uji klinis yang dilakukan di Brasil dan Turki.

“Pada uji klinis fase tiga di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik, pada 14 hari setelah penyuntikan dengan hasil seropositif atau kemampuan vaksin membentuk antibodi sebesar 99,74 persen,” kata Penny.

Setelah tiga bulan penyuntikan, hasil seropositif mencapai 99,23 persen. “Hal tersebut menunjukkan bahwa sampai dengan 3 bulan, jumlah subyek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen.”

Untuk hasil analisis efikasi vaksin CoronaVac berdasarkan uji klinis di Bandung, menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Sementara hasil efikasi di Turki mencapai 91,25 persen dan di Brasil 78 persen. Hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO minimal efikasi vaksin mencapai 50 persen.

“Hal ini menunjukkan harapan hahwa vaksin ini mampu menurunkan kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen,” lanjutnya.

Diawali Presiden Jokowi

Sebelumnya, pemerintah berencana memulai vaksinasi Covid-19 pada pekan ini. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, vaksinasi akan digelar mulai Rabu (13/1). Rencananya, vaksin Covid-19 pertama di Indonsia akan disuntikkan ke Presiden Joko Widodo.

“Mengenai vaksinasi, insya Allah, Bapak, Ibu, kita akan mulai di hari Rabu dan akan dimulai oleh Bapak Presiden,” kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (11/1).

Budi mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan kabar baik mengenai kehalalan vaksin. Kemudian, BPOM juga akan menyampaikan kabar baik tentang izin penggunaan darurat vaksin atau emergency use authorization. Budi memastikan, vaksinasi baru akan dimulai setelah BPOM menerbitkan EUA.

“Pemerintah tidak akan mendahului persetujuan dari BPOM karena BPOM adalah badan independen yang secara scientific berhak untuk menentukan apakah vaksin ini layak atau tidak,” ujar Budi. “Jadi sama sekali kita tidak akan melakukan vaksinasi sebelum memang approval dari BPOM itu keluar,” tuturnya.

Budi pun meminta pemerintah pusat, daerah, badan usaha, hingga swasta untuk bahu-membahu dalam proses distribusi vaksin ke 34 provinsi di Tanah Air. Ia menyebut distribusi vaksin membutuhkan cold chain atau jalur dingin sehingga prosesnya lebih kompleks.

Tetap Disipilin Terapkan 3M

Ketua Subbidang Sosialisasi Perubahan Perilaku Satgas Covid-19, Dwi Listyawardani, mengatakan, pemerataan vaksin Covid-19 diperkirakan masih memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan proses vaksinasi pun akan dilakukan secara bertahap yang diawali dari tenaga kesehatan.

“Ini harus disebarluaskan bahwa vaksin itu masih lama untuk bisa merata dilayani. Karena ada prioritas-prioritas tertentu yang didahulukan, terutama untuk tenaga kesehatan jelas harus dilindungi terlebih dahulu,” kata Dwi dalam talkshow BNPB bertemakan “Pandemic Fatigue, Jangan Pernah Menyerah” Senin (11/1).

Selain tenaga kesehatan, lanjut Dwi, vaksin juga akan diberikan terhadap para petugas yang selama ini melakukan kontak dengan masyarakat misalnya aparat keamanan seperti TNI-Polri. Sehingga, ia berpendapat bahwa vaksin akan sampai ke masyarakat umum setelah kedua komponen tersebut didahulukan.

“Oleh karena itu, kita harus sampaikan juga informasi ini. Maka kita harus lakukan 3M ini masih terus. Bahkan bisa jadi setelah sudah divaksinasi pun, kita belum lepas dari 3M,” jelasnya.

Adapun 3M yang dimaksud yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun serta air mengalir. Dwi mengungkapkan, masyarakat perlu terus menerapkan 3M meski vaksin sudah diberikan nantinya. Pasalnya, vaksinasi menurutnya hanya akan meningkatkan daya tahan tubuh manusia yang divaksin. “Bukan virusnya kan yang dimatikan oleh vaksin itu? Nah ini sementara virusnya kan masih bisa menular dari person ke person yang lain kalau tidak menerapkan 3M itu tadi,” ujarnya.

Sebab itu, ia mengajak agar seluruh masyarakat dapat belajar bersama terkait kepatuhan disiplin 3M. Hal ini bertujuan agar semua pihak dapat segera bersama keluar dari pandemi yang telah berlangsung selama 10 bulan di Indonesia.

Faktor yang Mempengaruhi Efikasi

Tim Komnas Peneliti Obat, Jarir At Thobari mengatakan, banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat efikasi, terutama dari perilaku masyarakat dan seberapa besar proses transmisi virus dari satu orang ke orang lain. Selain itu juga, dari karakteristik populasi dan subjek yang diikutsertakan dalam penelitian.

“Kalau di Turki 20% dari tenaga kesehatan dan 80% adalah orang yang punya risiko tinggi. Dengan angka penularan yang tinggi dari risiko tinggi bisa membuat angka efikasi lebih tinggi,” jelasnya dalam konferensi pers, Senin (11/1).

Kemudian kalau di Brasil, semua subjek penelitian adalah dari tenaga kesehatan. Sedangkan, di Bandung adalah populasi umum.

Jarir mengatakan, hasil efikasi dari populasi umum ini membawa informasi yang cukup baik bagi Indonesia karena dari populasi umum perlindungannya ini sangat tinggi hingga 65,3%. “Kita tidak punya banyak subjek untuk high risk seperti nakes sehingga tidak bisa dilihat. Namun, jika ingin melihat efikasi untuk Nakes bisa mengambil data dan mengaca dari Brasil dan Turki,” ungkapnya. (kps/lp6)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/