JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah telah menetapkan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3-20 Juli 2021. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Agama pun menerbitkan dua surat edaran sekaligus.
Pertama, Surat Edaran Menteri Agama Nomor 16 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Malam Takbiran, Salat Idul Adha, dan Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 Hijriah di Luar Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Kedua, edaran SE 17/2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Idul Adha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
“Jadi, saat kebijakan diberlakukan, kegiatan peribadatan di wilayah yang menerapkan PPKM Darurat, dilakukan di rumah masing-masing,” terang Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Jumat (2/7).
Peniadaan peribadatan di tempat ibadah, jadi pada saat pemberlakuan PPKM Darurat, peribadatan di tempat ibadah (masjid, musala, gereja, pura, wihara dan klenteng, serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) yang dikelola masyarakat, pemerintah, maupun perusahaan, ditiadakan sementara dan kegiatan peribadatan dilakukan di rumah masing-masing.
Untuk malam takbiran diperbolehkan dilakukan di masjid dan musala, tapi hanya untuk di zona hijau dan zona kuning. Mereka yang hadir pun wajib dipastikan dalam kondisi sehat dan diikuti oleh jamaah usia 18-59 tahun.
Masjid atau musala yang menyelenggarakan malam takbiran pun wajib menyediakan alat pengukur suhu tubuh, hand sanitizer, sarana mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir dan masker medis. Lalu, menerapkan pembatasan jarak dan memastikan tidak ada kerumunan, serta melakukan disinfeksi di tempat penyelenggaraan sebelum dan setelah penyelenggaraan malam takbiran.
Pelaksanaan malam takbiran juga hanya dapat diikuti oleh jamaah masjid dan musala yang merupakan warga setempat dengan ketentuan maksimal 10 persen dari kapasitas ruangan. Sementara untuk takbir keliling, seperti arak-arakan berjalan kaki maupun dengan kendaraan dilarang.
“Pelaksanaan malam takbiran di masjid/musala paling lama 1 jam dan harus diakhiri maksimal pukul 22.00 waktu setempat. Jamaah yang mengikuti takbiran wajib pulang ke rumah/kediaman masing-masing seusai penyelenggaraan malam takbiran,” tulis SE tersebut.
Sementara itu, untuk Salat Hari Raya Idul Adha ditiadakan pada kabupaten/kota dengan zona merah dan zona oranye yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan Satgas Penanganan Covid-19 setempat. Lalu, untuk zona hijau dan zona kuning dapat dilakukan di masjid, musala atau lapangan terbuka dengan jumlah jamaah 30 persen dari kapasitas. “Penyelenggara Salat Idul Adha wajib berkoordinasi dan dengan seizin pemda, Satgas Covid-19 setempat dan aparat keamanan,” ujarnya.
Penyelenggara Salat Idul Adha wajib menyediakan thermogun, hand sanitizer dan sarana mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir. Kemudian, menyediakan masker medis, petugas untuk mengumumkan, menerapkan, dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan.
“Jamaah dengan kondisi tidak sehat dilarang untuk mengikuti Salat Idul Adha. Mengatur jarak antarshaf dan antarjamaah minimal 1 meter dengan memberikan tanda khusus. Tidak menjalankan atau mengedarkan kotak amal/infak ke jamaah. Memastikan tidak ada kerumunan sebelum dan setelah pelaksanaan Salat Idul Adha dan melakukan disinfeksi di tempat penyelenggaraan sebelum dan setelah Salat Idul Adha,” tambahnya.
Untuk penyampaian khutbah Idul Adha, khatib memakai masker medis dan faceshield dengan durasi maksimal 15 menit. Khatib pun wajib mengingatkan jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.
Para jamaah Salat Idul Adha juga wajib mengikuti ketentuan seperti berusia 18-59 tahun, sehat, tidak sedang menjalani isolasi mandiri, tidak baru kembali dari perjalanan luar kota, tidak dalam kondisi hamil atau menyusui dan warga setempat. Kemudian, membawa perlengkapan Salat masing-masing (sajadah, mukena, dsb), menggunakan masker rangkap sejak keluar rumah dan selama berada di area tempat penyelenggaraan Salat Idul Adha.
“Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer. Menghindari kontak fisik seperti bersalaman. Menjaga jarak antarshaf dan antarjemaah minimal 1 meter dan tidak berkerumun sebelum dan setelah Salat Idul Adha,” tulisnya.
Sedangkan dalam pelaksanaan kurban, penyembelihan hewan kurban dibagi 3 hari, yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah untuk menghindari kerumunan di lokasi pelaksanaan kurban. Pemotongan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminasia (RPH-R);
Dalam hal keterbatasan jumlah dan kapasitas RPH-R, pemotongan hewan kurban dapat dilakukan di luar RPH-R dengan menerapakan jaga jarak dan penyelenggara hanya membolehkan petugas dan pihak yang berkurban untuk menyaksikan pemotongan hewan kurbannya. Kemudian, menerapkan jaga jarak fisik antar petugas pada saat melakukan pemotongan, pengulitan, pencacahan, dan pengemasan daging serta pendistribusian daging dilakukan oleh petugas langsung ke tempat tinggal warga yang berhak. “Petugas yang mendistribusikan daging kurban wajib mengenakan masker rangkap dan sarung tangan untuk meminimalkan kontak fisik dengan penerima,” imbuhnya. (jpc)