26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hanya Mau Meneror Saja

Biaya Satu Bom Buku Cukup Rp100 Ribu

Banyak tanggapan atas teror bom buku yang belakangan merebak. Namun, pernyataan pengamat intelijen
Dynno Chressbon ampaknya menarik disimak. Pasalnya, dia mengungkapkan,
materi bom jenis ini, banyak ditemukan di Ambon dan Poso.

Selain itu, menurut Dynno, materi dan bentuk rakitan bom dalam bentuk kiriman paket buku adalah jenis bom booby trap atau bom jebakan. “Bom jenis ini juga sudah diproduksi sekaligus sesuai jumlah target sasaran. Jadi mereka tidak akan membuat bom sambil lari” katanya akhir pekan lalu. Karenanya, Dynno menduga, bom-bom itu telah tersedia dan mungkin telah terkirim kepada masing-masing sasaran.

Khusus materi bom booby trap atau bom jebakan, biasanya dibuat dalam berbagai bentuk. Di Ambon dan Poso, bentuknya bisa diubah menjadi bom senter, bom termos dan bom petromak.

Bom senter biasanya diletakkan di jalanan dalam kondisi senter menyala. Bom akan meledak jika senter dimatikan. Atau sebaliknya, dalam kondisi padam saat dinyalakan bom itu meledak. Demikian juga bom jebakan dalam bentuk termos dan petromak.

Kelompok yang kerap menggunakan bom jenis ini, menurut Dynno adalah kelompok Abdullah Sonata. Sonata menjadi pimpinan kelompok Jihad di Ambon dan Posso. Abdullah juga disinyalir menjadi pimpinan pelatihan di Pegunungan Jantho Aceh.

Di sisi lain, pelaku bom buku diduga tidak mempunyai modal yang kuat untuk menebar teror di masyarakat. Karena itu pelaku menggunakan bom buku yang memang mengeluarkan biaya murah hanya Rp100 ribu. “Mereka cuma mau meneror saja. Itu biayanya nggak sampai Rp100 ribu. Karena itu kan bom low explosive,” kata mantan kombatan Afghanistan Farihin, Minggu (20/3).

Farihin mengatakan, rakitan bom buku tersebut merupakan persedian lama jaringan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Tujuan jaringan ini menebar teror tidak ada kaitannya dengan memberi kode kepada pemberi modal untuk berjihad di Indonesia.

“Oh tidak. Nggak gitu. Itu sudah terputus (dengan pemodal luar). Karena ada kesempatan saja berbuat itu,” ungkapnya.

Mulai Selasa 15 Maret 2011, teror bom mengancam di beberapa wilayah Jakarta. Bom pertama yakni paket bom buku untuk Ulil Abshar Abdalla.

Bom ini juga melukai 4 orang, salah satunya Kasat Rekrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan. Kompol Dodi bahkan harus kehilangan lengan kirinya karena terkena bom buku tersebut.
Selain bom buku untuk Ulil, bom buku juga diterima oleh Kalakhar BNN, Gories Mere dan Ketum PP Japto Soerjosoemarno, Ahmad Dhani, dan lainnya.

Dampak dari rangkaian teror tersebut aadalah rasa cemas dan curiga masyarat terhadap barang-barang tergeletak yang tidak mereka kenal, seperti yang terjadi sepanjang Sabtu (20/3).  Laporan temuan bungkusan mencurigakan muncul di Medan, Denpasar, Makassar dan Jakarta.

Setelah bungkusan tersebut diledakkan oleh polisi diketahui isinya sama sekali bukan benda berbahaya, yaitu hiasan pohon natal, alat pertukangan, boneka dan sepatu.

Menurut Koordiantor Kontras, Haris Azhar, efek dari teror bom buku yang ternyata murah itu adalah sangat besar. Ya, meski paket bom ditujukan ke individu, namun aksi teror itu lebih bertujuan untuk menciptakan ketakutan kolektif.

Tujuan itu mudah dicapai lantaran aparat keamanan tidak maksimal menjalankan tugasnya. “Siapa pun pelakunya pasti ingin menciptakan ketakutan, kita terus melawan rasa takut itu,” katanya. (bbs/jpnn)

Masyarakat Jangan Takut

Rentetan aksi teror bom yang dilakukan orang-orang tidak bertanggung jawab belakangan ini setidaknya akan bisa mengalihkan isu dan persoalan bangsa yang seharusnya menjadi perhatian lebih oleh masyarakat. Hal ini diyakini beberapa kalangan.

Setidaknya soal pengalihan isu ini diungkapkan oleh Franz Magnis-Suseno di sela-sela acara ulang tahun ke-13 Kontras di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, siang ini, Minggu (20/3). “Saya belum bisa mengatakan siapa pelaku (teror bom) ini, masih ada beberapa macam kemungkinan. Tidak terlalu jelas pesan yang disampaikan, targetnya bukan suatu kelompok tertentu. Tapi tentunya ini berhasil mengalihkan perhatian,” ujar tokoh lintas agama tersebut. Romo Magnis, demikian ia akrab disapa, mengingatkan, sebaiknya masyarakat tidak perlu takut atas teror yang dilakukan orang-orang pengecut tersebut. Karena, terang rohaniawan Katolik ini, kalau masyarakat takut atau resah, berarti tujuan peneror tercapai.”Namun di satu sisi, kita harus terus waspada dan berhati-hati,” kata Gurubesar Ilmu Filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarikara ini.

Selain soal pengalihan isu, anggota Dewan Syuro PKB, Maman Kholilurrahman Ahmad jug menekankan teror bom tersebut juga bisa muncul karena adanya ketidaktegasan pemerintah. Karena itu, sejatinya aksi teror bom buku mungkin saja dilancarkan oleh kelompok keagamaan radikal yang memiliki pandangan keagamaan yang sempit. “Pemerintah tidak tegas dan tidak bisa mengontrol. Pemerintah bicara tapi tidak sampai ke bawah. Hal-hal seperti itu (radikalisme agama) hanya dianggap sebagai lelucon saja,” ujarnya saat diskusi bertajuk “Teror Wikileaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY” di Doekoen Caffe, Jakarta, Minggu (20/3).

Senada dengan Gus Maman, Koordiantor Kontras Haris Azhar, mengatakan teror bom yang marak terjadi belakangan ini menunjukkan pemerintah tidak mampu melindungi dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Teror ini secara tidak langsung menutupi isu yang sedang berkembang pada masyarakat. “Kami sudah lelah dengan isu kekerasan semacam ini,” kata Haris Azhar di kantornya, Minggu (20/3).

Haris menegaskan, bahwa dalam menanggulangi aksi-aksi kekerasan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena itu, dia meminta, pemerintah melibatkan masyarakat dalam pemberantasan aksi kekerasan tersebut. (zul/ono/jpnn)

Biaya Satu Bom Buku Cukup Rp100 Ribu

Banyak tanggapan atas teror bom buku yang belakangan merebak. Namun, pernyataan pengamat intelijen
Dynno Chressbon ampaknya menarik disimak. Pasalnya, dia mengungkapkan,
materi bom jenis ini, banyak ditemukan di Ambon dan Poso.

Selain itu, menurut Dynno, materi dan bentuk rakitan bom dalam bentuk kiriman paket buku adalah jenis bom booby trap atau bom jebakan. “Bom jenis ini juga sudah diproduksi sekaligus sesuai jumlah target sasaran. Jadi mereka tidak akan membuat bom sambil lari” katanya akhir pekan lalu. Karenanya, Dynno menduga, bom-bom itu telah tersedia dan mungkin telah terkirim kepada masing-masing sasaran.

Khusus materi bom booby trap atau bom jebakan, biasanya dibuat dalam berbagai bentuk. Di Ambon dan Poso, bentuknya bisa diubah menjadi bom senter, bom termos dan bom petromak.

Bom senter biasanya diletakkan di jalanan dalam kondisi senter menyala. Bom akan meledak jika senter dimatikan. Atau sebaliknya, dalam kondisi padam saat dinyalakan bom itu meledak. Demikian juga bom jebakan dalam bentuk termos dan petromak.

Kelompok yang kerap menggunakan bom jenis ini, menurut Dynno adalah kelompok Abdullah Sonata. Sonata menjadi pimpinan kelompok Jihad di Ambon dan Posso. Abdullah juga disinyalir menjadi pimpinan pelatihan di Pegunungan Jantho Aceh.

Di sisi lain, pelaku bom buku diduga tidak mempunyai modal yang kuat untuk menebar teror di masyarakat. Karena itu pelaku menggunakan bom buku yang memang mengeluarkan biaya murah hanya Rp100 ribu. “Mereka cuma mau meneror saja. Itu biayanya nggak sampai Rp100 ribu. Karena itu kan bom low explosive,” kata mantan kombatan Afghanistan Farihin, Minggu (20/3).

Farihin mengatakan, rakitan bom buku tersebut merupakan persedian lama jaringan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Tujuan jaringan ini menebar teror tidak ada kaitannya dengan memberi kode kepada pemberi modal untuk berjihad di Indonesia.

“Oh tidak. Nggak gitu. Itu sudah terputus (dengan pemodal luar). Karena ada kesempatan saja berbuat itu,” ungkapnya.

Mulai Selasa 15 Maret 2011, teror bom mengancam di beberapa wilayah Jakarta. Bom pertama yakni paket bom buku untuk Ulil Abshar Abdalla.

Bom ini juga melukai 4 orang, salah satunya Kasat Rekrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan. Kompol Dodi bahkan harus kehilangan lengan kirinya karena terkena bom buku tersebut.
Selain bom buku untuk Ulil, bom buku juga diterima oleh Kalakhar BNN, Gories Mere dan Ketum PP Japto Soerjosoemarno, Ahmad Dhani, dan lainnya.

Dampak dari rangkaian teror tersebut aadalah rasa cemas dan curiga masyarat terhadap barang-barang tergeletak yang tidak mereka kenal, seperti yang terjadi sepanjang Sabtu (20/3).  Laporan temuan bungkusan mencurigakan muncul di Medan, Denpasar, Makassar dan Jakarta.

Setelah bungkusan tersebut diledakkan oleh polisi diketahui isinya sama sekali bukan benda berbahaya, yaitu hiasan pohon natal, alat pertukangan, boneka dan sepatu.

Menurut Koordiantor Kontras, Haris Azhar, efek dari teror bom buku yang ternyata murah itu adalah sangat besar. Ya, meski paket bom ditujukan ke individu, namun aksi teror itu lebih bertujuan untuk menciptakan ketakutan kolektif.

Tujuan itu mudah dicapai lantaran aparat keamanan tidak maksimal menjalankan tugasnya. “Siapa pun pelakunya pasti ingin menciptakan ketakutan, kita terus melawan rasa takut itu,” katanya. (bbs/jpnn)

Masyarakat Jangan Takut

Rentetan aksi teror bom yang dilakukan orang-orang tidak bertanggung jawab belakangan ini setidaknya akan bisa mengalihkan isu dan persoalan bangsa yang seharusnya menjadi perhatian lebih oleh masyarakat. Hal ini diyakini beberapa kalangan.

Setidaknya soal pengalihan isu ini diungkapkan oleh Franz Magnis-Suseno di sela-sela acara ulang tahun ke-13 Kontras di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, siang ini, Minggu (20/3). “Saya belum bisa mengatakan siapa pelaku (teror bom) ini, masih ada beberapa macam kemungkinan. Tidak terlalu jelas pesan yang disampaikan, targetnya bukan suatu kelompok tertentu. Tapi tentunya ini berhasil mengalihkan perhatian,” ujar tokoh lintas agama tersebut. Romo Magnis, demikian ia akrab disapa, mengingatkan, sebaiknya masyarakat tidak perlu takut atas teror yang dilakukan orang-orang pengecut tersebut. Karena, terang rohaniawan Katolik ini, kalau masyarakat takut atau resah, berarti tujuan peneror tercapai.”Namun di satu sisi, kita harus terus waspada dan berhati-hati,” kata Gurubesar Ilmu Filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarikara ini.

Selain soal pengalihan isu, anggota Dewan Syuro PKB, Maman Kholilurrahman Ahmad jug menekankan teror bom tersebut juga bisa muncul karena adanya ketidaktegasan pemerintah. Karena itu, sejatinya aksi teror bom buku mungkin saja dilancarkan oleh kelompok keagamaan radikal yang memiliki pandangan keagamaan yang sempit. “Pemerintah tidak tegas dan tidak bisa mengontrol. Pemerintah bicara tapi tidak sampai ke bawah. Hal-hal seperti itu (radikalisme agama) hanya dianggap sebagai lelucon saja,” ujarnya saat diskusi bertajuk “Teror Wikileaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY” di Doekoen Caffe, Jakarta, Minggu (20/3).

Senada dengan Gus Maman, Koordiantor Kontras Haris Azhar, mengatakan teror bom yang marak terjadi belakangan ini menunjukkan pemerintah tidak mampu melindungi dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Teror ini secara tidak langsung menutupi isu yang sedang berkembang pada masyarakat. “Kami sudah lelah dengan isu kekerasan semacam ini,” kata Haris Azhar di kantornya, Minggu (20/3).

Haris menegaskan, bahwa dalam menanggulangi aksi-aksi kekerasan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena itu, dia meminta, pemerintah melibatkan masyarakat dalam pemberantasan aksi kekerasan tersebut. (zul/ono/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/