26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sidang Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Fiktif, Eksepsi Mantan SPB PT Bank BRI Kabanjahe Ditolak

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) fiktif dengan terdakwa James Tarigan, dipastikan tetap berlanjut dipersidangan. Dalam putusan sela yang dibacakan Hakim Ketua Sulhanuddin, menolak eksepsi mantan Supervisor Penunjang Bisnis (SPB) PT Bank BRI kantor cabang pembantu (KCP) Kabanjahe tersebut.

EKSEPSI: Mantan SPB PT Bank BRI KCP Kabanjahe, James Tarigan terdakwa kasus korupsi menjalani sidang eksepsi secara virtual, Senin (25/10). agusman/sumut pos.

“Menolak eksepsi terdakwa James Tarigan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pada sidang pokok perkara,” ujarnya dalam sidang virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (25/10).

Usai mendengarkan putusan sela, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Mengutip surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Bambang Winanto, selain terdakwa James Tarigan, Yoan Putra selalu petugas administrasi kredit (AdK) juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Keduanya didakwa merugikan negara sebesar Rp8,1 miliar.

Bahwa sejak tahun 2014 sampai September 2017, terdakwa James Tarigan sebagai SPB dan bawahannya langsung, Yoan Putra dipercaya mengurusi fasilitas KMK kepada debitur/nasabah yang memerlukan modal tambahan untuk usaha.

Sejumlah nama debitur/nasabah yang diusulkan terdakwa kemudian disetujui Pimpinan Cabang BRI KCP Kabanjahe dengan sistem elektronik Loan Approval Sistem (LAS).

“Data KMK langsung terbentuk ke rekening debitur/nasabah yang terkoneksi dengan sistem Brinets dan hanya dapat diaktifkan oleh James Tarigan saat adanya Instruksi Pencairan Kredit (IPK) dengan lebih dahulu membandingkan/mencocokkan berkas pinjaman manual debitur/nasabah dengan data statis dalam sistem Brinets,” ujar JPU.

Untuk rekening debitur/nasabah yang sudah aktif dapat melakukan penarikan uang KMK sewaktu-waktu sesuai nilai kelonggaran tarik kredit. Besarnya nilai kelonggaran tarik dihitung berdasarkan selisih antara nilai plafon kredit dengan jumlah total baki debet rekening pinjaman yang telah ditarik uangnya oleh debitur/nasabah.

Setiap melakukan penarikan uang KMK, maka debitur/nasabah seharusnya mengajukan permohonan penarikan pinjaman dengan menggunakan dan menandatangani Kwitansi Penarikan Tunai (Kwitansi KW-01) yang selanjutnya harus disetujui dan ditandatangani oleh petugas Maker, Checker dan Signer (MCS).

“Selaku ADK dan Maker pada BRI, Yoan Putra melakukan penarikan uang KMK yang seharusnya membuat, menandatangani dan mendistribusikan Kwitansi KW-01 atas permohonan penarikan pinjaman KMK yang diajukan oleh debitur/nasabah. Selanjutnya diserahkan kepada atasannya langsung yaitu James Tarigan,” lanjut Bambang.

James Tarigan juga seharusnya melakukan pemeriksaan dan mencocokkan data antara berkas pinjaman manual debitur/nasabah dengan data statis dalam Brinets serta ditandatangani selaku Checker. Selanjutnya diserahkan kepada Amol yaitu Junaidi untuk ditandatangani selaku Signer.

Kemudian, Kwitansi KW-01 diserahkan kepada teller bank ‘plat merah’ di Kabanjahe tersebut supaya dilakukan pencairan kepada debitur/nasabah yang harus dilakukan teller secara langsung kepada debitur/nasabah dengan lebih dahulu mencocokkan tanda tangan debitur/nasabah pada Kwitansi KW-01 dengan Kartu Contoh Tanda Tangan (KCTT) dan pada Sistem Komputer.

James Tarigan secara bertahap ‘nekat’ mencairkan dana pinjaman KMK tersebut. Belakangan terungkap bahwa nama berikut tanda tangan debitur/nasabah pemohon fasilitas KMK tersebut tidak sesuai dengan fakta sebenarnya alias fiktif.

“Berdasarkan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Kantor Akuntan Publik Pupung Heru, pencairan rekening pinjaman untuk KMK pada tahun 2017 sampai tahun 2018 di BRI Cabang Kabanjahe, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8.119.788.769,” pungkas JPU.

Kedua terdakwa disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) fiktif dengan terdakwa James Tarigan, dipastikan tetap berlanjut dipersidangan. Dalam putusan sela yang dibacakan Hakim Ketua Sulhanuddin, menolak eksepsi mantan Supervisor Penunjang Bisnis (SPB) PT Bank BRI kantor cabang pembantu (KCP) Kabanjahe tersebut.

EKSEPSI: Mantan SPB PT Bank BRI KCP Kabanjahe, James Tarigan terdakwa kasus korupsi menjalani sidang eksepsi secara virtual, Senin (25/10). agusman/sumut pos.

“Menolak eksepsi terdakwa James Tarigan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pada sidang pokok perkara,” ujarnya dalam sidang virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (25/10).

Usai mendengarkan putusan sela, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Mengutip surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Bambang Winanto, selain terdakwa James Tarigan, Yoan Putra selalu petugas administrasi kredit (AdK) juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Keduanya didakwa merugikan negara sebesar Rp8,1 miliar.

Bahwa sejak tahun 2014 sampai September 2017, terdakwa James Tarigan sebagai SPB dan bawahannya langsung, Yoan Putra dipercaya mengurusi fasilitas KMK kepada debitur/nasabah yang memerlukan modal tambahan untuk usaha.

Sejumlah nama debitur/nasabah yang diusulkan terdakwa kemudian disetujui Pimpinan Cabang BRI KCP Kabanjahe dengan sistem elektronik Loan Approval Sistem (LAS).

“Data KMK langsung terbentuk ke rekening debitur/nasabah yang terkoneksi dengan sistem Brinets dan hanya dapat diaktifkan oleh James Tarigan saat adanya Instruksi Pencairan Kredit (IPK) dengan lebih dahulu membandingkan/mencocokkan berkas pinjaman manual debitur/nasabah dengan data statis dalam sistem Brinets,” ujar JPU.

Untuk rekening debitur/nasabah yang sudah aktif dapat melakukan penarikan uang KMK sewaktu-waktu sesuai nilai kelonggaran tarik kredit. Besarnya nilai kelonggaran tarik dihitung berdasarkan selisih antara nilai plafon kredit dengan jumlah total baki debet rekening pinjaman yang telah ditarik uangnya oleh debitur/nasabah.

Setiap melakukan penarikan uang KMK, maka debitur/nasabah seharusnya mengajukan permohonan penarikan pinjaman dengan menggunakan dan menandatangani Kwitansi Penarikan Tunai (Kwitansi KW-01) yang selanjutnya harus disetujui dan ditandatangani oleh petugas Maker, Checker dan Signer (MCS).

“Selaku ADK dan Maker pada BRI, Yoan Putra melakukan penarikan uang KMK yang seharusnya membuat, menandatangani dan mendistribusikan Kwitansi KW-01 atas permohonan penarikan pinjaman KMK yang diajukan oleh debitur/nasabah. Selanjutnya diserahkan kepada atasannya langsung yaitu James Tarigan,” lanjut Bambang.

James Tarigan juga seharusnya melakukan pemeriksaan dan mencocokkan data antara berkas pinjaman manual debitur/nasabah dengan data statis dalam Brinets serta ditandatangani selaku Checker. Selanjutnya diserahkan kepada Amol yaitu Junaidi untuk ditandatangani selaku Signer.

Kemudian, Kwitansi KW-01 diserahkan kepada teller bank ‘plat merah’ di Kabanjahe tersebut supaya dilakukan pencairan kepada debitur/nasabah yang harus dilakukan teller secara langsung kepada debitur/nasabah dengan lebih dahulu mencocokkan tanda tangan debitur/nasabah pada Kwitansi KW-01 dengan Kartu Contoh Tanda Tangan (KCTT) dan pada Sistem Komputer.

James Tarigan secara bertahap ‘nekat’ mencairkan dana pinjaman KMK tersebut. Belakangan terungkap bahwa nama berikut tanda tangan debitur/nasabah pemohon fasilitas KMK tersebut tidak sesuai dengan fakta sebenarnya alias fiktif.

“Berdasarkan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Kantor Akuntan Publik Pupung Heru, pencairan rekening pinjaman untuk KMK pada tahun 2017 sampai tahun 2018 di BRI Cabang Kabanjahe, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8.119.788.769,” pungkas JPU.

Kedua terdakwa disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/