MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kebijakan pemerintah mewajibkan pengguna transportasi udara melakukan tes RT PCR dinilai tidak adil. Pasalnya, peraturan itu ternyata hanya berlaku bagi para penumpang, tapi tidak bagi para kru pesawat.
Hal ini mendapat kritikan tajam dari Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut). Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, bagi awak pesawat, cukup rapid test antigen dengan biaya cuma sekitar Rp100 ribu. Sedangkan masyarakat yang akan menggunakan jasa transportasi udara, wajib melakukan test Covid-19 dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) seharga Rp300 ribu yang harganya lebih mahal. “Padahal, bila penerapan syarat rapid antigen atau PCR ini dimaksudkan untuk memutus penularan virus Covid-19, maka risiko kru pesawat untuk tertular dan menularkan virus Covid sebetulnya juga sangat tinggi,” kata Abyadi kepada wartawan, Kamis (28/10).
Abyadi menyatakan, pihaknya telah melakukan hasil inspeksi mendadak (Sidak) ke Bandara Internasional Kualanamu, Rabu (27/10). Dalam sidak tersebut, pihaknya diterima langsung Kepala Otorita Bandar Udara Wilayah-II Agustono, Executive General Manager PT Angkasa Pura-II (Persero) Bandara Internasional Kualanamu, Heriyanto Wibowo dan Koordinator KKP Bandar Udara Kualanamu dr Jimmy.
Dijelaskan Abyadi, dalam sidak tersebut juga, pihaknya mendapatkan keterangan bahwa, awak pesawat dari dua maskapai penerbangan hanya menggunakan rapid test antigen ketika akan terbang. Menurut dia, ini memang bukan tanpa alasan, karena dalam Surat Edaran (SE) Menhub No 88 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Covid-19, disebutkan bahwa personel pesawat yang akan bertugas wajib menunjukkan hasil negatif pemeriksaan PCR atau rapid test antigen. “Artinya, kru pesawat dibenarkan hanya menggunakan rapid test antigen, sebagaimana diamanatkan dalam SE Menhub No 88 tahun 2021,” terang Abyadi.
Namun demikian, Abyadi menilai, isi SE Menhub No 88 tahun 2021 yang membenarkan kru pesawat menggunakan rapid test antigen sebagai syarat terbang kurang tepat. Sementara masyarakat sebagai penumpang, diwajibkan menunjukkan surat keterangan PCR dengan hasil negatif.
“Antara awak pesawat dan penumpang, sebetulnya sama-sama memiliki risiko tinggi tertular atau menularkan Covid-19. Bahkan risiko awak pesawat untuk tertular dan menularkan lebih tinggi, karena selama dalam menjalankan tugas terus berinteraksi dengan penumpang dalam ruang tertutup yang tidak bebas udara,” papar Abyadi.
Apalagi, lanjut dia, masa berlaku rapid test antigen itu selama tujuh hari. Selama surat keterangan rapid test antigen itu masih berlaku, tidak ada dilakukan validasi. Sementara selama tujuh hari masa berlaku, para kru pesawat bebas beraktivitas di luar jam kerja. “Artinya, risiko awak pesawat untuk tertular dan menularkan Covid-19 itu juga sangat tinggi,” ungkapnya.
Ia berharap, agar sebaiknya tidak ada perbedaan penerapan syarat terbang antara kru pesawat dengan penumpang. Sebab, antara kru pesawat dengan penumpang sebetulnya memiliki risiko yang sama dalam penularan virus corona. ”Bahkan risiko awak pesawat justru lebih tinggi untuk tertular dan menularkan virus corona,” pungkasnya.
Kepala Otorita Bandara Wilayah II Agustono menjawab temuan Ombudsman RI Perwakilan Sumut soal kru pesawat yang tidak wajib menyertakan syarat hasil tes polymerase chain reaction (PCR) di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara. Agustono mengatakan hal tersebut sesuai dengan aturan Kementerian Perhubungan.
“Kami berjalan di lapangan berdasarkan aturan main Satgas Covid-19 dan Kementerian Perhubungan. Di SE (Surat Edaran) Kementerian Perhubungan yang baru memang ada pengecualian untuk kru pesawat,” ujar Agustono, Kamis (28/10).
Ketentuan tentang syarat penumpang angkutan udara diatur dalam Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021. Beleid itu berbunyi, personel pesawat udara yang bertugas dalam penerbangan wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif PCR atau rapid Antigen. Masa berlaku tes ialah 7×24 jam.
Aturan ini berbeda dengan penumpang. Penumpang dengan rute intra-Jawa dan Bali serta daerah lain dengan kategori PPKM level 3 dan 4 wajib menunjukkan hasil tes PCR. Masa berlaku tes PCR adalah 2×24 jam.
Agustono memastikan tidak ada maksud diskriminasi aturan bagi penumpang dan kru pesawat. Syarat bagi kru pesawat lebih longgar karena berbagai pertimbangan, seperti tingkat keamanan di wilayah kerja pilot dan pramugari yang relatif aman terhadap penyebaran Covid-19 karena adanya filter HEPA.
Filter HEPA merupakan fasilitas di dalam pesawat yang diklaim bisa menyaring virus dan bakteri hingga lebih dari 90 persen. Selain itu, pemerintah mempertimbangkan kemampuan keuangan maskapai yang tengah mengalami kesulitan likuiditas karena menurunnya jumlah penumpang pada masa pandemi.
“Meski demikian, kru pesawat seperti Citilink yang saya temui, mereka tetap menggunakan tes PCR. Sebab maskapai juga sudah bermitra dengan layanan kesehatan,” ujar Agustono.
Agustono memastikan tidak ada dinamika di Bandara Kualanamu lantaran perbedaan aturan ini. “Tidak Ada gejolak di Bandara KNO (Kualanamu),” tutur Agustono.
RS di Medan Turunkan Tarif PCR
Rumah sakit milik pemerintah dan swasta di Kota Medan mulai memberlakukan tarif baru untuk tes Covid-19 dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) seharga Rp300 ribu. Hal itu sesuai surat edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menetapkan harga tes RT-PCR untuk di luar Pulau Jawa-Bali Rp300 ribu.
Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM), dr Zainal Safri SpPD-KKV SpJP (K) mengatakan, pihaknya tentu mengikuti kebijakan yang diterapkan pemerintah pusat terkait tarif PCR itu. “Kita mengikuti tarif yang diarahkan dalam SE Menkes tersebut,” katanya saat dikonfirmasi via whatsapp, Kamis (28/10).
Senada disampaikan Sub Koordinator Hukormas RSUPHAM, Rosario Dorothy Simanjuntak (Rosa). Dia menuturkan, pihaknya sangat mendukung kebijakan tarif baru test PCR tersebut. “Pada prinsipnya kita pasti akan mendukung semua kebijakan pemerintah. Harga swab test PCR di RSUPHAM sedang dalam proses penyesuaian ke tarif baru, sesuai instruksi pemerintah,” katanya.
Tak jauh beda disampaikan manajemen RS Murni Teguh. Kepala Humas RS Murni Teguh, Herman Ramli mengaku, pihaknya telah menurunkan harga test PCR menjadi Rp300 ribu. “Mulai hari ini kita sudah tetapkan harga test PCR menjadi Rp300 ribu,” kata Herman.
Herman mengaku, tidak ada kendala saat peralihan harga test PCR yang ditetapkan pemerintah. Layanan test Covid-19 itu dibuka mulai pukul 08.00 sampai 20.00 WIB. “Kita punya 2 mesin (PCR), kapasitas 250 orang per mesin. Jadi total ada 500 orang per hari,” ujarnya. Ia juga mengaku, saat ini tidak ada peningkatan warga untuk melakukan test PCR saat harganya mulai turun. “Paling sekitar 100 orang seperti biasanya,” tukasnya.
Sementara, pihak Rumah Sakit Siti Hajar Medan, juga telah menetapkan harga PCR menjadi Rp300 ribu. Hal ini sesuai dengan kebijakan dari Kemenkes RI. “Mulai pagi ini harga test PCR kami Rp300 ribu sesuai dengan kebijakan yang baru,” kata Staf Informasi Rumah Sakit Siti Hajar, Irvan kepada wartawan.
Irfan menyebutkan, sebelumnya harga test PCR di RS Siti Hajar masih sesuai dengan kebijakan Kemenkes, yakni Rp 525 ribu untuk luar Jawa – Bali. Lanjut dia, untuk test PCR ini, RS Siti Hajar melayani setiap hari selama 24 jam. “Beberapa hari terakhir, warga yang test PCR berlangsung normal atau tidak ada lonjakan. Hampir sekitar 300 orang per hari,” katanya.
Begitu juga dengan RSU Mitra Sejati. Humas RSU Mitra Sejati, Erwinsyah mengaku, pihaknya telah menetapkan tarif baru mengenai kebijakan pemerintah terkait penurunan harga test PCR. “Sudah turun harganya jadi Rp300 ribu mulai hari ini. Kita mengikuti semua kebijakan yang diterapkan pemerintah,” kata Erwinsyah. (ris)