MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Poldasu melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan, Selasa (30/11) siang. Kuat dugaan, sidak dilakukan terkait seorang tahanan, Hendra Syahputra, yang tewas akibat dianiaya sesama tahanan.
Direktur Tahanan dan Barang Bukti Poldasu AKBP R Dayan yang turun langsung mengaku, sidak yang dilakukan untuk memastikan petugas jaga di RTP tersebut menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. “Saya mau lihat kondisi tahanan di RTP Polrestabes Medan. Saya menyampaikan saja agar petugas jaga harus sesuai dengan SOP yang sudah ditentukan,” kata Dayan.
Disinggung masih banyaknya penggunaan handphone oleh para tahanan, Dayan berjanji akan melakukan razia untuk memastikan barang yang dilarang tidak ada di dalam sel. Namun, terkait sanksi terhadap oknum petugas jika kecolongan atau bahkan membantu meloloskan handphone maupun barang yang dilarang masuk ke dalam sel tahanan, dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
“Handphone itu tidak boleh, setiap hari harus kita razia dan dicek mana barang yang boleh dan yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam sel tahanan,” katanya sembari berlalu.
Diketahui, Hendra Syahputra (HS), tahanan Polrestabes Medan terkait kasus dugaan asusila tewas dianiaya sesama tahanan. Hendra meregang nyawa setelah sempat menjalani perawatan di RS Bhayangkara Medan, Selasa (23/11) malam sekitar pukul 22.30 WIB.
Wakapolrestabes Medan AKBP Irsan Sinuhaji tidak menampik pada tubuh tahanan tersebut terdapat luka lebam. Karena itu, pihak Satreskrim Polrestabes Medan melakukan penyelidikan untuk memastikan luka lebam yang ada di tubuh HS dan penyebab kematiannya.
“Tim Satreskrim kemudian langsung menuju RTP (Rumah Tahanan Polisi) Polrestabes Medan, dimana tempat tahanan HS ditahan. Selain itu, meminta keterangan kepada salah satu tahanan,” ujar Irsan ketika memaparkan kasus tersebut di Mapolrestabes Medan, Jumat (26/11) sore.
Dari hasil interogasi, tahanan yang diminta keterangan itu mengakui adanya penganiayaan terhadap HS di kamar tahanan. Selanjutnya, muncul satu nama tahanan berinisial HM yang diduga melakukan penganiayaan. “Dari keterangan HM, muncul lima nama tahanan (TR, WS, J, NP, dan HS) yang juga ikut terlibat. Para tahanan tersebut memiliki perannya masing-masing,” beber Irsan.
Modus penganiayaan yang dilakukan para tahanan dengan melakukan pemerasan terhadap HS. Biasanya, para pelaku beraksi pada dini hari saat tahanan lainnya sudah tertidur pulas. “Dari hasil pendalaman kasus, ternyata para pelaku ini sudah dua kali menerima uang dari korban HS. Pertama, uang yang mereka terima Rp700 ribu sedangkan yang kedua Rp200 ribu. Nah, penganiayaan yang terjadi terhadap korban karena para pelaku meminta uang Rp5 juta tetapi tidak dipenuhi,” paparnya.
Irsan menuturkan, para pelaku di dalam sel membangun komunikasi dengan pihak keluarga korban menggunakan handphone. Lantaran tuntutan pelaku tidak dipenuhi, sehingga terjadi penganiayaan kepada korban. “Para pelaku menganiaya dengan menggunakan bandulan (berisikan karet) dan dipukulkan ke tubuh korban. Selain itu, ada juga yang menggunakan tangan kosong,” tuturnya.
Ia menambahkan, alasan pelaku meminta uang kepada korban HS untuk uang kebersamaan. “Alasan awalnya ketika meminta uang Rp5 juta ini untuk uang kebersamaan, uang kamar, uang kebersihan. Hal itu kita sedang dalami, karena kita ketahui tidak ada sewa-menyewa blok disini,” pungkasnya. (ris/ila)