26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kata Bidan, Kandungan Saya Baik-baik Saja…

Tentang Bayi tanpa Batok Kepala dari Padangsidimpuan

Di usianya yang memasuki 10 bulan, Syahrani hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Saat dilahirkan, putri semata wayang dari pasangan Sutrisno (25) dan Eliana (25) warga Jalan Sutoyo Padangsidimpuan ini mengalami kelainan, tidak memiliki batok kepala atau dalam bahasa medis disebut An Encephali.

Farida Noris, Medan

Saat ditemui di Kamar 202 Hotel Candi Jalan Darussalam Medan, Rabu (18/1) Eliana mengaku tidak menyangka bayinya memiliki kelainan tersebut. Kebahagiaan berubah menjadi kesedihan saat mengetahui bayinya lahir tidak normal. Bukan itu saja, Syahrini juga mengalami cacat pada bagian hidung dan tangan.

“Biarpun kepalanya ada kelainan, tapi putri saya ini aktif. Kalau saya ajak bicara, seperti nya dia ngerti. Saya nggak berani ninggalin dia sendiri, takutnya terjadi apa-apa dengan bayi saya. Kadang terbersit sedih hati saya, kenapa Tuhan memberikan cobaan yang berat buat saya,” kata Eliana lirih.
Selama masa kehamilan, kata Eliana, dirinya memang tidak pernah USG ke dokter. Selama itu, tidak ada keanehan pada kandungannya. “Saya cuma periksa ke bidan kampung saja. Saat itu, medisnya juga bilang, kandu ngan saya baik-baik aja,” ujar Eliana didam pingi Sutrisno suaminya.
Selanjutnya, Eliana menjalani operasi caesar di RS Padangsidimpuan “Ternyata bayi saya lahir secara tidak normal. Saya tidak tau lagi harus berbuat apa. Pihak rumah sakit juga tidak mampu menangani bayi saya,” jelasnya.

Dengan harapan yang besar untuk kesembuhan Syahrani, pada Agustus 2011, Syahrani dibawa ke RSUP H Adam Malik Medan. Namun, harapan itu seketika hancur, saat pihak medis juga angkat tangan. Untuk menjalani operasi, banyak risiko yang harus dihadapi. Hampir 1 bulan lamanya, Syahrani menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Lalu, Eliana disarankan oleh medis untuk membawa bayinya pulang.

“Kami hanya ingin yang terbaik buat Syahrani. Para tetangga juga ikut memberi bantuan. Kami pergi dengan harapan yang besar untuk kesembuhan bayi kami,” urainya.

Namun, untuk mencoba pengobatan alternatif lain, dirinya tidak sanggup. “Suami saya hanya seorang pedagang kecil. Untuk makan saja kita sangat susah. Saya selalu berdoa yang terbaik buat anak saya. Saya hanya ingin Tuhan mendengar doa kami. Berikan kesempatan buat kesembuhan Syahrani,” ujarnya.

Kini, Eliana dan suami hanya bisa pasrah dan berlapang dada. Namun, tidak pernah sekalipun terbersit penyesalan pada dirinya. “Suami saya hanya pedagang putu bambu. Nantinya anak saya akan dibawa ke RSCM. Apapun risikonya nanti, kita harus terima. Besar harapan saya, Syahrani bisa sembuh seperti anak usianya dan menemani kami sampai hari tua,” ucapnya.

Dr Ari Mariza mengatakan dari beberapa kasus yang ditemui, bayi An Encephali jarang bertahan hidup. “Memang kasusnya sudah mulai banyak. Biasanya bayi yang menderita kelainan ini hanya bertahan 1 sampai 3 hari. Penyakit ini disebabkan virus Toxoplasma saat mengandung. Dapat bertahan hingga 10 bulan, itu jarang ditemukan,” ungkapnya.

Sementara Wakil Ketua DPRDSU, Chaidir Ritonga yang didampingi istri Hj Susi Mahdawati menyatakan akan membantu seluruh biaya perawatan Syahrani. Rencananya, Syahrani akan dibawa ke RSCM untuk menjalani operasi.

“Kita sudah mengurus surat rekomendasi terbang ke Jakarta dari dr Mahyono Spesialis bedah anak karena risiko yang ditempuh pasti banyak. Semua biaya perawatan akan ditanggung. Sebelumnya, keluarga dan bayi kita jemput dari Padangsidimpuan. Terpenting bayi ini dapat sembuh,” bebernya. (*)

Tentang Bayi tanpa Batok Kepala dari Padangsidimpuan

Di usianya yang memasuki 10 bulan, Syahrani hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Saat dilahirkan, putri semata wayang dari pasangan Sutrisno (25) dan Eliana (25) warga Jalan Sutoyo Padangsidimpuan ini mengalami kelainan, tidak memiliki batok kepala atau dalam bahasa medis disebut An Encephali.

Farida Noris, Medan

Saat ditemui di Kamar 202 Hotel Candi Jalan Darussalam Medan, Rabu (18/1) Eliana mengaku tidak menyangka bayinya memiliki kelainan tersebut. Kebahagiaan berubah menjadi kesedihan saat mengetahui bayinya lahir tidak normal. Bukan itu saja, Syahrini juga mengalami cacat pada bagian hidung dan tangan.

“Biarpun kepalanya ada kelainan, tapi putri saya ini aktif. Kalau saya ajak bicara, seperti nya dia ngerti. Saya nggak berani ninggalin dia sendiri, takutnya terjadi apa-apa dengan bayi saya. Kadang terbersit sedih hati saya, kenapa Tuhan memberikan cobaan yang berat buat saya,” kata Eliana lirih.
Selama masa kehamilan, kata Eliana, dirinya memang tidak pernah USG ke dokter. Selama itu, tidak ada keanehan pada kandungannya. “Saya cuma periksa ke bidan kampung saja. Saat itu, medisnya juga bilang, kandu ngan saya baik-baik aja,” ujar Eliana didam pingi Sutrisno suaminya.
Selanjutnya, Eliana menjalani operasi caesar di RS Padangsidimpuan “Ternyata bayi saya lahir secara tidak normal. Saya tidak tau lagi harus berbuat apa. Pihak rumah sakit juga tidak mampu menangani bayi saya,” jelasnya.

Dengan harapan yang besar untuk kesembuhan Syahrani, pada Agustus 2011, Syahrani dibawa ke RSUP H Adam Malik Medan. Namun, harapan itu seketika hancur, saat pihak medis juga angkat tangan. Untuk menjalani operasi, banyak risiko yang harus dihadapi. Hampir 1 bulan lamanya, Syahrani menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Lalu, Eliana disarankan oleh medis untuk membawa bayinya pulang.

“Kami hanya ingin yang terbaik buat Syahrani. Para tetangga juga ikut memberi bantuan. Kami pergi dengan harapan yang besar untuk kesembuhan bayi kami,” urainya.

Namun, untuk mencoba pengobatan alternatif lain, dirinya tidak sanggup. “Suami saya hanya seorang pedagang kecil. Untuk makan saja kita sangat susah. Saya selalu berdoa yang terbaik buat anak saya. Saya hanya ingin Tuhan mendengar doa kami. Berikan kesempatan buat kesembuhan Syahrani,” ujarnya.

Kini, Eliana dan suami hanya bisa pasrah dan berlapang dada. Namun, tidak pernah sekalipun terbersit penyesalan pada dirinya. “Suami saya hanya pedagang putu bambu. Nantinya anak saya akan dibawa ke RSCM. Apapun risikonya nanti, kita harus terima. Besar harapan saya, Syahrani bisa sembuh seperti anak usianya dan menemani kami sampai hari tua,” ucapnya.

Dr Ari Mariza mengatakan dari beberapa kasus yang ditemui, bayi An Encephali jarang bertahan hidup. “Memang kasusnya sudah mulai banyak. Biasanya bayi yang menderita kelainan ini hanya bertahan 1 sampai 3 hari. Penyakit ini disebabkan virus Toxoplasma saat mengandung. Dapat bertahan hingga 10 bulan, itu jarang ditemukan,” ungkapnya.

Sementara Wakil Ketua DPRDSU, Chaidir Ritonga yang didampingi istri Hj Susi Mahdawati menyatakan akan membantu seluruh biaya perawatan Syahrani. Rencananya, Syahrani akan dibawa ke RSCM untuk menjalani operasi.

“Kita sudah mengurus surat rekomendasi terbang ke Jakarta dari dr Mahyono Spesialis bedah anak karena risiko yang ditempuh pasti banyak. Semua biaya perawatan akan ditanggung. Sebelumnya, keluarga dan bayi kita jemput dari Padangsidimpuan. Terpenting bayi ini dapat sembuh,” bebernya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/