JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) belum genap satu bulan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 18 Januari 2022 lalu. UU IKN itu digugat oleh sejumlah tokoh yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN), di antaranya, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, dan Muhyiddin Junaidi.
Kemudian juga di dalamnya terdapat sejumlah purnawirawan jenderal TNI yakni, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko. Gugatan atau judicial review (JR) UU IKN itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (2/2).
Permohonan gugatan yang diwakilkan Marwan Batubara itu menilai, pembentukan UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dari dokumen perencanaan pembagunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara dan pelaksanaan pembagunan.
“Hal ini karena rencana IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019,” kata Marwan dalam petitum gugatannya, Kamis (3/2).
Dia menegaskan, IKN mendadak muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Bahkan juga anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022.
Selain itu, UU IKN dalam pembentukannya dinilai tidak benar-benar memperhatikan materi muatan, karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana. Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana.
“UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN. Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN diatas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena bersifatnya yang strategis,” beber Marwan.
Dia pun memandang, UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Oleh karena IKN merupakan materi yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan IKN mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik.
“Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu kewaktu trenya masih cukup tinggi,” tegas Marwan.
Terlebih berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), 19 Desember 2021, sebanyak 61,9 persen orang tidak setuju ibu kota pindah, karena menilai pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju.
“Pembentukan UU IKN minim partisipasi masyarakat dari 28 tahapan/agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya ada tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan 21 agenda lainya informasi dan dokumenya tidak dapat diakses publik,” cetus Marwan.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) diminta menguji UU IKN berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 jo.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa menyatakan, pemerintah siap menghadapi gugatan UU IKN ke MK. Pemerintah akan mempelajari setiap gugatan tersebut. “Mengenai JR (Judicial Review) di MK saya kira kami tentu akan mempelajarinya apa yang dikemukakan di sana. Apakah cacat formil dan cacat materiil, nanti kita periksa. Saya belum baca petitum yang diajukan,” tegas Suharso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, kemarin (2/2).
Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara, Faldo Maldini menyambut baik adanya gugatan yang dilakukan masyarakat tersebut. Sehingga, masyarakat bisa lebih mendalami konsep terkait ibu kota baru tersebut. “Bagus, memang begitu seharusnya. Orang bisa jadi tahu lebih dalam ide IKN ini. Active citizen (warga negara aktif) adalah aset negara, bisa promosi gratis,” ujar Faldo kepada wartawan, Kamis (3/1).
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini pun tidak mempermasalahkan jika adanya elemen masyarakat yang melakukan gugatan UU IKN tersebut. Pasalnya itu adalah hak setiap warga yang dijamin oleh konstitusi. “Kalau ada yang merasa tidak sesuai dengan konstitusi, silakan digugat. Pemerintah berkomitmen akan melindungi hak setiap warga negara,” katanya.
Faldo menuturkan, pemerintah juga akan menyiapkan argumen-argumen mengenai gugatan terhadap UU IKN di MK tersebut. “Kami akan siapkan jawaban-jawaban substantif. Saat ini, kita harus berlari untuk menyiapkan masa depan Indonesia,” ungkapnya. (jpc)