27.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

2019, Obat Wajib Bersertifikasi Halal

Ahli Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Obat warung seringkali dijadikan pilihan mengobati penyakit karena harganya yang terjangkau. Tetapi, nyatanya banyak obat-obat warung yang belum tersertifikasi halal.

Ahli Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati menjelaskan sampai saat ini sertifikasi halal memang belum diwajibkan untuk lingkup obat. Sertifikat halal saat ini baru berdasarkan kesukarelaan produsen.

“Perlu digarisbawahi yang disebut ‘obat warung’ mestinya adalah obat golongan Bebas dan Bebas terbatas, yang bisa diperoleh tanpa resep dokter,” jelas Zullies kepada JawaPos.com, Rabu (7/3).

Zullies menjelaskan, Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sejatinya telah disahkan 2014. Dalam salah satu poin pentingnya, produsen obat diberi waktu lima tahun sejak disahkan untuk memenuhi syarat halal.

“Jadi sekarang masih 2018, belum ada kewajiban bersertifikat halal. Namun, banyak industri farmasi sudah mulai mempersiapkan diri menuju kesana,” kata Zullies.

Nantinya, tutur Zullies, tahun 2019, obat sudah diwajibkan bersertifikat halal dan jika mengandung bahan dari babi, maka tidak masalah untuk diedarkan selama dituliskan atau di-declare dalam kemasannya bahwa mengandung komponen dari babi.

“Itu jadi opsi bagi konsumen untuk memilih. Konsumen non muslim mungkin tidak masalah dengan komponen babi pada produk obat, tapi kan belum tentu dengan yang muslim,” jelasnya.

Zullies mengungkapkan, UU JPH memang masih diperlukan kesiapan untuk menuju wajibnya obat disertifikasi halal. Sehingga, baik obat, suplemen dan makanan dilaksanakan bertahap.

“UU JPH diberi waktu 5 tahun sejak diundangkan untuk dilaksanakan bertahap. Produk obat tahun 2019, untuk suplemen tahun 2018. Sepertinya produk makanan tahun 2017,” pungkasnya.(rgm/JPC/ala)

 

Ahli Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Obat warung seringkali dijadikan pilihan mengobati penyakit karena harganya yang terjangkau. Tetapi, nyatanya banyak obat-obat warung yang belum tersertifikasi halal.

Ahli Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati menjelaskan sampai saat ini sertifikasi halal memang belum diwajibkan untuk lingkup obat. Sertifikat halal saat ini baru berdasarkan kesukarelaan produsen.

“Perlu digarisbawahi yang disebut ‘obat warung’ mestinya adalah obat golongan Bebas dan Bebas terbatas, yang bisa diperoleh tanpa resep dokter,” jelas Zullies kepada JawaPos.com, Rabu (7/3).

Zullies menjelaskan, Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sejatinya telah disahkan 2014. Dalam salah satu poin pentingnya, produsen obat diberi waktu lima tahun sejak disahkan untuk memenuhi syarat halal.

“Jadi sekarang masih 2018, belum ada kewajiban bersertifikat halal. Namun, banyak industri farmasi sudah mulai mempersiapkan diri menuju kesana,” kata Zullies.

Nantinya, tutur Zullies, tahun 2019, obat sudah diwajibkan bersertifikat halal dan jika mengandung bahan dari babi, maka tidak masalah untuk diedarkan selama dituliskan atau di-declare dalam kemasannya bahwa mengandung komponen dari babi.

“Itu jadi opsi bagi konsumen untuk memilih. Konsumen non muslim mungkin tidak masalah dengan komponen babi pada produk obat, tapi kan belum tentu dengan yang muslim,” jelasnya.

Zullies mengungkapkan, UU JPH memang masih diperlukan kesiapan untuk menuju wajibnya obat disertifikasi halal. Sehingga, baik obat, suplemen dan makanan dilaksanakan bertahap.

“UU JPH diberi waktu 5 tahun sejak diundangkan untuk dilaksanakan bertahap. Produk obat tahun 2019, untuk suplemen tahun 2018. Sepertinya produk makanan tahun 2017,” pungkasnya.(rgm/JPC/ala)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/