JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan, dugaan sementara, Brigadir J yang tewas di rumah dinas Kadivpropam nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo kemungkinan ditembak dari jarak berlainan.
“Kalau dari karakter luka, jaraknya memang tidak terlalu jauh. Tetapi ada beberapa karakter jarak yang berbeda-beda Itu dari hasil pendalaman kami,” ujar Anam kepada wartawan pada Selasa (26/7).
Anam mengatakan, luka tembak di tubuh Brigadir J terdiri dari luka peluru masuk dan luka peluru keluar. Namun, ia belum ingin merinci berapa jumlah luka tembak itu. “Ada pertanyaan, kenapa kok jumlah lukanya masuk dan keluar berbeda? Jumlah luka masuk dan keluar berbeda karena memang ada yang masuk dan keluarnya memang pelurunya masih bersarang di tubuh. Sehingga jumlahnya berbeda,” kata dia.
Sebelumnya, Komnas HAM sudah menggali keterangan dari pihak keluarga, ahli, dan memanggil tim forensik Polri yang mengotopsi jasad Brigadir J kemarin. Anam menegaskan, berdasarkan bukti yang telah dikumpulkan saat ini, Komnas HAM sampai pada dugaan yang kian mengerucut soal waktu kematian dan jenis luka yang menewaskan Brigadir J. “Kalau soal luka, pertama kami melihat secara kapan jenazah masuk dan mulai diotopsi, itu penting untuk menentukan kurang-lebih titik jam kematian kapan,” ujar Anam.
“Kami juga ditunjukkan titik-titik lubang luka, di situ luka karena apa, terus kami ditunjukkan bagaimana mekanisme kerja mereka dalam menyakiti,” kata dia.
Kemarin, Komnas HAM memeriksa tujuh ajudan Sambo yang tersisa setelah tewasnya Brigadir J. Ketujuh ajudan telah memenuhi panggilan Komnas HAM, kemarin. Dari pemeriksaan itu, terungkap situasi dan kondisi para ajudan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo sebelum Brigadir J tewas tertembak pada 8 Juli lalu.
Choirul Anam mengatakan, para ajudan masih bercanda tawa sebelum hari peristiwa itu terjadi. Anam menyebut hal itu diketahui dari hasil pemeriksaan enam ajudan Sambo. “Sebelum Jumat (hari kematian Brigadir J) kami tarik ke belakang, kami tanya semua apa yang terjadi, bagaimana peristiwanya, bahkan kondisinya kayak apa,” kata Anam di Kantor Komnas HAM, Selasa (26/7).
“Beberapa orang yang ikut dalam forum itu ngomongnya memang tertawa. Itu yang kami tanya. Jadi kami lihat spektrum bagaimana kondisinya,” imbuhnya.
Anam menyebut, para ajudan Sambo diperiksa secara terpisah untuk mendapatkan keterangan yang sejujur-jujurnya. Masing-masing dari mereka juga ditanyai soal perilaku keseharian satu sama lain secara terpisah. “Ini penting untuk melihat sesuatu yang kami dapatkan sendiri oleh Komnas HAM, untuk melihat constrain waktu dan melihat konteks yang terjadi dalam constrain waktu itu, termasuk tadi yang saya bilang di awal soal tertawa, tertawa,” kata Anam.
“Soal tertawa kita tanya, ini kondisinya (ada) tekanan atau nggak dan sebagainya, (dijawab) bagaimana tekanan, orang tertawa-tawa kok. Itu banyak yang ngomong demikian,” tambahnya.
Diketahui, lima ajudan Sambo diperiksa selama 7,5 jam hingga pukul 16.25 WIB. Sementara Bharada E diperiksa kurang dari lima jam, dimulai pukul 13.25 WIB. Dalam agenda pemeriksaan itu, Bharada E diminta menjelaskan suasana saat Brigadir J tewas.
“Apa yang kami dalami? Yang kami dalami pastilah ini masih berupa keterangan terkait bagaimana peristiwa lihat, itu pasti kami dalami, bahkan kami suruh minta menggambar posisi-posisinya,” kata Anam.
Selain itu, Bharada E juga dicecar terkait hari sebelum Brigadir J meninggal dunia. Dia menegaskan, berbagai informasi yang berkembang di publik ditanya kepada Bharada E. “Termasuk apakah ada ancaman dan sebagainya, itu juga jadi pertanyaan kami, termasuk juga sekuen yang paling dekat dengan jam kematian yang kami tanya, bagaimana dengan situasi dan sebagainya,” beber Anam.
Bahkan, Bharada E juga turut menjelaskan terkait peristiwa baku tembak yang terjadi di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. “Sepanjang yang tadi kami periksa, Bharada E menjelaskan banyak hal. Salah satunya adalah soal menembak,” ungkap Anam.
Sebelumnya, Komnas HAM telah memeriksa tim forensik Polri yang mengautopsi jasad Brigadir J. Anam mengaku pihaknya mengantongi catatan yang komprehensif terkait luka dan kronologi. Komnas HAM mengklaim telah sampai pada dugaan yang kian mengerucut soal waktu dan penyebab kematian serta jenis luka yang menewaskan Brigadir J.
Ekshumasi Brigadir J Dijaga 358 Polisi
Sementara, proses ekshumasi jenazah Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan dilakukan hari ini, Rabu (27/7). Polda Jambi mengerahkan 358 personel untuk mengamankan pembongkaran makam Yosua. “Sebanyak 358 orang itu gabungan dari Polda Jambi dan Polres Muaro Jambi,” ujar Karoops Polda Jambi Kombespol Feri Handoko Soenarso kepada Jambi Ekspres, kemarin (25/7).
Para petugas itu akan mengamankan beberapa tempat. Misalnya, rumah duka, lokasi pemakaman, rumah sakit, dan tempat-tempat lain yang terkait dengan kasus tersebut. “Intinya, kami mengamankan dan memfasilitasi kegiatan penyidik Bareskrim Polri maupun kegiatan forensik kedokteran,” tuturnya.
Setelah jenazah Yosua dikeluarkan, otopsi ulang akan dilakukan di RSUD Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Yosua, berharap otopsi ulang itu bisa menguak fakta yang sesungguhnya tentang penyebab kematian anaknya. “Biar selesai urusan ini semua,” katanya.
Sementara itu, Bareskrim telah memanggil 11 saksi untuk mengusut kasus Yosua. Salah seorang yang telah diperiksa adalah Vera Simanjuntak, kekasih Yosua. Pemeriksaan dilakukan penyidik Bareskrim Polri di Mapolda Jambi Minggu (24/7). Ramos Hutabarat, pengacara Vera, mengungkapkan bahwa Yosua pernah curhat kepada Vera tentang masalah yang dihadapinya. Namun, Ramos tidak menjelaskan masalah yang dimaksud. Komunikasi terakhir dengan Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 pukul 16.43.
Vera tidak berkomentar banyak. Dia mengenang Yosua sebagai orang yang baik. “Selama saya kenal, dia adalah orang yang baik dan penyayang, sangat sopan sekali,’’ ucap Vera yang telah menjalin hubungan dengan Yosua selama delapan tahun.
Sebenarnya Yosua dan Vera berencana menikah tujuh bulan lagi. Namun, rencana itu batal karena Yosua tewas. Vera berharap kasus yang menimpa kekasihnya segera mendapat putusan yang adil dan sesuai dengan fakta.
Di Jakarta, kasus penembakan Yosua terus didalami timsus (tim khusus). Mereka menganalisis closed circuit television (CCTV) dari berbagai titik. Baik di rumah pribadi Kadivpropam (nonaktif) Irjen Ferdy Sambo maupun rumah dinas. Berdasar informasi yang diterima Jawa Pos, timsus menemukan beberapa fakta dari CCTV. Salah satunya soal kedatangan rombongan keluarga Irjen Ferdy Sambo dari Magelang, Jawa Tengah. Dalam CCTV di rumah pribadi itu diketahui, semua orang tiba sekitar pukul 15.00. Termasuk Brigadir Yosua. Lalu, di rumah pribadi itu istri Irjen Ferdy dan Bharada E menjalani tes PCR. Ferdy Sambo tidak terlihat dalam rekaman CCTV tersebut.
Sumber Jawa Pos menyebut, dari CCTV di rumah singgah Kadivpropam diketahui, istri Ferdy Sambo bersama Bharada E datang pada pukul 17.09. Kemungkinan setelah tes PCR di rumah pribadi, istri Ferdy singgah di rumah tersebut. “Terlihat berdua saja,” katanya.
Ada juga temuan lain soal handphone milik Brigadir Yosua. Diketahui handphone Yosua yang digunakan sehari-hari bermerek Samsung. Namun, handphone yang didapat timsus dari penyidik Polda Metro Jaya justru bermerek iPhone. Dimintai konfirmasi terkait dengan informasi handphone Brigadir Yosua yang berbeda, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa semua itu dijelaskan timsus pada saatnya nanti.
Sementara itu, Komnas HAM telah bertemu dengan Tim Forensik Polri. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, Polri memberikan akses yang luas kepada Komnas HAM. “Kami dalami khusus soal otopsi,” terangnya.
Informasi dari keluarga Yosua dan saksi ahli diklarifikasikan dengan tim forensik. Menurut dia, semua karakter luka di tubuh Yosua telah terkonfirmasi. Mulai jumlah luka, penyebabnya, karakter luka tembak, hingga luka masuk atau keluar. “Sampai pada kapan luka ada di tubuh,” ungkapnya.
Namun, Komnas HAM belum bersedia membuka informasi detailnya. Alasannya, akan ada proses ekshumasi atau otopsi ulang. Komnas HAM bakal menunggu. “Kami hadir dalam ekshumasi itu,” ujarnya kemarin setelah bertemu dengan tim forensik.
Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan, Polri sangat terbuka dalam kasus penembakan Brigadir Yosua. “Apa yang diminta Komnas HAM, semua diberikan,” tuturnya. Ekshumasi di Jambi, lanjut dia, saat ini dipersiapkan. (kps/cnn/jpc/adz)