JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo benar-benar memenuhi rasa keadilan yang diharapkan masyarakat dalam kasus penembakan Brigadir Yosua. Mantan Kabareskrim tersebut memastikan Inspektorat Khusus (Irsus) yang dikoordinir Irwasum tengah memeriksa 25 personel yang diduga terlibat dalam upaya obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan dalam penembakan Brigadir Yosua.
SIGIT menuturkan, dalam proses kasus ini banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang harus dijelaskan. Salah satunya, CCTV rusak. Karena itu Inspektorat Khusus dari Irwasum tengah memeriksa 25 personil. “Proses masih berjalan,” terangnya.
Pemeriksaan 25 personel itu dilakukan terkait ketidakprofesionalan dalam penanganan di tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir Yosua. Membuat hambatan dalam proses olah dan penanganan TKP. “Saya ingin proses hukum berjalan dengan baik,” tegasnya.
25 personil itu diantaranya tiga orang jendera bintang satu, lima orang Kombespol, tiga orang berpangkat AKBP, dua orang Kompol, tujuh orang perwira menengah (pamen) dan lima bintara dan tamtama. “Empat orang telah berada di tempat khusus,” ujarnya.
Bahkan, bila ditemukan adanya unsur pidana. Maka, Polri akan memproses pidana terhadap 25 personil tersebut. “Kita periksa kode etik lebih dulu,”paparnya.
Selain proses kode etik, Sigit pun memastikan mengeluarkan telegram khusus. Telegram itu untuk memutasi 25 personil tersebut. “Dengan ini diharapkan proses hukum berjalan dengan baik,” tegasnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan bahwa hasil dari pemeriksaan Inspektorat Khusus itu akan menjadi dasar dan pertimbangan, apakah akan menjerat 25 personil dengan tindakan pidana. “Kami sudah memeriksa 43 saksi dan satu orang ditetapkan menjadi tersangka,” paparnya.
Jeratan untuk tersangka itu menggunakan pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Konstruksi pasal tersebut akan bisa melihat siapa yang menyuruh, memberikan kuasa dan termasuk memberikan kesempatan kejahatan terjadi. “Nantinya rekomendasi Irsus itu akan melihat peran bagiannya,” tuturnya.
Menurutnya, tim khusus juga akan memberikan surat rekomendasi untuk evaluasi terhadap kasus yang berjalan di Polda Metro Jaya dan Polres Jaksel. “Semua yang terlibat pasti akan diketahui,” ujarnya di Lobi Gedung Utama Mabes Polri kemarin.
Sambo Minta Maaf ke Polri
Sementara, setelah Bharada E ditetapkan tersangka, Kemarin Kadivpropam non aktif Irjen Ferdy Sambo diperiksa di Bareskrim. Namun, belum jelas pemeriksaan Sambo apakah terkait kasus dugaan pembunuhan atau justru terkait kasus pelecehan seksual dan pengancaman. Penggunaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP untuk Bharada E juga menimbulkan tanda tanya.
Sambo tiba di Bareskrim sekitar pukul 09.59. Dia nampak didampingi sejumlah ajudannya. Kendati sedang non aktif, Sambo datang mengenakan seragam lengkapnya. Sambo menuturkan, kehadirannya untuk memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan keempatnya. “Sebelumnya saya sudah memberikan keterangan ke penyidik Polres Jaksel, Polda Metro Jaya dan kini Bareskrim,” ujarnya. Namun, dia tidak menjelaskan dipanggil terkait kasus dugaan pembunuhan atau justru dipanggil untuk kasus pelecehan seksual dan pengancaman.
Suara sambo terdengar setengah berteriak. Dia menuturkan meminta maaf terhadap Polri terkait peristiwa di rumah dinasnya. “Selaku ciptaan Tuhan, saya menyampaikan permohonan maaf kepada Polri,” ujarnya.
Dia juga memberikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yosua. Diharapkan keluarga mendapatkan kekuatan. “Semua itu terlepas dari apa yang dilakukan saudara Yosua terhadap istri dan keluarganya,” jelasnya.
Setelahnya, mantan Dirtipidum tersebut meminta semua pihak untuk bersabar. Jangan membuat persepsi dan asumsi dalam peristiwa di rumah dinasnya.”Saya juga minta doa agar istri pulih dari trauma dan anak-anaknya bisa melewati kondisi tersebut” tuturnya lalu masuk ke Bareskrim.
Pemeriksaan terhadap Sambo ini berjalan cukup lama. Barulah pukul 17.10 Sambo keluar dari Bareskrim, dia diperiksa sekitar tujuh jam. Saat keluar itu dia lebih irit bicara. “Soal pemeriksaan tanya ke penyidik ya,” ujarnya sembari berjalan lalu masuk ke mobilnya.
Selang satu menit, Kuasa Hukum Bharada E, Andreas Nahot Silitonga mendatangi Bareskrim. Dia mengatakan, kliennya sudah ditetapkan sebagai tersangka saat masih diperiksa sebagai saksi. “Penetapannya kan Rabu malam (4/8),” ujarnya.
Padahal, Bharada E baru selesai diperiksa Kamis (5/8) pukul 01.02 dini hari. Kondisi tersebut membuat kuasa hukum mempertanyakan. “Apakah penetapan tersangka tersebut mempertimbangkan keterangan Bharada E,” tuturnya.
Padahal sudah sangat jelas bahwa Bharada E dalam kronologinya ditembak lebih dulu. Yang artinya, penembakan yang dilakukan Bharada E merupakan upaya membela diri. “Kami menyayangkan penetapan tersangka ini,” terangnya.
Dia menuturkan bahwa Bharada E dijerat dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Dalam pasal tersebut diketahui adanya unsur penyertaan atau pelakunya lainnya. Serta harus dengan niatan yang sama.”Nah, padahal tembak menembak ini satu lawan satu,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, kuasa tentunya bingung dengan konstruksi pasal tersebut. “Siapa yang dimaksud. Ini murni satu lawan satu,” ujarnya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menegaskan pencantuman pasal 55 dan 56 KUHP dalam perkara Yosua menyiratkan bahwa pelaku pembunuhan bukan hanya melibatkan Bharada E. Itu mengingat bunyi pasal 55 yang mengisyaratkan adanya perbuatan bersama-sama dalam suatu perbuatan tindak pidana.
Sementara pasal 56 mengisyaratkan bahwa pelaku, dalam hal ini Bharada E, bertindak sebagai pembantu kejahatan. Dimana ada unsur kesengajaan dalam pemberian bantuan itu. Dan kesengajaan memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. “Artinya ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E,” kata Fickar kepada Jawa Pos.
Menurut Fickar, pencantuman pasal 55 dan 56 KUHP itu umumnya untuk membuat konstruksi dakwaaan bahwa suatu perbuatan tindak pidana tidak ditanggung oleh satu orang. Ada orang lain yang bersama-sama, misalnya berperan sebagai pihak yang menyuruh. “Terkait siapa otak di antara pelaku nanti? Itu yang akan digali JPU di pengadilan,” terangnya.
Fickar menambahkan, langkah Kapolri dan pernyataan tegas Presiden yang akan mengungkap kasus meninggalnya Yosua secara terang benderang menjadi kesempatan tim penyidik untuk membersihkan oknum-oknum polisi yang terlibat. Tim khusus (timsus) bentukan Kapolri juga diharapkan bisa menembus semua hambatan yuridis maupun psikologis. “Ini zaman transparansi yang umumnya bisa dikontrol, jadi jika ada yang disembunyikan pasti akan ketahuan, karena akan terlihat tidak logis,” imbuhnya. (Idr/tyo/jpg)