MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewa Perangin Angin, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, dituntut 3 tahun pidana penjara dalam kasus kerangkeng manusia. Selain itu, tiga terdakwa lainnya, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring, juga dituntut 3 tahun bui. Surat tuntutan itu dibacakan jaksa dalam sidang di PN Stabat pada Senin (14/11).
Sidang tuntutan tersebut dilangsungkan di Ruang Sidang Prof Dr Kusumah Admadja, SH, dipimpin oleh majelis hakim Halida Harini dan dibacakan oleh JPU Baron Sidik. Sidang tersebut berlangsung pukul 18.00 WIB.
Jaksa menyatakan Dewa dan Hendra terbukti melakukan tindak pidana melakukan perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak enak, menderita rasa sakit, dan merusak kesehatan orang lain yang mengakibatkan kematian.
Jaksa menyatakan Terdakwa Dewa dan Hendra terbukti secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam kasus ini Dewa dan Hendra didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP atau 351 ayat 3 KUHP, atas kematian Sarianto Ginting, penghuni kerangkeng manusia milik Terbit Rencana. Namun kedua terdakwa telah mengabulkan permohonan restitusi untuk tunjangan kematian ahli waris para korban kerangkeng tersebut.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung), Pengawas Kejaksaan RI, memeriksa Kajari, Kasipidum dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat.
Hal itu setelah empat terdakwa kasus kerangkeng manusia di rumah dinas Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin dituntut ringan.
“Kami meminta untuk memeriksa Kajari, Kasipidum dan JPU dalam perkara a quo. Karna kami menilai, tuntutan para terdakwa kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif TRP, dinilai melukai rasa keadilan masyarakat,” ungkap Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Sahputra dalam pesan siaran, Selasa (15/11).
Keempat terdakwa dinyatakan, secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. “Tuntutan tersebut sangat ringan dan melukai rasa keadilan di masyarakat, seharusnya tindakan para terdakwa yang diduga telah menghilangkan nyawa para korban dituntut secara objektif sesuai aturan hukum yang berlaku,” tegasnya.
LBH Medan juga menduga banyak kejanggalan dalam tuntutan dan ketidak seriusan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara itu.
“Pertama, dalam dakwaanya para terdakwa melanggar 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP, hal ini menggambarkan jika dakwaan yang disusun oleh JPU telah cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan pasal 143 KUHAP. Namun anehnya ketika tuntutan jaksa menyatakan jika para terdakwa secara sah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” ujarnya.
Selain itu, kata Irvan, tuntutan JPU juga tidak sampai setengah dari ancaman dari pasal yang didakwakan. Tuntutan JPU, sangat ringan di mana seharusnya ancaman pasal tersebut 7 tahun penjara, tetapi dituntut 3 tahun penjara.
Irvan juga menduga, ada ketidakobjektifan JPU dalam perkara itu. Apalagi, diketahui agenda sidang tuntutan akan digelar pada 9 November 2022, namun ditunda menjadi 14 November 2022.
“Diketahui, sidangnya juga dilaksanakan jam 18.00. Padahal perkara ini sangat mendapatkan perhatian publik secara nasional namun disidangkan diwaktu yang sangat sore. Hal ini semua menggambarkan adanya kejanggalan dalam tuntutan JPU,” ungkapnya.
Sebelumnya dalam tuntutan JPU, terdakwa Dewa Peranginangin anak dari Bupati Langkat nonaktif TRP dan tiga terdakwa lain, dituntut masing-masing dengan hukuman 3 tahun penjara. Mereka dinilai bersalah karena telah menyiksa hingga tewas penghuni kerangkeng di rumah bupati. (man/ila)